Sukses

HEADLINE: Warga Curi Start Mudik, Corona COVID-19 Ikut ke Kampung Halaman

Liputan6.com, Jakarta - Warga diminta tinggal di rumah di tengah pandemi Corona COVID-19. Tujuannya, untuk memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2. Agar korban tak makin banyak. Namun, sejumlah orang justru memilih pulang kampung. Mudik lebih awal. 

Mobil-mobil berpelat luar kota, termasuk B, terpantau berseliweran di sejumlah daerah. "Banyak orang Jakarta berdatangan," kata Rizky Febrian, warga Cilacap, Kamis 27 Maret 2020. "Kerabat teman saya pulang kampung, alasannya karena Jakarta sepi. Mereka mungkin tak sadar bisa membawa masalah." 

Dalih lain, mereka khawatir tak bisa berlebaran di kampung halaman jika pemerintah memutuskan melarang mudik tahun ini. 

Pilihan itu sangat disayangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Untuk kesekian kalinya, ia mengimbau dan mengingatkan warganya di perantauan untuk tidak pulang kampung.

"Jika panjenengan (Anda) semua ingin keluarga tetap sehat dan selamat, urungkan niat untuk pulang kampung," kata Gubernur Ganjar Pranowo dalam video yang ditujukan pada warga Jawa Tengah.

"Jika panjenengan nekat pulang, saya tegaskan, sama saja Anda membahayakan anak, istri atau suami, serta mengancam hidup seluruh orang yang kita sayangi termasuk orangtua panjenengan yang sudah sepuh."

Ganjar menegaskan, COVID-19 bukan lah penyakit yang boleh diremehkan. Jabodetabek, tujuan perantauan warga Jawa Tengah, sudah masuk ke zona merah. 

Mereka yang mudik bisa jadi tak menyadari telah terinfeksi dan kemudian menyebarkannya ke orang lain, yang berada di bus atau kereta yang sama, juga ke orang-orang di kampung halaman. 

COVID-19 bisa bersifat asymptomatic, di mana pembawanya (carrier) hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak merasakan gejala. 

"Jalan terbaik yang bisa kita lakukan sekarang adalah memutus jalan virus dari kota-kota ke desa," kata Ganjar. 

Data menunjukkan, COVID-19 adalah ancaman, bukan hanya bagi Indonesia, namun juga seluruh dunia. Dari semua benua di muka Bumi, hanya Antartika steril dari kasus positif penyakit yang dipicu virus corona baru itu.

Data JHU CSSE pada 27 Maret 2020 pukul 22.13 menyebut, sudah ada 558.502 kasus postif COVID-19 di dunia, 25.251 meninggal dunia, dan 127.615 pulih. 

Sementara di Indonesia, pada Jumat 27 Maret 2020, total pasien positif COVID-19 menjadi 1.046 orang, yang sembuh ada 46 orang, yang meninggal dunia menjadi 87 orang.

Di Jawa Tengah, Ganjar menyebutkan, dalam tiga hari, 23-26 Maret 2020, terjadi peningkatan kasus COVID-19. Pasien positif melonjak dari 19 orang pada Rabu 25 Maret 2020 menjadi 40 orang. "Dan sudah meninggal ada enam orang," tambah mantan anggota DPR RI itu. 

Selain itu, orang dalam pemantauan (ODP) melonjak menjadi 3.638 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 294 orang pada Kamis 26 Maret 2020. Lonjakan kasus COVID-19 ini diduga karena warga perantauan dari berbagai provinsi yang kembali ke Jawa Tengah. "Kenaikan signifikan ini, dugaan kami, salah satu karena adanya lonjakan warga perantauan," ujar dia.

 

Infografis Curi Start Mudik Vs Mudik Virtual (Liputan6.com/Triyasni)

Berdasarkan data, hingga 26 Maret 2020, ada sekitar 46.018 ribu warga dari berbagai provinsi yang pulang ke Jawa Tengah.

Warga kembali ke Wonogiri sekitar 42.838 orang, ke Kota Semarang dan sekitarnya sekitar 10.979 orang, ke Cilacap sekitar 4.527 orang, ke Jepara sekitar 2.164 orang. "Kemudian di Tegal, Pemalang, Pekalongan, Pati, Magelang, Boyolali, dan Karanganyar," ujar dia.

