Sukses

Akademisi Sebut Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis, Ini Alasannya

Persaingan bisnis yang tidak etis merupakan fenomena meresahkan, terutama di industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) saat ini.

Liputan6.com, Jakarta Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, upaya untuk meraih kesuksesan seringkali mendorong perusahaan untuk berlomba-lomba mencapai keunggulan. Namun, di tengah-tengah dinamika persaingan itu, terkadang garis antara tindakan yang etis dan tidak etis menjadi kabur. 

Persaingan bisnis yang tidak etis merupakan fenomena meresahkan, terutama di industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) saat ini. Tindakan tidak etis pun dapat mengarah pada konsekuensi yang merugikan, baik bagi perusahaan yang terlibat maupun bagi pasar secara keseluruhan.

Salah satu perusahaan Indonesia yang kerap menjadi sasaran persaingan bisnis tidak etis adalah Le Minerale. Bahkan, akhir-akhir ini Le Minerale mendapatkan serangan berupa hoaks terkait kandungan bromat yang diklaim di atas ambang batas aman dan bisa memicu kanker.

Dosen Komunikasi Pemasaran London School of Public Relations, Safaruddin Husada menilai bahwa fenomena tersebut sejatinya tak lebih dari persaingan bisnis yang tidak etis.

"Sepertinya memang ada pihak tertentu yang merasa terganggu dan ingin merusak citra Le Minerale," ucapnya.

"Indikasinya mudah terbaca dari aksi sejumlah influencer yang bernyali menyebar informasi  tanpa validitas terkait keamanan dan mutu Le Minerale,” jelas Safaruddin.

Dirinya mengungkapkan, keriuhan di balik hoaks bromat sejatinya membuka kesempatan bagi Le Minerale untuk mengkomunikasikan keunggulan produknya, baik dari sisi keamanan dan mutu. 

"Le Minerale perlu lebih giat mengkomunikasikan hasil uji laboratorium independen atas keamanan dan mutu produk ke konsumen," ungkap Safaruddin.

Ia mengatakan, Le Minerale dapat menangkis berbagai serangan terkait keamanan dan mutu produk dengan menggambarkan ketaatan perusahaan atas Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang merupakan dua parameter keunggulan dalam industri air kemasan.

“Yang seperti itu jitu meningkatkan kepercayaan masyarakat dari waktu ke waktu, sekaligus untuk membentengi konsumen dari pengaruh influencer yang membangun narasi negatif,” kata Safaruddin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rusak Reputasi Le Minerale

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto mengatakan bahwa isu kandungan bromat pada air kemasan bermerek tak lebih dari isapan jempol yang bertujuan merusak reputasi dan pasar Le Minerale.  

"Isu tersebut adalah hoaks dan jelas merupakan black campaign atau fitnah yang melebihi kampanye negatif yang hanya menyoroti sisi negatif suatu produk," katanya.

"Bila nanti terjadi kontaminasi bromat yang melebihi ambang batas aman, yang paling berhak bersuara adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku otoritas tertinggi keamanan dan mutu pangan, bukan influencer yang tak jelas asal usulnya,” jelas Algooth.

Dirinya pun menyebut, video hoaks bromat yang muncul ke publik adalah bagian dari strategi perusahaan selain Le Minerale berkelit dari isu-isu lain yang menimbulkan pro dan kontra di publik. 

“Dengan menghembuskan isu Bromat, tentunya dengan meminjam tangan influencer, ada perusahaan lain yang leluasa mengalihkan perhatian publik dari isu dari yang menderanya, semisal isu dukungan terhadap Israel atau risiko senyawa kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada kemasannya,” sebut Algooth.

3 dari 3 halaman

Sikap Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia, Muhammad Mufti Mubarok mewanti-wanti influencer untuk selektif dalam memberikan pernyataan terkait barang atau jasa milik pelaku usaha jika ingin terhindar dari masalah hukum.

"Pelaku usaha atau produsen yang merasa dirugikan oleh tindakan atau perbuatan influencer, punya hak penuh untuk menempuh jalur hukum," ujarnya.

Muhammad mengatakan bahwa influencer memang punya hak menyampaikan pendapat atas produk atau jasa tertentu. Tetapi, ia mengungkapkan, publik juga perlu menyadari bahwa tak selamanya influencer menyampaikan informasi yang benar dan dengan itikad baik.

"Mereka bisa juga salah, atau pun keliru dan pemerintah berkomitmen mendengar pengaduan konsumen terkait dengan perbuatan influencer yang diduga melakukan penyimpangan untuk mencari keuntungan pribadi,” katanya.

Sebagai informasi, video hoaks kandungan bromat tinggi pada produk Le Minerale awalnya dibagikan oleh akun ‘GV’ di Tiktok. Pada video berdurasi singkat itu, dia mengklaim bromat sebagai senyawa kimia yang seketika memicu kanker.

Namun, video tersebut tak menyertakan informasi yang bisa diverifikasi independen. Video itu juga seperti mendelegitimasi reputasi Le Minerale lantaran produk besutan PT Tirta Fresindo Jaya tersebut digambarkan satu-satunya yang memiliki kandungan bromat lima kali di atas ambang batas aman. 

Padahal, BPOM lewat hasil uji laboratorium atas kadar bromat pada AMDK menunjukkan bahwa semua produk tersebut memenuhi ketentuan batas aman dan tidak ada yang melampaui ambang batas berbahaya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini