Sukses

Ketua DPR: Mau Protes Lapindo, Jangan Marahin Marzuki

Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, pimpinan DPR benar-benar tidak mengetahui masuknya Pasal 9 dalam UU APBN-P tahun 2013.

Wakil Ketua Komisi V DPR Mulyadi mengungkap, pemerintah mengalokasikan dana untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), sebesar Rp 845,1 miliar. Anggaran itu direncanakan akan dikucurkan pada 2014 mendatang.

Namun Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, pimpinan DPR benar-benar tidak mengetahui masuknya Pasal 9 dalam UU APBN-P tahun 2013 yang dikenal pasal Lapindo soal kewajiban negara membayar kerugian masyarakat di luar peta terdampak. Menurutnya, semua keputusan tentang APBN-P dilakukan di bagian alat-alat kelengkapan DPR, seperti komisi dan badan anggaran.

"Jadi ada 2 hal yang harus dijelaskan mengenai mekanisme keputusan yang diparipurnakan. Yang pertama, semua keputusan dilakukan melalui proses dari bawah, sehingga tidak mungkin setiap komisi tahu hasil kerja komisi lain. Dan tidak mungkin juga semua pimpinan tahu tentang semua yang diputuskan di alat-alat kelengkapan. Karena semua itu diputuskan di komisi dan banggar," ujar Marzuki di Jakarta, Senin (23/6/2013).

Dia menjelaskan, pimpinan DPR baru akan tahu setelah APBN-P untuk Lapindo itu dilaporkan kepada pimpinan dalam sidang paripurna. "Pimpinan DPR itu baru diberikan salinan menjelang sidang paripurna. Sehingga tidak mungkin bisa tahu jika tidak ada laporan. Bagaimana membaca semua pasal demi pasal jika bahannya baru diberikan jelang sidang," tutur Marzuki.

Marzuki juga menyayangkan masih adanya banyak masyarakat dan juga anggota DPR yang tidak mengetahui mekanisme anggaran. Sehingga selalu menyalahkan pimpinan DPR terkait anggaran tersebut. Karenanya, Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini meminta agar masyarakat memahami mekanismenya dan tidak membandingkan DPR dengan lembaga pemerintah atau lembaga bisnis di mana pimpinan harus mengetahui semua keputusan yang dibuat. Sebab, faktanya keputusan DPR bukanlah murni keputusan pimpinan DPR.

"Seringkali kalau terjadi sesuatu di DPR, pimpinan yang disalahkan. Padahal mekanisme pengambilan bukan di pimpinan. Kita bukan lembaga pemerintah ataupun bisnis di mana keputusan harus diketahui oleh pimpinan DPR atau diopinikan seolah pimpinan DPR-lah yang mengambil keputusan. DPR adalah lembaga politik, sehingga semua keputusan dibuat oleh fraksi-fraksi melalui anggota-anggotanya di alat-alat kelengkapan dan badan, yang kemudian diparipurnakan. Jadi yang memutuskan itu alat kelengkapan dan fraksi masing-masing," ucap Marzuki.

Tidak Tahu berarti Omong Kosong

Marzuki memaparkan, lain halnya jika ada anggota dari alat kelengkapan, baik itu dari komisi maupun banggar yang mengatakan tidak tahu mengenai keputusan yang mereka buat sendiri. "Kalau ada anggota alat kelengkapan atau komisi, dalam hal ini minimal anggota banggar yang mengatakan kecolongan atau tidak tahu, maka itu omong kosong. Atau dia tidak ikut rapat sehingga tidak tahu," jelasnya.

Substansi kedua, lanjut Marzuki, pasal yang dimaksud juga bukan berarti ada penambahan anggaran untuk masyarakat korban lumpur Sidoarjo . Sebab pasal yang dimaksud di UU APBN-P hanyalah pasal pengulangan dari UU APBN 2013, yang sebelumnya juga telah disahkan. Menurutnya, tidak ada perubahan substansi dalam arti pengurangan atau penambahan nilai kewajiban pemerintah.

"Dari segi substansi, dana itu sudah ada di APBN 2013. Itu tidak ada perubahan substansi. Atau dengan kata lain tidak ada penambahan atau penggurangan anggaran untuk para korban lumpur di Sidoarjo di luar peta terdampak yang memang menjadi tanggungjawab pemerintah," ungkap Marzuki.

Anggaran ini, jelas dia, digunakan untuk masyarakat di luar peta terdampak. Untuk daerah yang berada di peta terdampak tetap menjadi kewajiban PT Lapindo.

Keputusan membayar ganti rugi bagi masyarakat yang berada di luar peta terdampak, menurutnya, sudah menjadi keputusan yang diperkuat oleh keputusan MK yang menolak upaya judicial review atas pasal yang terkait dengan hal ini dalam UU APBN 2013.

Indonesia, kata Marzuki, adalah negara hukum dan tentunya harus menghormati keputusan hukum yang tetap dan telah dibuat oleh MK di era Mahfud MD sebagai ketua MK.

Marzuki juga menjelaskan, aturan hukum di Indonesia mengentai Perseroan Terbatas (PT) seperti yang diatur oleh UU PT, hanya mewajibkan perusahaan untuk bertanggungjawab sebatas modal yang disetor. Kalau melihat hal ini, maka Lapindo dipastikan tidak akan sanggup membayar ganti rugi masyarakat. Karenanya, dibuat keputusan bahwa negara yang mengambil alih.

"Sekarang itu yang harus dituntaskan adalah kewajiban Lapindo membayar ganti rugi masyarakat di peta terdampak. Tapi masyarakat juga harus bersyukur, kalau sesuai aturan. Sekali lagi saya katakan sesuai aturan. Pemiliknya kan tidak harus bertanggungjawab dengan harta pribadinya, tapi kan keluarga Bakrie ikut membayar juga. Ini aturan yang ada suka atau tidak suka. Keputusan ini juga dikuatkan dengan keputusan MK yang menolak gugatan judicial review pada UU APBN. Jadi kalau ada yang mau protes yah tanyakan saja ke MK. Tanya saja ke hakim-hakim MK yang memutuskan, jangan marahin Marzuki atau pimpinan yang lain," cetus Marzuki. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.