Sukses

Ketakutan Pemilu 2024 itu Bernama Netralitas Pemerintah

Pengamat Hukum Universitas Andalas, Ferii amsari mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam Pemilu 2024. Pasalnya dalam Pilpres 2024 mendatang ada keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka yang tak lain adalah anak sulungnya.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam Pemilu 2024. Pasalnya dalam Pilpres 2024 mendatang ada keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka yang tak lain adalah anak sulungnya.

"Terlalu jauh kalau ada netralitas, apa yang diharapkan kalau presiden saja memilih diksi cawe-cawe. Pilihan diksi seperti ini mengkhwatirkan kita menghadapi proses pemilu 2024," ujar Feri dalam diskusi yang diadakan KedaiKopi di Kawasan Sawah Besar, Jakarta, Sabtu (18/11/2023). Dalam kesempatan itu pula diluncurkan 'Mobil Ide Rakyat KedaiKopi".

"Bagi saya sulit presiden dengan diksi yang dia pilih dan keterlibatan keluarganya, itu sebabnya ada kekecewaan terhadap politik dinasti berkaitan dengan netralitas yang terjadi, sebab ada anaknya di sana," Feri menambahkan.

Apalagi, kata Feri muncul juga isu-isu soal tidak netralnya aparat dalam Pemilu 2024. Dia mengaku mendengar informasi adanya selebaran agar setiap Polres bergerak memasang spanduk dan baliho pasangan capres-cawapres tertentu.

"Di sini sudah berat netralitas aparat, apalagi kita ketahui tidak ada satu raang pun di republik ini yang bisa memerintahkan secara simultan, berkala dan presisi kalau bukan presiden kepada aparat. Sebab mereka adalah bawahan dari presiden, presiden adalah panglima dan pimpinan tertinggi dari aparat pertahanan," kata Feri.

Selain itu, Feri menyebut adanya perintah dari aparat kepolisian agar penyelenggar pemilu memasang CCTV yang bisa dipantau oleh aparat. Alasan kepolisian beralasan ingin memantau secara langsung netralitas para penyelenggara pemilu.

"Padahal yang kita ragukan adalah aparat keamanan yang menggunakan ruang tertentu untuk tidak netral, apa tujuan memasang CCTV? Bagaimna kalau dilakukan untuk kepentingan negatif?," kata dia.

Feri menyebut, masyarakat memang tak bisa melarang anak seorang presiden untuk maju dalam kontestasi. Namun diharapkan anak presiden maju dengan cara yang fair.

"Kita tak bisa melarang keterlibatan anaknya dalam pemilu, bagaimana kita bisa bicara presiden netral kalau sekarang ngomong A dan besok ngomong B. Awalnya bilang tidak mungkin anaknya ikut Pilpres karena di bawah 40 tahun, tapi besoknya merestui semua orang," kata Feri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ayah Tak Ingin Anaknya Kalah

Menurut Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio sulit bagi Jokowi untuk netral dalam Pilpres 2024 ini. Dia menyebut, tak ada ada seorang ayah yang ingin anaknya kalah dalam sebuah pertandingan.

"Coba diantara kita kalau ada anak kita ikut kompetisi, dan kita panitianya memang kita diemin dia biar kalah, kita punya kemampuan nih untuk bikin anak kita menang, kita bikin anak kita menang," kata Hendri.

"Marilah di kepala kita, kita kesampingkan bahwa ada Pemilu yang netral di 2024 karena ada anaknya Pak Jokowi," dia menambahkan.

Dia menyebut, Presiden Jokowi merupakan pihak yang bisa membuat netral jalannya Pemilu 2024. Namun menurut Hendri hal itu tak dilakukan oleh Jokowi.

"Pak Jokowi bisa enggak waktu itu membuat Pemilu ini netral? Bisa dia punya banyak kesempatan, salah satunya pada saat makan siang sama capres itu kan. Pak Jokowi bisa meminta Pak Prabowo untuk mencari cawapres baru, karena dia (Gibran) akan saya ambil, balikin lagi ke Solo menunggu nanti masanya tiba pada saat dia (Jokowi) tidak lagi menjadi presiden. Itu kan bisa, tapi tidak dia lakukan," kata Hendri.

Senada, Manager Program Perludem Fadli Ramadhanil mempertanyakan netralitas aparat dalam Pemilu 2024. Menurut dia, pernyataan netral yang kerap dilontarkan aparat tak sejalan dengan kenyataan.

"Untuk apa berulang kali mengatakan netral, tidak menggublnakan anggaran dan program pemerintah, tapi ketika melaksanakan tugas yang tidak terpulikasikan, melakukan sebaliknya," kata Fadli.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini