Sukses

Sungai Tohor, dari Pengekspor Asap Menjadi Pengekspor Sagu ke Malaysia

Dulunya dikenal sebagai penghasil kabut asap, kini Desa Sungai Tohor berubah menjadi penghasil sagu terbesar di Riau bahkan sudah diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Liputan6.com, Meranti- Sungai Tohor termasuk pulau terdepan di Indonesia karena dekat dengan Selat Malaka, Malaysia. Berada di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, dulunya desa ini menjadi penyumbang kabut asap terbanyak bahkan sampai ke negeri jiran tersebut.

Ribuan hektare gambut di sana terbakar hebat dari awal hingga pertengahan 2014. Ada unsur kesengajaan karena masyarakat bercocok tanam sagu dan membakar untuk membuka lahan. Sumbangan kabut asap kala itu melumpuhkan Riau.

Aktivitas pendidikan dihentikan sementara. Banyak warga, baik itu di Pekanbaru ataupun kabupaten lainnya mengungsi ke provinsi tetangga agar tak terserang bahaya penyakit pernapasan akut.

Namun kini, daerah yang dihuni ribuan kepala keluarga ini merubah kebiasaannya membakar lahan sebelum berkebun. Kebasahan gambut dijaga dengan membangun belasan sekat kanal agar air laut tak masuk ke daratan.

"Air tidak kering lagi karena sekat kanal bisa membasahi gambut. Pola pikir masyarakat juga berubah dalam menanam sagu," kata penggiat lingkungan di Desa Tohor, Abdul Manan, kepada Liputan6.com, Jum'at siang, 2 Agustus 2019.

Abdul menjelaskan, sagu merupakan tanaman pemberi kehidupan bagi masyarakat desa. Setiap warga punya sekitar dua hektare lahan yang hanya ditanami sagu.

Di sekitar lahan ada kanal dengan belasan sekat, termasuk sebuah embung permanen sebagai cadangan ketika sumber air mengering. Kanal ini membuat dasar gambut basah sehingga tak kering meskipun musim kemarau.

"Ada satu yang dibeton sekat kanalnya karena lebih tahan, ada juga sebelas sekat kanal dari kayu. Semuanya dibangun tahun 2014, saat itu dapat bantuan dari Presiden Joko Widodo," kata Abdul.

Sekat kanal hampir sama cara kerjanya dengan sistem irigasi. Air dari kanal akan keluar jika sudah melebihi ambang batas dan tertahan jika debit air mulai berkurang karena hujan jarang turun.

"Diberlakukan sistem buka tutup juga, nanti semuanya akan dibeton karena lebih tahan lama," sebut Abdul.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ratusan Olahan Sagu

Sejak sadar bahaya membakar dan menjaga kebasahan gambut, perkebunan sagu di sana kian maju. Tual-tual sagu tiap harinya tak berhenti dialirkan ke kanal lalu diolah masyarakat setempat.

Tak hanya dijadikan mie ataupun tepung bahkan gula sagu, Desa Tohor kini mampu mengekspor 700 ton olahan mentah sagu ke Malaysia dan Singapura tiap bulannya. Ekspor mudah dilakukan karena kedua negara jiran itu sangat dekat secara geografis.

"Itu perbulan ya, sagu basah hasil penggilingan ke Malaysia dan Singapura. Kalau olahan sendiri itu ada 300 lebih, ada kerupuk sagu juga dan sagu telor (pilus)," terang Camat Tebing Tinggi Timur Rayan Pribadi SH.

Rayan menjelaskan, di daerahnya ada 16 kilang sagu. Jumlah itu akan ditambah lagi dan juga tengah dipersiapkan pabrik hilirisasi sagu. Rencana akan diolah 10 ton sagu per hari jika pabrik itu selesai.

Menurut Rayan, hampir semua penduduk di daerahnya bercocok tanam. Luasan lahan bervariasi, ada yang dua hektare atau lebih hingga 10 hektare dan diolah tanpa membakar lahan.

"Alhamdulillah sejak tahun 2014 itu gak ada kebakaran lagi. Kalau dulu parah sekali hingga Presiden Joko Widodo datang ke sini meninjau kebakaran," sebut Rayan.

Hasil tinjauan Joko Widodo ini merupakan cikal bakal terbentuknya Badan Restorasi Gambut. Presiden risau dengan keadaan gambut di Riau dan daerah lainnya hingga dibentuk badan yang merestorasi serta membuat sekat kanal pembasah gambut.

"Pas pulang dari sinilah tercetus BRG ini, dari Sungai Tohor lah awalnya. Sekarang jadi percontohan pengelolaan gambut," ucap Rayan.

3 dari 3 halaman

Percontohan

Kesadaran masyarakat Desa Tohor ini mendapat perhatian dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen Doni Monardo. Usai rapat evaluasi Karhutla di Pekanbaru, dia langsung terbang ke Sungai Tohor.

"Saya berkunjung ke sini untuk menyaksikan sebuah perubahan. Dulunya masyarakat di sini sering membakar, sekarang dengan kesadaran tanpa membakar, mereka bisa mendapatkan penghasilan jauh lebih baik," jelas Doni.

Doni berharap, apa yang dilakukan masyarakat Desa Tohor ini bisa dicontoh masyarakat lainnya untuk menjaga ekosistem dan lingkungan ketika membuka lahan. Terutama menjaga kebasahan gambut dengan membuat sekat.

Menurut Doni, di desa ini sudah tiga pekan hujan tidak turun. Meski demikian, gambutnya tetap basah karena ada sekat kanal dan dipengaruhi kesadaran masyarakatnya tidak membakar.

"Nanti akan dibentuk tim agar kesadaran masyarakat di sini bisa tersebar ke daerah lain," katanya.

Sementara itu Kepala BRG Nazir Foead memaparkan, sekat kanal membuat tingkat kelembapan tanah di Desa Sungai Tohor terjaga. Akibatnya, pohon sagu tumbuh subur dan makin banyak tual yang dihasilkan sehingga menambah pendapat masyarakat.

Nazir melanjutkan, pembangunan sekat kanal akan terus dilakukan sampai ke daerah lainnya. Juga akan diupayakan membuat sekat kanal dipermanenkan dengan beton.

"Sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk budidaya perikanan," tuturnya.

Nazir mengungkapkan, BRG akan memaksimalkan upaya intervensi ke daerah bergambut untuk membangun sekat kanal. Selain itu juga membantu masyarakat sekitar lewat program revitalisasi peningkatan ekonomi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.