Sukses

Dosen USU Terjerat Kasus Ujaran Kebencian, Kampus Minta Penangguhan Penahanan

Pihak USU menilai dosen yang terjerat kasus ujaran kebencian akibat komentarnya terkait bom gereja di Surabaya, belum tentu bersalah.

Liputan6.com, Medan - Universitas Sumatera Utara (USU) mengajukan permohonan penangguhan tahanan terhadap salah satu dosennya, HD, yang terjerat kasus dugaan ujaran kebencian. Kasus itu membelitnya setelah mengomentari insiden bom gereja di Surabaya.

Rektor USU, Runtung Sitepu mengatakan, permohonan penangguhan telah diajukan kepada Kapolda Sumut, Irjen Paulus Waterpauw. Surat penangguhan yang meminta status HD diubah menjadi tahanan kota diserahkan pada Senin, 4 Juni 2018.

"Suratnya sudah disampaikan. Saya juga sudah bicara dengan Pak Kapolda. Kami memohon yang bersangkutan ditangguhan penahannya, karena mengidap penyakit," kata Runtung, Selasa, 5 Juni 2018.

Selain mengidap penyakit, HD yang berstatus sebagai Kepala Arsip USU nonaktif juga memiliki anak yang masih kecil-kecil. Mereka, kata Runtung, memerlukan sosok seorang ibu.

Runtung menilai, apa yang dilakukan HD belum tentu bersalah secara hukum. Selain itu, kinerja HD selama bekerja sebagai dosen dan menjabat Kepala Arsip USU bagus dan baik.

"Kapolda bilang ke saya, akan memanggil penyidiknya. Kemudiam bagaimana perkembangannya, akan kita diskusikan lagi," ucapnya.

Runtung mengaku sudah meminta keterangan dari rekan-rekan HD di USU. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, HD disebut tidak pernah berbicara atau berdiskusi soal paham radikal dalam kehidupan sehari-hari di area kampus.

"Polisi juga menyebutkan, HD sendiri tidak berafiliasi dengan siapa pun atau kelompok radikalisme," ungkapnya.

Mengenai bantuan hukum, Runtung menyebut sudah ada teman-teman di luar maupun di dalam kampus. Menurutnya, bantuan hukum yang dimiliki USU jika dikaitkan dengan kasus yang dialami HD tidak akan bisa disidang di pengadilan.

"Karena, kita tidak ada lembaga bantuan hukum diizinkan menyidangkan di pengadilan," katanya.

Runtung mengatakan meski banyak ahli hukum pidana maupun pengacara di USU, tetapi seluruhnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karena status itu, mereka tidak diperbolehkan menjadi pendamping atau menjadi kuasa hukum dalam sebuah perkara apa pun.

"Bantuan hukum, ya, pribadi. PNS tidak boleh jadi kuasa hukum, kalau bisa saya duluan mengajukan jadi pengacaranya karena saya sudah 11 tahun menjadi pengacara," ujarnya.

Runtung berpendapat, hal tersebut tidak akan jadi masalah, karena pihaknya terus-menerus memberikan dukungan moral kepada HD.

"Kita tidak bisa mencampuri soal proses hukum. Kita terus berupaya mudah-mudahan pnangguhannya dikabulkan," kata Runtung menandaskan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.