Sukses

Mengungkap Motif Ibu Terjun ke Sungai Serayu sambil Menggendong Bayinya

Yang membuat terenyuh, wanita ini terjun ke sungai bersama bayi dalam gendongannya.

Liputan6.com, Cilacap - Seorang wanita asal Kecamatan Maos, Cilacap, berinisial SP (32 th) diduga bunuh diri dengan terjun dari jembatan Sungai Serayu perbatasan Maos-Kesugihan, Sabtu, 27 April lalu. Yang membuat terenyuh, wanita ini terjun ke sungai bersama bayi dalam gendongannya.

Ada dugaan, wanita ini mengalami baby blues syndrome, sebuah sindrom yang dialami sebagian wanita usai melahirkan. Pasalnya, sebelum peristiwa ini terjadi, SP diketahui lebih murung dari biasanya.

Bayi yang turut menjadi korban bunuh diri ibunya ini adalah anak kedua SP dengan suaminya yang kedua. Namanya Yunus, berusia 4 bulan.

Sebelum melahirkan Yunus, SP boyong dari tempat tinggalnya dengan suaminya di Cilacap ke rumah orang tuanya, di Desa Karangreja, Maos.

Di sini lah ia melahirkan bayinya. Tetapi, usai melahirkan, diduga Septiana mengalami baby blues syndrome.

Kesaksian sejumlah tetangganya, SP terkadang pergi tanpa tujuan jelas bersama dengan bayinya.

Sabtu, 27 April 2019, SP menumpang bus dan turun di dekat jembatan Sungai Serayu. Tanpa diduga, SP terjun dari atas jembatan.

Pencarian pun langsung dilakukan. Akhirnya, jenazah SP ditemukan pada Sabtu petang sekitar dua kilometer arah hilir dari lokasi kejadian perkara (LKP). Akan tetapi, bayi nahas yang turut menjadi korban bunuh diri ibunya itu belum ditemukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perubahan Perilaku Ibu Usai Melahirkan

Badan Search and Rescue (Basarnas) bersama dengan sejumlah potensi SAR lainnya terus mencari keberadaan bayi nahas ini. Akhirnya, pada hari ketiga pencarian, Senin, 29 April 2019, bayi nahas ini ditemukan oleh warga. Ia pun ditemukan tak bernyawa.

Komandan Basarnas Pos SAR Cilacap, Moelwahyono mengatakan jenazah bayi itu ditemukan di dekat muara Serayu, di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Adipala, yang berjarak kurang lebih lima kilometer dari lokasi kejadian. Jenazah ini ditemukan oleh warga setempat.

"Jadi untuk bayi tadi pagi sekitar pukul 06.30 WIB, sudah ditemukan warga yang dilaporkan ke kita, Basarnas dan Polsek Kesugihan untuk melanjutkan evakuasi," dia menerangkan.

Ditemukannya bayi yang turut menjadi korban bunuh diri ibunya ini juga dibenarkan oleh Kepala Polsek Kesugihan, AKP Gunung Krido Wahono. Hasil identifikasi, jenazah bayi ini dipastikan adalah Yunus.

Jenazah lantas diserahkan kepada keluarganya. Senin siang, jenazah bayi dimakamkan di Desa Karangreja.

Soal perubahan perilaku sang ibu sebelum bunuh diri, Gunung Krido enggan menjelaskan. Sebabnya, penyelidikan belum selesai. Kepolisian masih memeriksa keluarga Septiana.

Sebab itu, belum ada kesimpulan apakah Septiana mengalami baby blues syndrome atau dugaan lainnya. Kepolisian juga masih perlu memeriksa tetangga-tetangga Septiana di Karangreja hingga petugas kesehatan.

"Kita belum bisa menyimpulkan. Karena masih pemeriksaan keluarganya," Krido menegaskan.

3 dari 4 halaman

Mengenali Gejala Baby Blues Syndrome

Dokter spesialis jiwa RSUD Banyumas, dr Hilma Paramita, Sp. Kj mengaku tak bisa memastikan apakah si ibu mengalami Baby Blues Syndrome atau diagnosa gangguan kejiwaan lainnya.

