Sukses

Ketua Bawaslu: Era Digitalisasi, Hoaks Jadi Titik Rawan Pemilu yang Tak Terhindarkan

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan bahwa dampak utama dari hoaks akibat munculnya polarisasi di tengah masyarakat, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyebut berita bohong atau hoaks sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (Pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.

"Hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini," kata Bagja dalam webinar “Sosialisasi Perkembangan Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024” dipantau secara daring melalui kanal YouTube Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Jakarta, Sabtu (12/8/2023).

Menurutnya, dampak utama dari hoaks akibat munculnya polarisasi di tengah masyarakat, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Apabila tdak ditangani dapat menurunkan kredibilitas dan integritas penyelenggaraan pemilu yang berakibat turunnya kualitas dan merusak rasionalitas pemilih.

Termasuk, lanjut dia, menimbulkan konflik sosial, ujaran kebencian dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.

"Kemudian yang kelima, menjadi contoh pemilihan lain di berbagai level, sehingga kemudian akan menjadi persoalan di seluruh tingkatan pemilihan," ujar Bagja dilansir Antara

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

9.814 Temuan Isu Hoaks di Agustus 2018 hingga April 2022

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), ada 9.814 temuan isu hoaks pada seluruh kategori di bulan Agustus 2018 hingga April 2022.

Sedangkan, 922 isu hoaks ditemukan pada rangkaian Pemilu 2019, dengan 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak pemilu.

"Adapun pada Pilkada 2020, ditemukan 65 isu hoaks," tambahnya.

"Kemudian diseminasi ke kementerian dan lembaga masyarakat 65, kemudian total sebaran ada 1.004, kemudian yang diajukan untuk di-take down 393," paparnya.

 

3 dari 3 halaman

Selain Hoaks, Ini Tantangan Lain di Pemilu Serentak 2023

Selain isu hoaks, Bagja menuturkan tantangan lainnya yang menjadi titik rawan pada Pemilu Serentak 2023 adalah politisasi SARA; politik uang dan penyalahgunaan anggaran; pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan kepala desa; serta data dan pemutakhiran data pemilih; hingga kerumitan pemungutan atau penghitungan suara dan memperoleh hasil.

Dia menambahkan bahwa tantangan pengawasan pemilu pada pemekaran daerah otonomi baru (DOB), yaitu rekrutmen yang saat ini tengah dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, perubahan regulasi di tingkat KPU dan Bawaslu, serta penataan ulang atas dapil dan alokasi kursi.

"(Lalu) administrasi kependudukan; penambahan anggaran; pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dan pencalonan kepala daerah; dan menguatnya polarisasi antarsuku di Papua, ini khusus untuk DOB; kemudian tingginya konflik kepentingan pada jabatan pelaksana tugas," jelasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini