Sukses

Krisis Air Bersih Mulai Melanda Lereng Gunung Slamet, Kok Bisa?

Lazimnya, lereng Gunung Slamet kaya sumber mata air. Ironisnya, di antara desa-desa yang sudah mengalami krisis air bersih di Purbalinngga ada sejumlah desa yang berada di lereng Gunung Slamet

Liputan6.com, Purbalingga - Dampak kemarau panjang berupa kekeringan dan krisis air bersih terjadi di berbagai daerah, tak terkecuali di Purbalingga, Jawa Tengah. Bahkan, hingga awal dasarian ketiga Juli 2019 ini, bantuan air bersih yang sudah dikirimkan mencapai 357 tangki.

Dari jumlah itu, 290 tangki di antaranya berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Adapun sisanya, 67 tangki, adalah bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) Palang Merah Indonesia (PMI) Purbalingga.

Ini adalah jumlah yang tinggi. Sebab, di Purbalingga, baru ada 34 desa di 13 kecamatan yang mengalami krisis air bersih.

Bahkan dibanding kabupaten lainnya, seperti Banyumas atau Cilacap, Purbalingga adalah wilayah yang realisasi pengiriman air bersihnya tertinggi hingga saat ini.

Jumlah desa yang terdampak krisis air bersih itu baru separuh dari tahun lalu. Pada 2018, sebanyak 75 desa di 15 kecamatan mengalami krisis air bersih.

Diperkirakan, jumlah desa yang mengajukan bantuan air bersih akan bertambah banyak seturut kemarau panjang ini. Kini, tiap tangki air mengirimkan antara dua hingga tujuh kali.

“Kita punya enam armada. Banyaknya pengiriman tergantung kepada jauh dekatnya dengan sumber air. Semua pakai sumber air PDAM,” ucap Kelapa Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Purbalingga, Muhsoni, Rabu, 24 Juli 2019.

Lazimnya, lereng Gunung Slamet kaya sumber mata air. Ironisnya, di antara desa-desa yang sudah mengalami krisis air bersih, ada pula sejumlah desa yang berada di lereng Gunung Slamet.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alih Fungsi Lahan Memicu Krisis Air Bersih

Belasan ribu mata air ada di kaki-kaki Gunung Slamet. Ratusan ribu orang mengandalkan mata air di Lereng Gunung Slamet yang berselimut hutan lindung.

Tetapi, nyatanya ada desa di Lereng Gunung Slamet yang mengalami krisis air bersih. Misalnya, desa di Kecamatan Kutasari, seperti Karangcegak, Karangjengkol, Candiwulan, dan Candinata.

“Jadi mata airnya di bawah. Desa yang mengalami krisis air bersih ada di atasnya,” Muhsoni menggungkapkan.

Namun begitu, ia menengarai krisis air bersih juga dipicu oleh konversi lahan, baik di perkebunan penduduk maupun kawasan hutan. Alih fungsi kebun dan hutan membuat dampak kemarau meluas.

Kini lahan pertanian lebih banyak ditanami komoditas musiman yang tak bisa menyimpan cadangan air pada musim kemarau. Adapun di hutan, ada perubahan jenis tanaman keras.

“Kalau di hutan, dari tanaman jati, kemudian ke pinus. Kemudian ganti lagi dengan tanaman yang daya simpan airnya tidak baik. Tetap itu ada pengaruhnya,” dia mengungkapkan.

Tanpa naungan dan pohon yang bisa menyimpan air, mata berkurang debitnya. Akibatnya, wilayah yang berada di lereng Gunung Slamet pun terdampak kemarau panjang dan mengalami krisis air bersih.

“Volume air mencapai 1.686.000 ribu liter untuk untuk 1.458 keluarga yang terdiri dari 5.446 jiwa,” dia menerangkan.

3 dari 3 halaman

Penanganan Jangka Panjang

Meski jumlah desa yang terdampak air bersih di Purbalingga bukan yang terbanyak di kawasan Banyumas Raya, dia mengklaim jumlah bantuan air bersih yang terkirim lebih banyak dari daerah lainnya. Itu adalah bentuk perhatian Pemkab dan pihak lainnya, agar warga Purbalingga terbantu.

Dia juga mengungkapkan, pada 2018 Kabupaten Purbalingga juga merupakan kabupaten yang realisasi bantuan air bersihnya terbanyak di Jawa Tengah. Pada 2018 BPBD Purbalingga mengirimkan sebanyak 3.018 tangki untuk 75 Desa di 15 kecamatan.

Sebanyak 6.781 keluarga dan 25.599 jiwa terjangkau oleh program bantuan air bersih ini. Kecamatan terbanyak yang mendapatkan droping air bersih saat itu adalah Kecamatan Kejobong dengan jumlah 839 tangki.

“Itu saja kami masih dikejar-kejar. Dimarahi oleh masyarakat,” dia menuturkan.

Tahun ini, Muhsoni memperkirakan jumlah desa yang mengalami krisis air bersih kurang lebih sama dengan tahun lalu. Namun, ada kemungkinan pula berkurang lantaran ada program pipanisasi di sejumlah desa.

“Di Kutabawa, itu kan ada program pipanisasi. Kemudian ada perluasan jaringan PDAM, sumur bor,” ucapnya.

Untuk mengurangi dampak air bersih, BPBD berkoordinasi dengan dinas terkait lainnya untuk penanganan jangka panjang. Salah satunya yakni pembangunan sumur dalam dan pipanisasi.

Pemerintah juga tak henti mensosisialisasikan agar warga tak hanya bertani tanaman musiman. Tanaman keras yang bisa menyimpan air bisa ditanam di lokasi-lokasi tertentu yang tak mengganggu tanaman musiman.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.