Sukses

Topeng di Pundak Bisa Cegah Serangan Harimau Sumatera

Warga dilarang menyakiti harimau sumatera ini karena satwa ini termasuk satwa yang dilindungi mengingat jumlahnya di alam liar kian menyusut.

Liputan6.com, Pekanbaru - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan konflik antara harimau sumatera dan warga di Dusun Teluk Nibung, Kecamatan Pulau Burung, masih kategori tidak perlu dilakukan relokasi. Pasalnya, Datuk Belang itu masih di pinggir hutan dan masih menghindari perjumpaan dengan manusia.

Sejauh ini, selain mencari jejak harimau, petugas di lokasi juga menyosialisasikan bagaimana cara bereaksi ketika berhadapan dengan satwa itu. Tentunya warga dilarang menyakiti harimau sumatera karena satwa ini termasuk satwa yang dilindungi, mengingat jumlahnya di alam liar kian menyusut.

Menurut Kabid I BBKSDA Riau Mulyo Mulyo, warga diimbau tak beraktivitas sendirian pada siang hari dan tak keluar pada malam harinya. Jika ke kebun, warga juga diminta membawa tongkat untuk mengusir harimau jika bertemu.

"Tentunya di kebun tidak boleh sendirian, kalau bertemu jangan lakukan gerakan spontan karena harimau akan bereaksi melindungi diri (menyerang)," kata Hutomo, Senin (24/9/2018).

Masyarakat di sana juga diminta memakai topeng di bagian pundak. Cara ini dilakukan jika intensitas konflik makin tinggi dan ada kemungkinan harimau mulai menyerang manusia secara diam-diam.

Topeng ini dinilai sangat ampuh karena harimau biasanya menyerang dari belakang. Biasanya harimau tertipu dan mengira topeng itu bagian muka dari manusia, sehingga tak akan menyergapnya.

"Harimau biasanya menyerang pundak, diminta juga memakai topeng kalau intensitas konfliknya mulai tinggi," kata Hutomo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perubahan Perilaku Harimau

Hanya saja menurut Hutomo, kemungkinan harimau di dusun itu menyerang manusia masih sangat kecil. Selain usianya masih remaja, harimau itu masih sangat liar, sehingga tak ingin berjumpa manusia.

"Beda dengan kasus Bonita (harimau di Pelangiran pada awal tahun 2018), dia menyerang karena sudah terjadi perubahan perilaku. Kalau harimau ini masih alami, liar, dan belum berubah perilaku," terang Hutomo.

Harimau ini disebut enggan bertemu manusia, ujar Hutomo, karena tidak mau masuk ke permukiman. Dia selalu berada di pinggir hutan yang berbatasan dengan dusun dan masuk lagi ketika manusia datang.

"Ternak yang diserang itu berada di pinggir hutan, dilepas warga ke sana untuk mencari makan," kata Hutomo.

Penyerangan ini dianggap wajar melihat usia harimau yang diperkirakan masih setahun. Harimau ini masih dalam pertumbuhan dan mencoba berburu sendiri setelah berpisah dari induknya.

"Harimau muda itu masih suka ke sana ke mari, mencoba mencari wilayah jelajahnya sendiri. Begitu melihat satwa lain, dia berusaha menangkapnya," sebut Hutomo.

Hutomo juga menyebut harimau yang meresahkan warga di dusun itu diperkirakan berusia satu tahun lebih atau masih remaja. Jenis kelaminnya belum teridentifikasi karena petugas belum bertemu langsung.

"Masih kecil dari Bonita (harimau yang menyerang warga awal tahun lalu)," tegas Hutomo.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.