Sukses

Morito dan Dua Pelayan di Rashomon, Kisah Pertemuan Manusia di Tengah Bencana

Drama ini mengangkat kisah seorang lelaki bernama Morito yang berteduh dan mengeluh di bawah reruntuhan Rashomon.

Liputan6.com, Bandung - Kegelapan menyelimuti panggung dengan suara lantunan musik kecapi. Tiba-tiba setitik cahaya muncul di atas panggung menyorot sesosok wanita berkimono putih. Sang wanita bernama Kesa itu menari-nari seiring alunan musik dan lampu menyala yang terus menyoroti derap langkahnya.

"Bukankah guci yang pecah tak perlu diperbaiki? Tapi kita perlu membersihkannya agar tak ada yang terluka," kata Kesa.

Tak lama muncul kemudian sesosok lelaki disorot lampu nampak sedang berdiri. Pria bernama Morito itu berdiri gemetaran seakan kedinginan. Dia berkata, "Apa yang tidak diketahui orang-orang di masa bencana seperti ini? Semua orang membutuhkan hiburan, cerita, dan semua begitu mudah didapatkan".

Itulah sekilas gambaran pementasan teater Morito dan Dua Pelayan di Rashomon yang dipentaskan oleh Jalan Teater di Institut Français d'Indonesie, Kota Bandung, Sabtu (19/10/2019).

Penulis naskah dan sutradara pementasan lakon, Zulfa Nasrulloh mengatakan, drama ini mengangkat kisah seorang lelaki bernama Morito yang berteduh dan mengeluh di bawah reruntuhan Rashomon. Di tengah kepungan hujan, Morito menyesali janjinya pada seorang perempuan bernama Kesa, kekasih gelapnya.

Zulfa melanjutkan, Kesa tak bisa hidup dengan dua lelaki di dalam hidupnya, hingga Morito pun berjanji akan membunuh suaminya. Namun akhirnya Morito ragu dengan keputusannya untuk membunuh lelaki yang sama sekali tak ia benci untuk perempuan yang juga tak begitu ia cintai.

Kegundahan Morito kemudian dibagikan pada dua pelayan yang juga sedang berteduh di Rashomon. Mereka baru saja dipecat oleh majikannya.

Sambil menunggu hujan reda, ketiganya berbincang tentang bencana yang menghancurkan kota, kisah perampokan pada seorang nenek tua, perselingkuhan, dan suatu rencana pembunuhan yang rupanya menghubungkan mereka. Ketiganya berbagi api, saling curiga, bercerita, dan bernegosiasi untuk selamat dari malam yang makin kelam di bawah reruntuhan Rashomon.

"Morito dan Dua Pelayan di Rashomon adalah naskah yang dibuat karena terinspirasi kumpulan cerpen Rashomon (1915) karya Ryunosuke Akutagawa. Kami menemukan bagaimana suatu moral bergeser karena bencana," kata Zulfa.

Dia menjelaskan, kumpulan cerpen tersebut pernah diadaptasi dalam bentuk film Rashomon karya Akira Kurosawa.

"Pada film itu kami menemukan cara bercerita yang baik dalam mengungkap cara pandang Akutagawa tentang moral masyarakat Jepang periode Heian (1400M). Naskah drama ini dibuat sebagai variasi lain dari mengolah gagasan Akutagawa tentang manusia dan bencana," ucap Zulfa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kombinasi Dua Cerpen

Naskah Morito dan Dua Pelayan di Rashomon (2014) sendiri pernah dipentaskan dalam acara Japan Foundation di Jakarta, bersama Jalan Teater. Hanya saja, pada pementasan di Bandung kali ini pengisi lakonnya berbeda.

Menurut Zulfa, pementasan ini terinspirasi dari dua cerpen Akutagawa yang mengolah persoalan moral yakni cerpen Kesa dan Morito dan Rashomon. Meminjam cara bercerita Akira Kurosawa, dua cerpen ini dikembangkan setiap tokohnya dan dipertemukan dalam satu cerita baru, yakni satu latar tempat dan waktu yang sama.

Namun tokoh-tokoh tersebut hidup dalam problema sosial Jepang masa kehancuran Kyoto. Latar sosial dan budaya di dalam pertunjukan ini dipertahankan sebagai pondasi cerita.

"Pertunjukan ini menghadirkan potret moral manusia di tengah bencana alam dan bencana manusia. Adapun bentuk pertunjukan dikembangkan dan disesuaikan dengan alam resepsi publik hari ini. Melalui tafsir tentang bagaimana moralitas tokoh-tokoh di zaman itu, dibangunlah suatu pertunjukan yang memaparkan moralitas manusia yang terus bergeser akibat bencana dan relevansinya dengan persoalan hari ini," kata Zulfa.

Dia menambahkan, fenomena alam dan perubahan sosial kini begitu rentan jadi bencana. Maka pertunjukan berupaya mengeksplorasi tafsir lain dari bencana tersebut.

"Sehingga nampak lapisan persoalan tentang bencana sebagai fenomena alam, pergeseran moral, perubahan sosial, dan tafsir lainnya," katanya.

Zulfa Nasrulloh, lahir di Bandung, 21 Januari 1993. Naskah drama pertamanya Ber(c)i(n)ta (2014) dipentaskan Mainteater di PPH Usmar Ismail Jakarta dalam rangkaian HUT Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang ke-20.

Selain itu, naskah dramanya berjudul Petualangan Ken Arok (2015) pernah dipentaskan di Museum Nasional Jakarta. Zulfa berencana mementaskan drama Morito ini ke Jakarta dan Tasikmalaya.

"Pementasan ini dilaksanakan di tiga kota. Jakarta dan Tasikmalaya itu akan digelar November dan Desember," ujarnya.

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.