Sukses

HEADLINE: Tekad KPK Tangkap Buron Harun Masiku, Kemungkinan Sidang In Absentia?

Tersangka kasus suap penetapan anggota DPR RI 2019-2024 lewat mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW), Harun Masiku belum juga tertangkap. Padahal, sudah hampir empat tahun politisi PDI Perjuangan tersebut menjadi buronan.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus suap penetapan anggota DPR RI 2019-2024 lewat mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW), Harun Masiku belum juga tertangkap. Padahal, sudah hampir empat tahun politisi PDI Perjuangan tersebut menjadi buronan.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menduga Harun Masiku telah meninggal. MAKI juga mendorong KPK untuk menyidangkan tersangka Harun Masiku secara in absentia.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut, persidangan secara in absentia berguna untuk segera menuntaskan kasus tersebut. Apalagi, kata Boyamin, sisa masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini tinggal setahun.

"Kalau disidangkan in absentia itu lebih bagus karena posisi yang sekarang biar tidak mengambang, tidak jadi PR, pimpinan KPK sekarang tinggal kurang 1 tahun dan kemudian kalau disidangkan in absentia 3-6 bulan, maka tuntas perkara Harun Masiku," kata Boyamin.

In absentia adalah konsep dimana terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.

Pasal 38 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 dijelaskan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang menyatakan: "Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya."

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta MAKI melapor jika memiliki data akurat terkait kebenaran Harun Masiku telah meninggal. Ia juga merespons soal opsi persidangan secara in absentia.

"Maksud pernyataan Boyamin Saiman itu kami yakin biar kami tetap semangat terus mencari dan menangkapnya. Tapi begini saja ya, bila memang Boyamin punya informasi dan data akurat soal kematian DPO KPK dimaksud, silakan sampaikan langsung kepada penegak hukum terdekat, bukan diumbar di ruang publik seperti itu. Sejauh ini kami pun belum memperoleh informasi soal hal dimaksud," kata Ali Fikri kepada Liputan6.com, Rabu (3/1/2024).

"Tapi KPK sejak awal sudah membangun kerjasama sama dengan penegak hukum lain dalam pencarian para buron KPK, tidak hanya di dalam negeri, namun juga bekerjasama dengan negara lain dan sampai hari ini, kami terus berupaya melakukan upaya pencarian semua sisa DPO KPK. Tentu dengan cara dan strategi kami, yang kami kira langkahnya pun juga tidak perlu terus dipublikasikan."

"In absentia tidak semudah apa yang dia sampaikan. Secara teori bisa saja untuk setiap perkara, namun efektifitasnya harus juga terpenuhi."

Ali Fikri menjelaskan, tidak ada urgensi untuk menyidangkan tersangka Harun Masiku secara in absentia.

"Penegakan hukum korupsi ada tujuannya di antaranya efek jera pelakunya, sehingga bukan sekedar formalitas menyelesaikan sebuah perkara," pungkasnya.

Sementara Wakil Ketua KPK Alexander Marwata khawatir menilai opsi persidangan secara in absentia untuk tersangka Harun Masiku tidak cocok.

"Wong keberadaannya saja sampai sekarang enggak jelas. Masih ada atau sudah enggak ada. Kalau disidangin in absentia dan enggak tahunya yang bersangkutan sudah enggak ada, kan jadi enggak sah sidangnya," kata dia kepada Liputan6.com melalui pesan singkat, Rabu (3/1/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Belum Ada Urgensi

Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo berpendapat sama. Ia mengatakan hingga kini belum ada urgensi untuk menyidangkan tersangka Harun Masiku secara in absentia.

Sebab, Yudi menjelaskan, pasal yang menjerat Harun Masiku bukanlah terkait kerugian keuangan negara, melainkan suap.

"Pada pasal 38 dijelaskan bahwa kalau misal terdakwa dipanggil secara patut bisa sidang in absentia, yang selanjutnya juga dijelaskan bahwa in absentia penting untuk menyelamatkan kerugian negara yang didapat dari hasil korupsi tersebut. Sehingga syarat tersebut tidak ada (terpenuhi), karena pasal dari Harun Masiku adalah menyuap, pasal penyuapan begitu," kata Yudi kepada Liputan6.com, Rabu (3/1/2024).

Yudi meyakini, Harun Masiku masih bisa ditemukan. Apalagi sudah empat tahun berlalu dan sudah terlalu lama bagi seorang buronan untuk bersembunyi.

Ia juga mendorong KPK mencari tahu siapa yang mampu membiayai persembuyian Harun Masiku.

"Balik ke sidang absentia saya pikir saat ini kan kasusnya bukan hanya Harun Masiku saja, tersangka lain sudah di sidang (sudah bebas juga eks komisioner KPU Wahyu Setiawan). Jadi semua fakta sidang terkait Harun Masiku sudah jelas, sehingga kehadiran Harun Masiku sangat penting untuk bisa membuka kotak pandora pengungkapan kasus ini siapa saja yang terlibat, apakah hanya sampai Harun Masiku, putus di dia atau ada yang lain," pungkasnya.

Terlalu Banyak Tekanan Politik

Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menilai sejak awal proses penyidikan Harun Masiku sudah terlalu banyak tekanan politik, sehingga menyebabkan berlarut-larut sampai dengan hari ini.

