Sukses

Menkes: Warga Buyat Tidak Menderita Minamata

Berdasarkan hasil penelitian dari Tim Depkes, warga Teluk Buyat, Sulut, hanya menderita penyakit kulit dan ISPA. Kandungan merkuri di tubuh empat warga Teluk Buyat yang sebelumnya ditemukan, masih diselidiki.

Liputan6.com, Jakarta: Menteri Kesehatan Achmad Sujudi kembali menegaskan bahwa penyakit yang diderita warga Teluk Buyat, Sulawesi Utara, bukan penyakit minamata. Namun, warga mengidap penyakit kulit dan infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA). Ini berdasarkan hasil penelitian dari Tim Departemen Kesehatan yang terdiri dari Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi, Rumah Sakit Umum Pusat dan Dinas Kesehatan Manado terhadap 354 warga di sana, 24 Juli silam. Demikian dikemukakan Menkes dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (6/8).

Menurut Menkes, dari hasil penelitian tersebut memang tak ada ditemukan gejala-gejala penyakit minamata. Sementara mengenai penyebab tingginya kadar merkuri (Hg) yang ada di dalam darah empat warga yang sebelumnya diperiksa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia, masih dalam tahap penyelidikan. Bisa jadi, hal itu disebabkan faktor makanan atau pencemaran lingkungan.

Penegasan serupa mengenai penyakit warga Teluk Buyat sebenarnya juga pernah diungkapkan Menkes. Saat itu, Achmad Sujudi juga menyatakan jika penyakit yang diderita warga Teluk Buyat hanyalah penyakit kulit dan ISPA. Tapi, pernyataan tersebut dipertanyakan oleh sejumlah kalangan, termasuk Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang kebetulan menangani kasus tersebut [baca: Menkes: Penyakit Warga Buyat, Penyakit Kulit Biasa].

Sebelumnya FMIPA UI menemukan kadar merkuri atau Hydragyricum (Hg) dalam darah empat warga Teluk Buyat jauh di atas delapan mikrogram per liter darah. Ini berarti di atas rata-rata kadar normal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) [baca: Darah Empat Warga Teluk Buyat Mengandung Merkuri]. Sedangkan hasil pemeriksaan di Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat Pemerintah Provinsi DKI menunjukkan, tingkat konsentrasi merkuri dalam darah keempat warga itu jauh lebih besar lagi. Satu dari empat warga itu yakni Sri Fika yang baru berumur satu tahun lebih, mencapai 51,25 mikrogram.

Sementara praktisi pengolahan limbah industri Edward Hindarta pernyataan Menkes memang tak ada salahnya. Namun, perlu diingat, merkuri alias air raksa adalah termasuk logam berat yang jika masuk ke tubuh akan sulit untuk keluar. Bila tercemar dalam waktu yang panjang otomatis kadar merkuri ini kian bertambah hingga akhirnya menimbulkan penyakit seperti yang dialami warga Teluk Minamata, Jepang. Jika sekarang warga tak terjangkit minamata, menurut Edward, sepuluh tahun atau 20 tahun mendatang hasilnya baru akan bisa diketahui. Apalagi, warga tetap berada di daerah yang sama dan mengkonsumsi ikan yang mengandung kadar merkuri. &quotJadi, sekarang hanya masalah waktu,&quot ujar Edward.

Kendati begitu, Edward menambahkan, saat ini yang terbaik dilakukan pemerintah adalah segera mengambil langkah penanggulangan atau antisipasi agar kasus tersebut tak terus merebak. Solusi yang terbaik, menurut Edward adalah merelokasi penduduk Teluk Buyat. Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian yang ada menyebutkan wilayah perairan di sana sudah tercemar kadar merkuri. &quotSemua harus direlokasi,&quot kata Edward.(ORS/Aldi Yarman dan Yosep Herhudi Lestari)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini