Sukses

Sim Salabim, Air Merah Terkontaminasi Gambut Pun Jadi Jernih Kembali

Masalah muncul ketika musim kemarau tiba.

Liputan6.com, Kubu Raya - Masyarakat Rasau Jaya Satu, Kubu Raya, Kalimantan Barat bergantung pada air hujan untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK). Sepintas tidak ada masalah, sampai musim kemarau datang.

Air hujan menipis dan perlahan habis di penampungan membuat warga harus berbondong-bondong ke sungai. Bukan masalah jika air di anak sungai Kapuas itu layak dipakai. Warnanya merah kecoklatan. Areal yang dikelilingi lahan gambut itu membuat air di sekitarnya terkontaminasi. Tak jarang kulit warga gatal-gatal, bahkan ada yang sampai sampai keputihan.

Satu bulan lalu, sekelompok mahasiswa KKN UGM datang ke kawasan ini. Warga yang didominasi para transmigran dari Jawa menyambut mereka. Layaknya kebanyakan mahasiswa KKN datang ke daerah, mahasiswa dari UGM ini pun dimintai tolong Kepala Puskesmas Rasau Jaya Satu untuk memberikan solusi.

"Puskesmas juga pakai air sungai untuk mencuci, masa puskesmas airnya tidak sehat," ujar Neisya Isni Belqisti, mahasiswi Fakultas Teknik UGM sekaligus koordinator pembuatan instalasi penjernih air di Rasau Jaya Satu, Sabtu (27/7/2019).

Ia bersama dengan teman-temannya mulai meneliti kandungan air sungai itu. Total suspended solid (TSS) air sungai mencapai 232 miligram per liter. TSS meliputi, lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. Sedangkan pH air berada di kisaran tiga sampai empat yang berarti keasaman air tinggi. Sekadar perbandingan, kandungan TSS air yang bisa dikonsumsi sekitar 10 sampai 20 miligram per liter dengan pH tujuh.

Mahasiswa KKN UGM pun berusaha menghadirkan solusi dengan membuat instalasi penjernih air yang dapat menurunkan kadar TSS menjadi 68 miligram per liter dengan PH di kisaran enam sampai 6,5. Neisya mengakui instalasi ini hanya untuk menjernihkan air sehingga layak untuk MCK, bukan untuk dikonsumsi.

"Kami mau mengecek air supaya bisa diketahui layak atau tidaknya dikonsumsi, tetapi alatnya tidak ada," ucapnya.

Alat penjernih air ini dibuat secara sederhana, sehingga masyarakat bisa membuat sendiri dan biayanya juga terjangkau. Instalasi penjernih air ini terdiri dari dua buah tabung berkapasitas 1,5 liter dan dua buah bak atau tandon air bervolume 500 liter dan 1.000 liter yang terhubung dengan selang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cara Kerja Instalasi Penjernih Air

Neisya menyebutkan tiga proses utama yang terjadi pada pemurnian air, yakni koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Langkah pertama, air sungai dipompa dan dialirkan melewati klorin atau kaporit yang berfungsi membunuh bakteri. Setelah itu, air ditampung ke dalam tandon dan dilakukan koagulasi atau penggumpalan.

Dalam proses ini, air ditambahkan pH up dan Poly Aluminium Chloride (PAC). Fungsi pH up untuk menaikkan pH air sungai dari tiga sampai empat menjadi delapan sampai sembilan, sedangkan PAC untuk menggumpalkan padatan yang terlarut di air sungai.

Kemudian, air diaduk cepat selama satu menit dan padatan terlarut akan menggumpal menjadi partikel yang lebih besar sehingga bisa diendapkan.

Setelah koagulasi, lalu proses sedimentasi atau pengendapan. Air di dalam tandon itu didiamkan selama 30 sampai 45 menit sampai padatan turun ke dasar secara sempurna. Endapan yang terbentuk harus dibuang agar tidak mempengaruhi proses koagulasi selanjutnya.

Terakhir, filtrasi berupa endapan yang masih tersisa di dalam air. Hasil filtrasi ditampung di tangki penyimpanan atau tandon kedua dan bisa disalurkan ke sejumlah kamar mandi.

 

3 dari 3 halaman

Biaya Terjangkau

Neisya menyebutkan pembuatan instalasi ini hanya memakan biaya Rp 1,6 juta, belum termasuk pompa air. Ia memperkirakan jika membeli pompa air baru, maka biaya yang dibutuhkan berkisar Rp 2 juta.

Pembuatan instalasi ini berkisar tiga sampai empat hari dan mereka berencana untuk memberi pelatihan cara merawat instalasi kepada petugas puskesmas. Ia menilai perawatan sangat mudah karena hanya menambahkan klorin dan mengganti filter.

Kertas nano filter diganti saat sudah banyak padatan yang terambil atau sudah jenuh. Harga kertas nano filter sekitar Rp 15.000.

Desinfektan klorin yang dijual seharga Rp 160.000 per bungkus bisa digunakan dua sampai tiga bulan, tergantung pemakaian. Satu bungkus terdiri dari 32 butir dan setiap kali penambahan hanya memasukkan dua sampai tiga butir.

"Setelah Rasau Jaya Satu, kami juga berencana membuat alat ini di Rasau Jaya Tiga," kata Neisya.

Simak video pilihan berikut:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.