Liputan6.com, Jakarta Panitia Seleksi (Pansel) telah mengumumkan sebanyak 20 peserta Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan lolos tahap tes Assessment. Pada hal yang sama juga 20 peserta Calon Dewan Pengawas (Cadewas) KPK dinyatakan berhasil lolos.
Ketua Pansel Capim dan Cadewas KPK, Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, untuk selanjutnya para peserta akan dilanjutkan dengan tes wawancara yang akan diselenggarakan pada 17 sampai 20 September mendatang. Nantinya, masing-masing peserta akan dihadapkan tes wawancara dengan sembilan orang Pansel ditambah dengan dua panelis undangan.
Baca Juga
Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengingatkan, agar Pansel KPK dalam memilih 10 capim yang akan dikirim DPR, jangan ada yang bermasalah apalagi tersandera kepentingan dan kasus.
Advertisement
"Bahwa seiring dengan akan berakhirnya seleksi capim KPK, nama-nama sudah mengerecut menjadi 20 nama untuk kemudian disaring lagi melalui tes kesehatan dan wawancara pada pertengahan September nanti, sehingga menjadi 10 nama yang nantinya akan dikirim ke DPR, maka bisa dipastikan 5 dari 20 orang ini akan menjadi pimpinan KPK," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024).
"Bahwa Pansel harus benar-benar memperhatikan rekam jejak sebelum menuntaskan tugas mereka memilih 10 nama capim KPK. Saya mengimbau, pansel untuk bersikap independen dan benar-benar melihat masukan dari masyarakat ataupun instansi lainnya," sambungnya.
Yudi menuturkan, memilih 10 capim yang mempunyai masalah ataupun rekam jejaknya meragukan maka yang terjadi adalah bencana dalam pemberantasan korupsi. KPK sudah diperlemah dan kinerjanya sudah menurun.Â
"Jika yang memimpin adalah orang bermasalah maka tidak bisa terbayangkan jangan berprestasi memberantas korupsi justru malah akan banyak berbuat kontroversi seperti pimpinan periode ini," jelas dia.
Yudi mengutarakan, jika pemimpin yang bermasalah, maka akan susah mengusut kasus besar untuk segera diselesaikan. "Saya ikut menangani kasus-kasus besar ini seperti Bank Century dan Proyek E-KTP. Tidak mungkin kasus besar bisa ditangani oleh pimpinan KPK yang bermasalah dan tidak independen, sebab mereka akan dipegang ekornya karena mempunyai masalah atau dengan kata lain akan tersandera," ungkap dia.
Karena itu, lanjut Yudi, mau tidak mau, suka tidak suka, ke depannya pemerantasan korupsi ada di tangan 20 orang ini. "Siapapun dia, bahkan nantinya dari 10 nama yang ke DPR, 5 yang tidak terpilih akan menjadi cadangan pengganti," tuturnya.
"Oleh karena itu Pansel harus paham betul tugas mereka memilih 10 capim yang akan berperan dalam 5 tahun pemberantasan korupsi ke depan."
Yudi pun menuturkan, para pimpinan KPK yang baru mempunyai tugas yang berat. Yang utama adalah memulihkan citra lembaga tersebut yang dipandangnya sedang terpuruk.
"Dan cara memulihkannya adalah dengan berprestasi dalam memberantas korupsi. Jangan membuat kontroversi apalagi kelakuan-kelakuan pribadi yang bisa bersifat etik maupun pidana. Itulah yang bisa menyebabkan KPK bisa dipercaya lagi dan (kasus) korupsi ditangani tentu korupsi-korupsi yang besar, big fish," tutur dia.
Sementara, kata Yudi, untuk Dewas KPK harus yang tidak tebang pilih dalam melakukan pemeriksaan etik. Adapun jika ada yang melanggar harus dihukum keras karena standarnya harus tinggi dan zero tolerance.
"Dewas jangan menjadi pelindung bagi pimpinan atau pegawai KPK. Justru Dewas adalah penjaga marwah KPK. Kalau memang bersalah, segera hukum dan hukumannya juga jangan yang membuat masyarakat merasa ada ketidakadilan, jangan membuat justru dewas menjadi permasalah baru di KPK," kata Yudi.
Daftar 20 Capim KPK
Adapun daftar 20 capim KPK yang lolos tes profile assessment tersebut adalah sebagai berikut:
- Agus Joko Pramono
- Ahmad Alamsyah Saragih
- Didik Agung Widjanarko
- Djoko Poerwanto
- Fitroh Rohcahyanto
- Harli Siregar
- I Nyoman Wara
- Ibnu Basuki Widodo
- Ida Budhiati
- Johan Budi Sapto Pribowo
- Johanis Tanak
- Michael Rolandi Cesnanta Brata
- Muhammad Yusuf
- Pahala Nainggolan
- Poengky Indarti
- Sang Made Mahendrajaya
- Setyo Budiyanto
- Sugeng Purnomo
- Wawan Wardiana
- Yanuar Nugroho
Berikut daftar Cadewas KPK, yaitu:
- Achmed Sukendro
- Benny Jozua Mamoto
- Bobby Hamzar Rafinus
- Chisca Mirawati
- Elly Fariani
- Gatot Darmasto
- Gusrizal
- Hamdi Hassyarbaini
- Hamidah Abdurrachman
- Heru Kreshna Reza
- Iskandar Mz
- Kaspudin Nor
- Liberti Sitinjak
- Maria Margareta Rini Purwandari
- Mirwazi
- Padma Dewi Liman
- Panutan Sakti Sulendrakusuma
- Sri Hadiati Wara Kustriani
- Sumpeno
- Wisnu Baroto
Nama yang Ada Masih Banyak Persoalan
Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW)Â Diky Anandya mengatakan, dari 20 nama capim KPK yang disampaikan oleh pansel, pihaknya masih menemukan nama dengan setumpuk persoalan. Baik kompetensi maupun integritasnya.
