Sukses

Pertahanan Terakhir Warga Banyuwangi Menjaga Bukit Tumpang Pitu

Perwakilan warga Dusun Pancer masih setia menunggu Presiden Joko Widodo untuk mengadukan nasib warga yang makin terdesak tambang emas.

Liputan6.com, Bogor - Perluasan tambang emas di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur hingga kini belum mendapat restu dari masyarakat setempat.

Perwakilan warga Dusun Pancer masih setia menunggu di Kota Bogor dengan harapan bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tujuan kedatangan mereka untuk mengadukan nasib warga dan mendesak menerbitkan sertipikat tanah sesuai yang dijanjikan Jokowi pada saat kampanye.

Mereka tidak rela jika mata pencaharian dan tempat tinggalnya yang berada di pesisir pantai dan sudah dihuni sejak tahun 1974 dirampas korporasi.

Sekitar dua bulan silam, warga Dusun Pancer mendapatkan informasi bahwa pihak perusahaan akan memperluas area penambangan emas hingga yang lokasinya sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk.

Sementara kawasan perbukitan Lompongan Genderuwo dan Bukit Salakan merupakan jalur evakuasi bencana tsunami serta sumber mata air warga. Tak hanya menghilangkan jalur evakuasi dan daerah resapan, warga juga khawatir pemukiman penduduk lambat laun tergeser kemudian hilang dari peta Banyuwangi seiring adanya perluasan area penambangan emas.

Sejumlah warga setempat kemudian berkumpul dan berembuk untuk mengadukan hal ini kepada Presiden RI sekaligus menagih janji kampanyenya yang akan menerbitkan sertipikat untuk warga Dusun Pancer.

Pada 29 November 2019, keenam orang itu berangkat dari Banyuwangi berangkat menuju Kota Bogor untuk menemui Jokowi di Istana Bogor.

Mereka akhirnya tiba di kota hujan setelah menempuh perjalanan selama 2 hari dengan cara mengompreng bus. Keenam orang itu langsung menuju depan Istana Bogor dengan harapan bisa bertemu langsung dengan Jokowi saat keliling sambil menyapa warga di sekitar istana di akhir pekan.

Namun seorang perempuan dan lima laki-laki itu belum berhasil menemui orang nomor satu di Indonesia ini. Saat ini, keenam orang itu tetap akan bertahan sampai tujuannya tercapai.

"Kami akan tetap bertahan hingga aspirasi kami sampai langsung ke Jokowi," kata Miswati, warga Dusun Pancer saat ditemui Liputan6.com di Taman Ekspresi, Kota Bogor, Senin (2/12/209).

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harapan Warga

Gito Rolis, warga Dusun Pancer lainnya mengungkapkan, berdasarkan sejarahnya, tanah seluas 29,2 ribu hektare yang kini dihuni sekitar 3.000 kepala keluarga atau kurang lebih 6.000 jiwa merupakan milik Perhutani.

Lahan tersebut sudah ditempati warga sejak tahun 1974. Bahkan ada yang sudah jauh sebelumnya. Pada 1994, Desa Sumberagung dilanda bencana tsunami. Ribuan rumah di Dusun Pancer misalnya, hancur disapu gelombang tsunami.

Kala itu, Presiden Soeharto langsung meninjau lokasi dan membangun kembali rumah-rumah warga yang hancur dihantam tsunami. Perbukitan Salakan, Gondorewo dan Lompongan yang dekat dengan pemukiman warga ditetapkan sebagai jalur evakuasi.

"Kami mendapat bantuan rehabilitasi rumah dari Pak Soeharto termasuk mempersilahkan warga menempati lahan itu untuk dihuni," kata dia.

Sekitar tahun 2015, PT Bumi Suksesindo membangun pertambangan emas setelah mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah daerah. Saat proses pembangunan fasilitas tambang, warga sempat melakukan aksi penolakan karena dikhawatirkan berdampak negatif bagi lingkungan sekitar.

"Kami tidak berdaya. Kami dibenturkan dengan aparat. Sejak beroperasi, tidak ada perhatiannya sama masyarakat, sosialisasi kepada warga terdampak pun tidak ada," ucap Gito Rolis.

Kini, kekhawatiran warga terus berlanjut, pihak perusahaan akan memperluas area penambangan dari kawasan Tumpak Pitu ke Salakan, Gondorewo dan Lompongan yang dijadikan sebagai jalur evakuasi warga Dusun Pancer.

"Bila bukit-bukit itu dieksploitasi tidak ada akan ada lagi penahan gelombang besar saat terjadi tsunami. Bukit itu ibarat tanggul," kata dia.

Bukan hanya itu, sumur yang menjadi sumber mata air satu-satunya warga Dusun Pancer terus menyusut. Serangan penyakit kulit menghantui warga. Bahkan, suara ledakan kerap terdengar di siang bolong sehingga sangat mengganggu kenyamanan warga.

"Dampak lingkungan sekarang mulai terasa. Ikan laut banyak yang mati," terangnya.

Saat ini, warga Dusun Pancer hanya bisa berharap Jokowi bisa segera menerbitkan sertipikat tanah sehingga masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan ini bisa mempertahankan tanah yang sudah ditempatinya sejak puluhan tahun silam.

"Semoga Pak Jokowi mendengar jeritan kami," kata dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.