Menurut dia, diagnosis baru bisa ditegakkan dengan pemeriksaan berupa wawancara psikiatris dari pasien maupun keluarga dan pemeriksaan klinis psikiatris. Namun dari informasi yang didapatkan mungkin saja ada masalah kejiwaan yang berhubungan usai persalinan.

Hal ini terutama bila sebelumnya tidak ditemukan gangguan psikiatri. Ada juga gangguan psikiatri yang tercetus kembali saat paskapersalinan setelah sebelumnya sudah membaik. Sebab itu, perlu penelusuran apakah si ibu pernah mengalami gangguan psikiatri di masa sebelumnya.

"Kalau lihat dari dampaknya lebih mungkin karena depresi post partum atau psikosis post partum ya. Namun butuh keterangan dan pemeriksaan lebih lanjut," ucap Hilma, Senin sore.

Hilma mengemukakan, ada sejumlah gangguan psikiatri atau gangguan kejiwaan paskapersalinan, yakni baby blues syndrome, depresi paskapersalinan dan psikosis paskapersalinan. Dan baby blues syndrome belum digolongkan sebagai gangguan kejiwaan.

Gejala baby blues di antaranya, ibu menangis tanpa alasan yang jelas, ibu merasa mudah kesal, cepat merasa lelah, tidak memiliki rasa percaya diri, akan mudah tersinggung, akan sulit untuk istirahat. Dampaknya, ibu penderita baby blues enggan untuk memperhatikan bayinya.

"Intinya baby blues masih merupakan reaksi wajar ibu paskamelahirkan, belum digolongkan sebagai gangguan jiwa," katanya.

Rupanya angka insidens baby blues syndrome cukup tinggi, mencapai sekitar 50-80 persen. Namun, ibu yang mengalami gejala ini masih bisa berkegiatan sehari-hari dan perasaannya tidak seberat depresi.

4 dari 4 halaman

Waspada, Baby Blues bisa Berubah Jadi Psikosis

Menurut Hilma, yang patut diwaspadai adalah perubahan dari status baby blues syndrome ke depresi usai melahirkan dan psikosis usai melahirkan. Ini terjadi lantaran si ibu yang sudah menderita gejala tak mendapatkan penanganan tepat, atau bahkan tak mendapat dukungan keluarganya.

"Apakan bisa baby blues berubah jadi depresi atau psikotik? Ya bisa bila tidak ditangani optimal dan tidak ada perbaikan," katanya.

Depresi usai persalinan terjadi kepada sekitar 10 persen ibu bersalin. Dalam kasus ini, sudah timbul gangguan-gangguan yang menimbulkan penderitaan ibu dan mengganggu fungsi keseharian.

"Perasaan yang dominan adalah rasa sedih, tidak berdaya, rasa bersalah, hilang minat untuk pengasuhan, sulit tidur kadang terlintas ingin bunuh diri dan sebagainya," dia menjelaskan.

Terberat adalah psikosis usai persalinan yang angka kasusnya sekitar satu per seribu paskamelahirkan. Gejalanya berupa timbulnya halusinasi seperti mendengar suara yang tidak ada sumbernya, kadang merasa melihat orang-orang yang sudah meninggal dunia, merasa terancam nyawanya atau halusinasi akan ada bencana yang menimpa keluarga.

"Sehingga kadang ada beberapa kasus memutuskan untuk bunuh diri dan membunuh anak-anaknya," kata dia.

Psikosis paskamelahirkan bisa dipicu berbagai faktor. Seperti gangguan hormonal, kelelahan, adanya kerentanan psikologis sebelumnya, dukungan yang kurang dari keluarga, banyaknya masalah yang menimpa, dan lain-lain.

Sebab itu, untuk mencegahnya perlu perhatian yang cukup sejak ibu diketahui hamil. Lakukan antenatal care, periksa ke dokter bila ibu nampak gelisah, atau terlihat banyak menanggung masalah. Dengan demikian, gangguan psikologis itu dapat segera ditangani, baik dengan pemberian obat maupun dukungan psikologis.

"Baby blues paling ringan, psikosis paling berat," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.