Sukses

Kematian Tragis Raja Rimba di Sumatra Utara

Konflik antara manusia dengan hewan terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Tidak hanya dikarenakan oleh perburuan liar, persoalan lahan akibat habitat hewan terganggu, bahkan rasa ketakutan warga berimbas pada tindakan.

Liputan6.com, Medan - Konflik antara manusia dengan hewan terus terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Tidak hanya dikarenakan oleh perburuan liar, persoalan lahan akibat habitat hewan terganggu, bahkan rasa ketakutan warga berimbas pada tindakan.

Dua tahun lalu, tepatnya 4 Maret 2018, seekor harimau sumatera tewas mengenaskan di Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut). Hewan langka itu tewas ditombak.

Sebelum tewas ditombak, hewan buas itu awalnya sempat terlihat oleh warga masuk ke salah satu kolong rumah. Warga sempat melaporkannya ke Kepala Desa (Kades) Bangkelang, laporan ditindaklanjuti ke Polsek Batang Natal.

"Polsek Batang Natal menurunkan beberapa personel untuk membantu warga menangkap harimau," kata Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Sumut kala itu, Rina Sari Ginting.

Personel kepolisian yang tiba di lokasi melihat seekor harimau telah terkepung oleh warga. Mengantisipasi adanya penyerangan harimau, pihak kepolisian menghubungi petugas Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Madina.

Saat menunggu kedatangan petugas TNBG dan BKSDA, harimau yang merasa tertekan akibat kepungan warga keluar dari kolong rumah. Warga yang merasa mendapat serangan, melakukan penombakan terhadap harimau tersebut.

Merasa diserang, harimau tersebut menyerang balik warga. Kondisi semakin tidak terkendali, bahkan warga yang merasa diserang hewan buas itu terus melakukan penombakan berkali-kali ke arah tubuh hewan dengan nama latin Phantera tigris sumatrae hingga tewas.

Bahkan, guna memastikan harimau sudah mati atau belum, personel Polsek Batang Natal melakukan penembakan satu kali ke tubuh harimau. Tubuh harimau yang telah mati tersebut kemudian dibawa ke salah satu tempat, oleh warga setempat disebut sopo. Di situ, bangkai harimau diikat dan digantung.

Tidak lama kemudian, bangkai harimau diserahkan kepada petugas TNBG dan BKSDA Kabupaten Madina. TNBG dan BKSDA Bersama Polres Madina, selanjutnya memusnahkan bangkai sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) BKSDA.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengakuan Warga

Pengakuan seorang warga bernama Dirmin pada saat itu, harimau tersebut diduga telah melakukan penyerangan terhadap seorang warga di Desa Hatupangan. Peristiwa penyerangan terjadi pada 16 Februari 2018, sehingga terluka.

Merasa takut, warga sempat tidak berani ke ladang akibat harimau sering berkeliaran di kawasan tempat tinggal mereka. Warga juga sempat menemukan jejak harimau di dekat bangunan salah satu sekolah dasar.

"Terkait penemuan jejak harimau, murid SD sempat diliburkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan bersama," ungkap Dirmin.

Tidak hanya warga Desa Hatupangan, warga Desa Aek Nangali juga sempat merasa takut dengan kemunculan harimau di lingkungan mereka. Sebab, pada 28 Februari 2018, seluruh murid SMPN 2 Batang Natal dipulangkan secara mendadak ke rumah masing-masing, karena ada yang melihat seekor harimau.

Dugaan warga kala itu, hewan buas tersebut turun gunung kemudian masuk ke permukiman mereka dikarenakan habitatnya yang telah rusak oleh tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.

Selain di Kabupaten Mandailing Natal, seekor harimau sumatera diperkirakan berusia 5 hingga 6 tahun mati setelah masuk ke perkampungan warga di Dusun Indah, Desa Terang Bulan, Kecamatan Aek Natas, Labuhan Batu Utara pada Mei 2017.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Kisaran BKSDA Sumut saat itu, Zainuddin menyebut, harimau tewas setelah ditombak oleh warga yang merasa takut karena terancam ternak-ternak yang dimiliki dikejar-kejar sang Raja Rimba.

Harimau malang itu diduga sudah terlihat di kampung tersebut selama dua hari, 24 Mei hingga 25 Mei 2017, sehingga warga berjaga-jaga. Setelah harimau mati ditombak, bangkainya sempat dikubur masyarakat.

Ironisnya, beberapa bagian tubuh satwa malang itu hilang. Saat petugas berwenang ingin mengambilnya, terjadi perdebatan alot dengan warga setempat. Warga juga sempat dibuatkan acara adat.

"Warga minta buat adat, kita tidak punya biaya. Kita tegaskan ke mereka, harimau dilindungi undang-undang, baik mati maupun hidup," terang Zainuddin kepada warga saat itu.

 

3 dari 3 halaman

Daging Harimau Dibagi-bagikan

Perdebatan itu membuat Kapolsek Aek Natas dan Danramil turun ke lokasi. Dilakukan negosiasi hingga akhirnya petugas dapat membongkar kuburan harimau dengan membuat serah terima untuk membawa bangkainya ke Mapolsek Aek Natas.

"Amatan kita, harimau yang tewas ini tidak pernah mengganggu manusia. Hanya bebek dan ayam warga yang dimakannya. Warga diduga membunuh harimau karena takut," terang Zainuddin.

Pada 2016, seekor harimau tewas setelah masuk perangkap jerat babi yang dipasang masyarakat di Desa Silantom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, 7 Maret. Sebelumnya BBKSDA Sumut menyebut, menerima informasi adanya satwa harimau sumatera dalam keadaan hidup yang terjerat di ladang warga.

Pihak Resort Cagar Alam Dolok Saut kemudian langsung menuju lokasi. Sesampainya di lokasi, harimau tersebut sudah mati dan berada di halaman rumah seorang warga. Ketika petugas meminta bangkai harimau tersebut untuk dibawa ke kantor BBKSDA Sumut, masyarakat menolak keras dan mereka berniat membagi-bagikan daging harimau.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III saat itu, Octo Manik, bersama Polsek Pangaribuan dan Babinsa mengaku pernah menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa harimau adalah satwa yang dilindungi.

"Kita juga sudah menawarkan kepada masyarakat berupa ternak sebagai pengganti harimau agar jangan dipotong. Tetapi masyarakat tetap bersikeras untuk memotong," ungkapnya, 9 Maret 2016.

Harimau tersebut dipotong-potong dan dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Pihaknya kemudian meminta Kepala Desa membuat daftar nama masyarakat yang menerima daging harimau, lalu mengambil dua bagian kulit harimau untuk dijadikan barang bukti.

"Masyarakat menyebut, ini sudah menjadi tradisi. Kalau dapat tangkapan akan dibagi-bagikan kepada anggota masyarakat. Kalau tradisi? Sejak kapan?" sebut Octo bingung. 

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.