Sukses

Melihat 17 Eks Topeng Monyet Salto Kegirangan Menuju Gunung Tilu

Belasan monyet itu akan hidup di Cagar Alam Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Liputan6.com, Bandung - Sekurangnya 17 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dulunya dipaksa memainkan atraksi topeng monyet, akhirnya kembali ke habitatnya. Belasan monyet itu pun salto kegirangan lantaran bisa hidup bebas di Cagar Alam Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pemindahan ini dilakukan oleh Jakarta Animal Aid Network (JAAN) bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar.

Ketujuh belas ekor primata itu merupakan hasil operasi yang dilakukan Dinas Sosial dan Satpol PP yang dilakukan sejak 2015. Adapun jenis kelamin monyet yaitu 9 di antaranya betina yang usianya berkisar antara 2-4 tahun. Satwa tersebut didapatkan dari Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Bogor, dan Sukabumi.

"Jumlah monyet ekor panjang yang diselamatkan sejak 2015 itu sebanyak 59 ekor. Mereka kemudian dikarantina di RS Hewan Provinsi Cikole," kata Ketua JAAN, Benfica ditemui usai pelepasliaran eks topeng monyet Jawa Barat yang digelar di halaman belakang Gedung Sate Bandung, Jumat 26 Oktober 2018.

Benfica menjelaskan, setelah dilakukan pemeriksaan medis tahap akhir dan observasi perilaku, kondisi keseluruhan monyet dinyatakan sehat. Penggabungan monyet dengan kelompoknya juga terjalin baik dan yang utama perilaku liarnya telah pulih.

"Dari 59 ekor itu, 17 di antaranya yang paling siap. Sisanya dalam proses," kata dia.

Belasan monyet juga dipastikan sudah steril. Sehingga, monyet tersebut tidak akan berkembang biak dan tak akan menyebabkan over populasi. "Masing-masing kita kasih chip biar bisa memantau keberadaan mereka," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lokasi Ideal

Sebelum proses pelepasliaran, kata Benfica, pihaknya memastikan habitat para monyet sudah memenuhi kriteria. Cagar Alam Gunung Tilu adalah lokasi yang ideal.

"Ketersediaan pakan, air, dan keberadaan predator itu syarat utamanya," ujar Benfica yang berkoordinasi dengan BBKSDA terkait lokasi lepas liar eks topeng monyet.

Cagar Alam Gunung Tilu merupakan kawasan konservasi hutan yang memiliki luas 8.000 hektare. Selain memiliki kawasan yang terlindungi, Gunung Tilu mempunyai keanekaragaman hayati yang lengkap di mana floranya melimpah dan faunanya masih lengkap.

"Kesediaan pakan, airnya melimpah dan yang paling penting kawasan Cagar Alam Gunung Tilu itu jauh dari perkampungan," imbuh Rifki Muhamad Sirojan selaku Kepala Seksi Perencanaan Perlindungan dan Pengawetan BBKSDA Jabar.

Monyet ekor panjang populasinya cukup banyak dan paling produktif. Namun ia tak khawatir jika akan adanya penambahan eks topeng monyet yang dilepasliarkan ke habitatnya.

"Di sana predatornya ada macan tutul. Hasil riset menemukan tiga makanan tertinggi macan tutul adalah lutung, monyet dan babi hutan," paparnya.

Menurut Benfica, para monyet yang telah kembali ke alamnya akan terus dipantau pergerakannya.

"Monitoring akan kita lakukan selama sebulan untuk melihat aktivitas mereka. Setelah dinyatakan bisa bertahan hidup, monitoring reguler akan kita lakukan apakah dia tinggal di kelompok itu atau tidak," kata dia.

3 dari 3 halaman

Awalnya dari Jakarta

Hasil penangkapan yang dilakukan petugas terhadap monyet yang dimanfaatkan manusia sebagai atraksi tidak serta merta berkembang di Jawa Barat.

Setiap tahun, ribuan ekor primata ditangkap dari hutan untuk diperjualbelikan. Mereka dijadikan obyek eksploitasi yang kejam oleh manusia.

Monyet ekor panjang yang masih muda atau anakan ditangkap dari hutan oleh pemburu dan dijual. Adapun yang menjadi faktor utama terjadinya perburuan dan perdagangan adalah untuk dijadikan topeng monyet, peliharaan bahkan konsumsi.

Keberadaan monyet ekor panjang yang digunakan sebagai doger monyet sudah sangat menjamur di beberapa wilayah di Indonesia salah satunya di Jawa Barat. 

Namun itu juga sebagai imbas dari kampanye Indonesia Bebas Topeng Monyet pertama kali yang dilakukan di DKI Jakarta pada tahun 2013. Ketika itu, Joko Widodo, sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan larangan dan penertiban kegiatan topeng monyet.

"Awalnya dari Jakarta waktu 2013 itu kita banyak sekali menerima laporan tentang aktivitas topeng monyet ini. Mereka sering mangkal dan tampil di lampu merah," kata Benfica.

Padahal, lanjut dia, topeng monyet dulunya sering ditampilkan di kampung-kampung. Namun, niat menghibur itu kemudian berubah seiring waktu di mana para pelaku topeng monyet hanya mengambil keuntungan semata dan terus mengeksploitasi monyet.

Lalu, atas instruksi Jakarta bebas topeng monyet, kegiatan tersebut perlahan mulai jarang terlihat di Ibu Kota. Sebagai dampaknya, penampilan topeng monyet menyebar ke beberapa daerah termasuk Jawa Barat.

"Dampak dari Jakarta Bebas Topeng Monyet ini lari ke beberapa daerah termasuk Jabar," tukasnya.

Berdasarkan penelusuran JAAN, wilayah Kuningan menjadi suplai terbesar monyet-monyet yang akan dijual ke pasaran.

"Pernah kita menangkap di Ternate bersama BKSDA. Kita lihat pelakunya itu berasal dari Kuningan. Dua hari lalu ketika menangkap di Yogyakarta, ada tiga ekor ternyata kita lihat KTP-nya dari Kuningan juga," ungkapnya.

Namun begitu, sejauh ini Benfica melihat kasus perburuan monyet ekor panjang masih terjadi di Sumatera dan Jawa Tengah. "Kemudian dibawa ke Pasar Burung lalu dilatih di beberapa tempat," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.