 

Pemudik Otomatis Masuk Kategori ODP

Oleh karena itu, Ganjar mengaku sepakat dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubowono X yang memasukkan para pemudik dalam kategori ODP. 

Pemerintah daerah hingga lingkungan diminta mendata para pemudik. Mereka pun harus mengisolasi diri selama 14 hari sesuai ketentuan. 

"Ini bukan masalah sepele, ini masalah hidup mati. Jadi saya mohon jangan diremehkan, jangan semaunya sendiri. Anda berdiam di rumah, Insyaallah kita sehat, tapi kalau Anda nekat, kita semuanya bisa tidak selamat," ia menambahkan.

Hal senada juga dikatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ia menuturkan, setiap pemudik yang telanjur masuk ke daerah di Jawa Barat dikategorikan sebagai ODP COVID-19. Ia mengingatkan untuk tidak berkumpul dan berkerumunan.

"Titipan saya, mohon warga tetap tinggal di rumah dan selalu jaga kesehatan. Terutama jangan mudik. Kalau mudik ke kampung halaman, maka yang baru datang di kampung halaman itu akan diberi status ODP,” tutur pria akrab disapa Emil ini.

Akan tetapi, bagi yang berencana pulang ke kampung halaman, Emil mengimbau agar hal itu ditunda dulu.

"Sebaiknya mencegah menahan diri Sabtu-Minggu ini jangan merencanakan pulang ke daerah karena akan memperumit sistem kesehatan dan sistem pelacakan kami di Jabar," tutur dia.

Warga yang sudah telanjur pulang kampung atau kembali ke daerah asal, Emil mengatakan orang tersebut wajib di rumah selama 14 hari.

Pemprov Jawa Barat juga telah memerintahkan kepolisian di Jabar untuk bersama-sama mengingatkan warga yang datang dari Ibu Kota untuk melakukan karantina mandiri. Sebab, dikhawatirkan mereka secara tak langsung ikut membawa virus corona baru (SARS-CoV-2) tersebut.

"Saya juga sudah tugaskan polisi-polisi se-Jawa Barat, barangsiapa mereka keburu pulang ke kampung halaman maka polisi akan mengingatkan mereka untuk tidak berkeliaran dan tetap tinggal di rumah," kata dia.

Di Jawa Barat, berdasarkan data Kamis, 26 Maret 2020, jumlah ODP mencapai 3.703 orang, PDP 578 orang, dan positif COVID-19 sebanyak 78 orang.

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tegal 'Lockdown'

Keputusan Pemerintah Kota Tegal menutup pintu masuk dengan beton mengejutkan Indonesia. Isu 'Tegal lockdown' pun mengemuka. 

Namun, Wakil Wali Kota Tegal, Jumadi membantah kotanya memberlakukan lockdown. Yang benar, pihaknya menerapkan karantina wilayah atau local lockdown

Jumadi mengatakan, karantina wilayah dilakukan dengan menutup 49 titik masuk Kota Tegal menggunakan movable concrete barrier (MBC).

Sebagai akses, katanya, dua-tiga titik akan dibuka, tapi dilakukan penjagaan yang superketat. "Penjagaan dari polisi, Dishub, dan juga dari gugus COVID-19," kata dia.

Selain menutup pintu-pintu masuk kota, Pemkot Tegal juga membatasi pergerakan orang yang ingin keluar rumah. Sementara truk dan bus yang bisa melintas di jalur Pantura  akan dialihkan ke lingkar luar Kota Tegal.

Kebijakan local lockdown dan karantina wilayah ini, kata Jumadi, akan efektif berlaku mulai 30 Maret hingga 30 Juli 2020.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Papua menutup seluruh akses masuk perlintasan manusia lewat penerbangan udara di Lapago, Meepago, dan Animha. Hal ini untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Penutupan untuk wilayah adat Meepago meliputi kabupaten Nabire, Deiyai, Dogiyai dan Paniai serta Intan Jaya. Sedangkan Lapago terdiri dari Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, Yalimo, Pegunungan Bintang dan Nduga. Lalu, wilayah adat Animha terdiri dari Kabupaten Merauke, Mappi, Boven Digoel dan Asmat.

Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Hery Dosinaen menyebutkan penutupan penerbangan dikhususkan bagi penumpang dan mulai diberlakukan pada 26 Maret-9 April. Sementara untuk trasnportasi dan  pendistribusian barang tetap dilakukan.

Penutupan penerbangan ini akan dievaluasi kemudian hari, dengan melihat kondisi penyebaran corona COVID-19 di Indonesia dan Papua pada khususnya.  

Pengalaman Buruk Purbalingga

Purbalingga punya pengalaman tak menyenangkan soal COVID-19. Ada empat pasien positif di wilayahnya. Mereka diketahui baru pulang dari Jakarta.

Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi menuturkan, seorang balita berusia dua tahun asal Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dinyatakan positif COVID-19.

"Seorang anak laki-laki berusia dua tahun berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan positif COVID-19," ujar dia seperti dikutip Antara, Jumat 27 Maret 2020.

Dyah menuturkan, anak tersebut baru kembali dari Jakarta. Anak itu mengalami sakit saat tiba di Purbalingga.

"Anak tersebut memiliki riwayat mobilitas baru pulang dari Jakarta ikut neneknya kondangan dan begitu pulang ke Purbalingga sakit dan dirawat di rumah sakit," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Wacana Larangan Mudik

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan rekomendasi larangan mudik. Meski belum resmi dilarang, banyak orang yang curi start.

"Kami belum melakukan pelarangan ini sudah banyak yang curi start mudik. Dari data yang kami terima, lonjakannya besar sekali. Contoh Kabupaten Sumedang, itu ODP-nya meningkat karena dapat dari orang yang mudik dari Jabodetabek," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam konferensi pers virtual, Jumat, 27 Maret 2020, seperti dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com.

Untuk menekan penyebaran COVID-19 ini juga perlu ada imbauan kepada masyarakat Indonesia untuk menunda tradisi mudik pada Lebaran 2020. Hal itu seperti disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Ahmat Yurianto.

"Tidak perlu bepergian jauh bersama keluarga apalagi harus ke kampung halaman, alangkah lebih baik ditunda," ujar Yurianto saat jumpa pers di BNPB, Jumat 27 Maret 2020.

Ia menuturkan, hal itu perlu menjadi perhatian pemerintah agar penambahan kasus tidak meningkat dan penularan Corona COVID-19 tidak semakin banyak.

Dia meminta kepada masyarakat agar menghindari berada di satu tempat secara berkerumun dan bersama lebih dari satu orang, seperti di dalam mobil, bus, atau kereta.

"Jadi maka sebaiknya hati-hati tidak perlu meninggalkan rumah dan pergi bersama keluarga ke tempat jauh di dalam satu alat angkut yang berdesakan, ini risiko berlipat ganda," kata dia.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan masih berdiskusi lebih dalam terkait larangan mudik, mula dari skema hingga kemungkinan reward dan punishment yang mungkin bisa diberikan kepada masyarakat.

"Pada intinya pemerintah nanti akan melarang mudik, tapi ini masih butuh persetujuan dan keputusan yang lebih tinggi di rapat terbatas," kata Adita.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi menuturkan, saat ini usulan pelarangan mudik masih akan dibahas bersama dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

"Memang saat ini masih diimbau untuk tidak mudik, tapi ada usulan dilarang saja, karena kalau diimbau masyarakat Indonesia banyak yang enggak patuh," kata Budi.

Dia mengaku pihaknya tengah menyiapkan skema pelarangan mudik tersebut dengan Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) mencakup urusan penyekatan pemudik dari Jabodetabek, di area mana saja akan ditutup atau disekat, baik di jalan tol maupun jalan arteri.

Waktu pelarangan mudik masih dalam tahap diskusi. Perihal kemungkinan waktu, pada H-7 atau lebih awal, karena sudah banyak masyarakat yang mencuri start dan pulang kampung lebih awal.

Selain itu, Kemenhub juga akan mengkaji opsi pemberian penghargaan bagi masyarakat yang tidak mudik. Selain itu sanksi bagi masyarakat yang nekat pulang kampung. Hal ini diberlakukan agar masyarakat patuhi imbauan dan aturan yang berlaku.