"Misalnya, ada sejumlah nama yang sebelumnya pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik, seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan. Berkenaan dengan hal tersebut, proses seleksi kali ini menggambarkan bahwa Pansel belum maksimal menggali rekam jejak mereka," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024).
Diky menegaskan, sebenarnya ada banyak kanal informasi yang bisa dimanfaatkan oleh Pansel untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya Dewan Pengawas KPK.Â
"Bukan cuma persoalan integritas, dalam lingkup kompetensi, kami juga melihat ada pejabat struktural KPK yang masih diloloskan oleh Pansel, yaitu, Tanak. Padahal, di bawah kepemimpinannya, lembaga pemberantas korupsi itu kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat, serta kerap menimbulkan kegaduhan," jelas dia.
"Jika model kepemimpinannya begitu, lalu untuk apa tetap diloloskan? Bukankah hanya akan mengulangi hal yang sama jika kelak ia terpilih?," sambungnya.
Selain itu, dia juga menyebut dari 20 orang kandidat, 45 persen atau sekitar 9 orang di antaranya berasal dari klaster penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.Â
"Dari situasi ini tentu timbul pertanyaan sebagai berikut; Apakah Pansel sedari awal memang mengharapkan KPK diisi oleh para aparat penegak hukum? Bila itu benar, maka ada sejumlah potensi pelanggaran dan kesesatan berpikir pada cara pandang tersebut," tutur Diky.
Mestinya, kata dia, proses seleksi ini dapat mengikuti perintah Undang-Undang KPK yang memberikan keleluasaan bagi setiap kalangan, sepanjang memenuhi syarat, untuk bisa mendapatkan kesempatan menjadi Komisioner atau Dewan Pengawas KPK.Â
"Kedua, dominasi aparat penegak hukum dalam hasil seleksi kali ini mengundang persepsi di tengah masyarakat terkait adanya dugaan intervensi pihak lain kepada Pansel. Adapun intervensi yang dimaksud dapat berasal dari pihak manapun, misalnya, kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum," jelasnya.
Terakhir, lanjut Diky, cara pandang semacam itu menggambarkan bahwa Pansel pada dasarnya benar-benar tidak memahami seluk beluk kelembagaan KPK.
"Sebab, di dalam UU KPK tidak ditemukan satupun pasal yang mewajibkan kalangan aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK. Cara pandang tersebut justru membuka ruang terjadinya konflik kepentingan dan loyalitas ganda," tuturnya.
Karena itu ke depan sebenarnya para komisioner dan dewas punya tugas sederhana. Yaitu memastikan independensi dari para pimpinan untuk mengusut suatu kasus.
"Berikan Jaminan bahwa calon dari klaster penegak hukum hanya akan tunduk pada perintah undang-undang, di tengah maraknya fenomena jiwa korsa di lembaga asalnya," pungkasnya.
Advertisement
Mereka yang Diloloskan, Masih Punya Jejak Buruk
Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko menyayangkan keputusan pansel, lantaran masih meloloskan nama-nama yang jelas memiliki rekam jejak buruk dan tidak memiliki prinsip anti korupsi.
"Nama-nama tersebut, Ibnu Basuki Widodo dari kontingen hakim yang pernah melarang jurnalis untuk meliput kasus mega korupsi E-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Lalu Irjen Pol Sang Made Mahendra Jaya yang merupakan Pj Gubernur Bali diduga kuat memerintahkan pembubaran dan intimidasi terhadap panitia People’s Water Forum tahun 2024 dengan melibatkan ormas," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024).
Menurut Danang, kedua sosok itu yang masih diloloskan pansel dalam uji kompetensi ini jelas menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan dan ketidakseriusan untuk memilih figur yang berintegritas dalam proses pemilihan capim-dewas KPK ini.
"Proses seleksi pimpinan dan dewan pengawas ini hanyalah bentuk kompromi politik bukan profesionalitas. Jangan sampai pansel membuat KPK bunuh diri berkali-kali dan justru menghadirkan ‘boneka baru’ untuk jadi alat politik rezim ke depan," ungkap dia.
Danang menuturkan, sangat terlihat jelas bahwa pansel hanya memilih berdasarkan keterwakilan kontingen (APH,Internal KPK, PNS), dan tidak melihat berdasarkan rekam jejak setiap kandidat sejara objektif.
"Hal ini terbukti dari 20 kandidat Capim dan Dewas KPK yang lolos seleksi hanya menunjukkan keterwakilan saja tetapi tidak menyasar pada integritas, kemampuan dan keberpihakan pada agenda pemberantasan korupsi," ungkap dia.
"Pansel sepatutnya tegas memangkas nama-nama yang sudah jelas memiliki rekam jejak buruk yakni tidak patuh hukum, tidak lapor LHKPN, termasuk kinerja pada jabatan sebelumnya," pungkasnya.