Sukses

Konflik Terus Berlanjut, Komunitas Adat Laman Kinipan Menggugat

Komunitas Adat Laman Kinipan menggugat Bupati Lamandau ke PTUN Palangkaraya terkait perselisihan soal wilayah yang diklaim sebagai hutan adat.

Liputan6.com, Palangka Raya - Masyarakat Adat Laman Kinipan menggugat Bupati Lamandau ke PTUN Palangkaraya. Gugatan ini merupakan lanjutan perselisihan soal wilayah yang diklaim sebagai hutan adat oleh masyarakat di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah.

Gugatan berangkat dari penilaian Bupati Lamandau yang kini dijabat Hendra Lesmana telah abai dalam melaksanakan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sebelumnya, masyarakat Laman Kinipan sudah mengajukan permohonan langsung ke pemerintah daerah agar mereka diakui dan dilindungi, namun tidak digubris.

“Upaya hukum yang kita kerjakan agar masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia khususnya di desa Laman Kinipan segera diakui dan diperhatikan oleh pemerintah,” kata pendamping hukum Koalisi Keadilan untuk Kinipan, Parlin Bayu Hutabarat di Palngkaraya, Kamis (7/1/20210).

Permohonan terdaftar dengan nomor 1/P/FP/2021/PTUN PLK tanggal 4 Januari 2021. Pengajuan gugatan bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum menyangkut pengakuan dan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat yang ada di Kinipan.

“Jadi jika permohonan kita ini dikabulkan maka amar putusan mewajibkan kepada bupati untuk melaksanakan tahapan tahapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat sesuai isi permendagri tersebut,” kata Parlin menambahkan.

Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Ferdie Kurnianto mengatakan, masyaraka Laman Kinipan diketahui telah hidup turun-temurun dengan berpegang pada kebiasaan adat Dayak Tomun. Namun eksistensi adat mereka terancam dengan hadirnya investasi di sektor pekebunan kelapa sawit.

“Gugatan kepada bupati ini merupakan sebuah upaya meminta pertanggungjawaban pemerintah daerah atas nasib mereka sekarang ini,” tutur Ferdie.

Simak juga video pilihan berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konflik Masyarakat Adat

Gugatan itu muncul ketika konflik antara masyarakat adat Laman Kinipan dan sebuah perusahaan perkebunan PT Sawit Mandiri Lestari di Lamandau memanas. Konflik itu berujung pada ditangkapnya empat pemuda dari Desa Kinipan, termasuk Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing yang videonya sempat viral di media sosial.

Dalam konflik lahan itu, masyarakat adat Laman Kinipan kecewa dengan tindakan perusahaan yang membuka hutan dengan luas lebih kurang 2.900 hektar. Wilayah yang dibuka itu diyakini sebagai hutan adat atau wilayah kelola adat masyarakat adat Laman Kinipan.

Walakin, Bupati Lamandau Hendra Lesmana tidak mengakui adanya hutan adat di wilayah tersebut.

Sebelumnya, AMAN Kalteng pun sudah pernah mendaftarkan 12 peta adat yang mereka buat bersama lembaga dan komunitas adat di Kalteng dengan luas mencapai 119.777,76 hektar. Namun, hal itu tidak bisa ditindaklanjuti lantaran di kabupaten/kota belum membentuk panitia masyarakat hukum adat sebagai syarat.

Hingga kini, melalui skema perhutanan sosial, Kalteng baru memiliki satu hutan adat di Kabupaten Pulang Pisau dengan luas tak lebih dari 102 hektar.

“Kalteng ini luasnya 1,3 kali pulau Jawa, dari luas itu tidak mungkin hutan adat hanya ratusan hektar. Logikanya, masyarakat adat dan wilayahnya itu lebih dulu ada dari pada negara ini,” ungkap Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono.

Menurut Dimas, masyarakat adat secara turun temurun telah memegang tradisi dari para leluhur mereka hingga saat ini. Masyarakat adat Kinipan, merupakan kesatuan dari masyaraat adat Dayak Tomun yang hidup selaras dengan alam.

3 dari 3 halaman

Gugatan Bentuk Kekecewaan

Koordinator SOB Safrudin menambahkan, gugatan ke PTUN itu merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap negara yang abai akan hak-hak masyarakat adat di Kalimantan Tengah, khususnya di Lamandau.

“Itu bentuk pelayanan yang diabaikan, saat warganya memohon untuk diakui dan dilindungi pemerintah justru absen,” kata Safrudin.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Lamandau Irwansyah enggan memberikan banyak komentar terkait gugatan tersebut. Menurutnya, hingga kini dirinya maupun Bupati Hendra Lesmana belum menerima Salinan gugatan tersebut.

Ia juga tidak mengetahui materi gugatan yang dilayangkan kepada mereka.

“Kalau sudah kami terima materinya pasti kami akan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada,” ujar Irwansyah singkat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.