"Saya usul ke Kemenko Maritim dan Investasi, untuk libatkan Pemprov DKI dan Kementerian Sosial itu untuk adanya reward and punishment. Kalau yang mudik, dapat punishment apa, kalau yang enggak mudik apakah dapat bantuan," kata dia.

4 dari 4 halaman

Insentif untuk yang Tak Mudik

Agar perantau tidak mudik lebih dulu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan agar memberikan jaringan pengaman sosial. Jadi ada jaminan kebutuhan dasar selama menjalani physical distancing atau jaga jarak.

"Kami meminta kepada gugus tugas untuk memberikan jarring pengaman sosial. Ada jaminan kebutuhan dasar selama menjalani social atau psychal distancing," ujar dia.

Sementara itu, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, mengusulkan agar pemerintah mengalihkan anggaran program mudik gratis ke bantuan Lebaran.

"Anggaran mudik gratis dapat dialihkan kepada pemudik dalam bentuk voucher bantuan sembako Lebaran," kata dia dalam keterangan tertulis, seperti dikutip dari Antara.

Ia menuturkan, voucher itu dipriotaskan kepada masyarakat yang telah mengikuti dan mendaftar program mudik gratis tahun lalu.

"Data pemudik gratis itu masih ada dan bisa digunakan untuk pemberian bantuan itu. Pemerintah dapat bekerja sama dengan pengusaha minimarket, sehingga voucher itu mudah ditukarkan ke minimarket terdekat," kata dia.

Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi mengatakan, jika pemerintah meminta atau mengimbau masyarakat terutama para perantau untuk tidak mudik, itu dianggap hal berat.  

"Ada sesuatu yang dirasa kurang maknanya itu tidak sekuat kalau secara fisik mereka bertemu saat Lebaran," ujar dia.

Akan tetapi, karena kondisi penularan virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19 sedang merebak diharapkan setiap orang dapat memahami. Sigit pun menyarankan agar pemerintah membuat suatu kebijakan pemberian insentif khusus pascalebaran kepada para perantau yang belum sempat mudik saat Lebaran 2020.

Ia menilai langkah pemerintah mengeluarkan imbauan untuk membatalkan mudik termasuk mudik gratis BUMN untuk mencegah penyebaran COVID-19 sudah tepat.

Hal ini mengingat tingkat penularan virus itu cukup cepat dan masif. Oleh karena itu, salah satu cara terbaik memutus mata rantai penularan dengan membuat jarak fisik termasuk imbauan larangan mudik.

Antisipasi Nyadran

Sementara itu Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan pemerintah pusat dan daerah perlu memikirkan jalan keluar terkait pelaksanaan tradisi Nyadran menjelang Ramadan 2020 di tengah wabah Covid-19 di Indonesia. Tradisi Nyadran memiliki nilai adiluhung. Nyadran juga wujud relasi antara manusia, leluhur, alam, dan Tuhan.

"Untuk itu perlu antisipasi dengan koordinasi baik antar pemerintah pusat dan daerah di tengah wabah Covid 19 ini karena biasanya ada mobilitas tinggi dari perkotaan ke pedesaan," ujar Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Masyarakat Indonesia memiliki tradisi Nyadran, yang merupakan rangkaian budaya berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur, biasanya dilakukan sejak sebulan hingga satu hari menjelang Ramadan. Mengantisipasi potensi penyebaran Covid 19, menurut Lestari, kegiatan Nyadran ini perlu menjadi perhatian semua pihak baik pemerintah pusat dan daerah.

Tanpa mengabaikan tradisi kultural, menurut dia, perlu dipikirkan cara-cara melestarikan tradisi Nyadran . Salah satu jalan keluar, dengan lebih melibatkan kerabat dan tenaga lokal. Dengan demikian, akan meminimalisir risiko penyebaran lewat pergerakan masyarakat dari episentrum wabah Covid 19 ke pelosok pedesaan.

"Antisipasi dan solusi menjelang masa Nyadran ini harus segera dipikirkan, dan dilakukan sosialisasinya," ujarnya.

(Athika Rahma, Muhammad Radityo)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.