Sukses

3 Alasan Kartu Prakerja Terlalu Eksklusif ala CfDS UGM

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM melakukan riset tentang Kartu Prakerja yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah.

Liputan6.com, Yogyakarta - Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM melakukan riset tentang Kartu Prakerja yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah. Riset ini bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan program Kartu Prakerja dengan mempertimbangkan lanskap digital di Indonesia.

Riset dilakukan oleh peneliti CfDS UGM dengan metode analisis media sosial Twitter. Pengambilan data dilakukan mulai 10 sampai 18 April 2020 dengan kata kunci prakerja, pra-kerja, dan #kartuprakerja.

Dalam kurun waktu tersebut terdapat 90.830 tweets atau cuitan yang berkorelasi dengan kata kunci dan didominasi retweet yakni sebanyak 83 persen. Puncak cuitan terjadi pada 14 April yakni saat peristiwa pengunduran diri Belva, staf khusus Presiden, dan 18 April dengan topik pembahasan alternatif daring.

"Selain fokus ke pembahasan Belva staf khusus presiden, warganet juga membicarakan soalnya sulitnya akses ke platform ini," ujar Paksa Darmawan, Manajer Digital Intelligence Lab (DIL) CfDS Fisipol UGM, dalam video conference, Kamis (23/4/2020).

Ia menilai kesenjangan digital menjadi salah satu penyebab Kartu Prakerja terlihat eksklusif. Artinya, pengguna yang mengakses program ini memerlukan kuota data yang besar dan jaringan internet yang baik.

Tingkat penetrasi internet di Indonesia pada 2020 sebesar 64 persen dari total populasi masyarakat Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan 56 persen pengguna internet berada di Pulau Jawa.

Artinya, ketersediaan infrastruktur jaringan dan pendapatan masyarakat menjadi dua indikator yang berkontribusi terhadap ketidakmerataan jumlah pengguna internet di Indonesia.

"Bisa disimpulkan Kartu Prakerja tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan pemerintah harus berpikir bagaimana cara menjangkau mereka yang tidak terpapar internet," ucap Paska.

Eksklusivitas Kartu Prakerja juga terlihat dari target penerima program yang adalah masyarakat Indonesia dengan kecakapan digital yang baik.

Menurut Paska, pemerintah perlu memperhatikan akses dan kapasitas calon peseta Kartu Prakerja. Selain itu, penjaminan keamanan dan privasi data dari peserta Kartu Prakerja menjadi hal penting, terutama ketika ada mekanisme berbagi data antara pemerintah dengan platform digital penyedia kelas-kelas Kartu Prakerja.

Per 18 April 2020, terdapat 742 kelas yang ditawarkan oleh 10 platform digital yang telah bermitra dengan pemerintah dalam program Kartu Prakerja. Platform Mau belajarapa sebagai platform yang memiliki kelas terbanyak yakni mencapai 165 kelas.

Berdasarkan penelitian CfDS Fisipol UGM, ada sembilan kategori kelas dalam Kartu Prakerja yang bisa diikuti, mulai dari kategori teknologi, bisnis dan keuangan, pelatihan bahasa asing, hingga pelatihan tata boga dan tata rias. Harga yang ditawarkan untuk dapat mengakses kelas-kelas tersebut pun bervariasi, dari yang termurah sebesar Rp29.000  hingga yang termahal mencapi Rp3,5 juta.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kurang Inklusif

Manajer Riset CfDS Fisipol UGM, Treviliana Eka Putri, berpendapat program ini menjadi semakin terasa eksklusif karena diluncurkan di tengah pandemi Corona Covid-19.

"Belum bisa dinilai sebenarnya efektif atau tidak karen programnya baru saja mulai, namun melihat kelas dan lanskap digital masyarakat Indonesia, muncul kebingungan ketika Kartu Prakerja termasuk dalam jaring pengaman sosial," tuturnya.

Menurut Trevi, program jaring pengaman sosial seharusnya lebih inklusif, seperti bantuan langsung tunai yang bisa diakses banyak orang.

Ia juga mengkritisi kurasi kelas dalam Kartu Prakerja. Kurasi yang tidak spesifik membuat ada dua kelas serupa dengan harga yang berbeda, yakni Rp200.000 dan Rp3,5 juta.

"Program Kartu Prakerja untuk meningkatkan keterampilan dirasa lebih tepat jika diluncurkan di era biasa dan bukan saat pandemi Corona Covid-19, pada saat biasa orang akan cenderung lebih senang untuk meningkatkan kapasitas dirinya," kata Trevi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.