Menurut dia, ⁠Harun Masiku mestinya bisa tertangkap dimanapun dia berada, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi dan IT Intelejen yang dimiliki oleh penegak hukum saat ini, baik oleh KPK maupun Polri.

"Perlu ada political will dari presiden selaku panglima tertinggi penegakan hukum di Indonesia untuk dapat menggunakan seluruh sumber daya penegakan hukum dan sumber daya intelejen kita yang berada di seluruh dunia (militer, kepolisian, dan intelejen yang ada di tiap kedubes kita di dunia) agar mencari Harun Masiku, dan kalau yang bersangkutan benar masih hidup, pasti tertangkap," kata Praswad kepada Liputan6.com, Rabu (3/1/2024).

"Drama pencarian Harun Masiku harus segera selesai pada periode pemerintahan sekarang, agar tidak menjadi monumen kegagalan hukum pemberantasan korupsi," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Wahyu Setiawan Siap Bantu KPK Tangkap Harun Masiku

Sebelumnya, Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan hadir memenuhi undangan pemeriksaan penyidik KPK. Wahyu mengaku kehadirannya untuk dimintai keterangan seputar buronan KPK Harun Masiku.

"Saya dimintai hadir oleh penyidik terkait dengan Harun Masiku," ujar Wahyu di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/12/2023).

Wahyu menyebut dirinya membawa dokumen untuk diperlihatkan kepada penyidik dalam proses pemeriksaan. Selain itu, dia juga berharap tim penyidik lembaga antirasuah segera menemukan Harun Masiku.

"Bawa dokumen, lah. Ya kita semua berharap Harun Masiku segera ditangkap, termasuk saya," kata Wahyu.

Berkaitan dengan dirinya yang sudah bebas, Wahyu menyebut mulai menghirup udara bebas pada 6 Oktober 2023. Dia menjalani pembebasan bersyarat (PB) dan harus melapor ke Balai Pemasyarakatan Semarang.

"Saya sudah PB tanggal 6, jadi saya sudah menjalani tanggung jawab saya, saya bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan dan saya mendapatkan PB berdasarkan peraturan perundang-undangan," kata Wahyu.

Wahyu Dicecar Soal Keberadaan Harun Masiku

Usai pemeriksaan, Wahyu Setiawan mengaku dicecar soal keberadaan Harun Masiku. Mantan komisioner KPU ini pun berharap tim penyidik KPK segera menemukan dan menangkap Harun Masiku.

"Saya hadir memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi terkait dengan Harun Masiku. Saya ditanya tentang informasi terkait dengan Harun Nasiku dan saya sudah memberikan informasi semuanya kepada penyidik. Kita berharap KPK berhasil menangkap Harun Masiku," ujar Wahyu usai diperiksa penyidik KPK.

Wahyu mengaku siap membantu penyidik KPK menemukan dan menangkap Harun Masiku. Namun Wahyu mengaku tak mengetahui keberadaan Harun Masiku.

Menurut Wahyu, penyidik KPK seharusnya mengetahui keberadaan Harun Masiku. Dia pun mempertanyakan alasan masih belum ditemukannya Harun Masiku.

"Kalau saya tahu, saya tangkap lah membantu KPK. Saya juga mempertanyakan kenapa KPK tidak segera menangkap Harun Masiku. KPK kan bisa menangkap saya, kenapa Harun Masiku tidak bisa ditangkap?" kata Wahyu.

Berkaitan dengan penggeledahan di kediamannya yang sempat dilakukan tim penyidik KPK beberapa waktu lalu, Wahyu menyebut tak ada barang bukti yang dibawa penyidik. Wahyu menyebut, dalam pemeriksaan hari ini dia juga mempertanyakan alasan penyidik menggeledah kediamannya.

"Saya pada waktu itu tidak di rumah, kemudian keluarga saya menelepon saya memberi tahu. Itu salah satu hal yang tadi saya tanyakan kepada penyidik, ternyata itu terkait dengan pencarian Harun Masiku, sudah saya sampaikan informasi semuanya," kata Wahyu.

4 dari 4 halaman

Komitmen Ketua Sementara KPK Tangkap Harun Masiku

Sebelumnya, Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memastikan terus memperbaharui surat penangkapan terhadap buronan Harun Masiku untuk memudahkan tim penindakan menangkap dan menyeret mantan caleg PDIP itu.

Nawawi menyebut, pembaharuan surat tugas terus dilakukan berdasarkan permintaan tim di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

"Satu hal yang kami tanyakan kepada mereka (Deputian Penindakan) upaya penangkapan terhadap para DPO yang dimaksud. Yang bersangkutan kemudian berkomitmen, kemudian beliau meminta kepada kami untuk melakukan semacam apa, pembaharuan terhadap surat tugas dalam kaitannya dengan upaya pencarian Harun Masiku," ujar Nawawi di Istana Merdeka, Senin (27/11/2023).

Nawawi memastikan, semua kasus yang tertunda di KPK termasuk penangkapan para buron menjadi prioritasnya. Dia tak membatasi hanya satu atau dua kasus menjadi prioritas.

"Semua perkara-perkara yang berstatus seperti itu menjadi prioritas daripada KPK," kata Nawawi.

Harun Masiku Kabur Saat OTT

Sebagai informasi, Harun Masiku ditetapkan menjadi buronan KPK dalam kasus dugaan suap pergantian anggota DPR RI melalui metode pengganti antar waktu (PAW). Harun menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.

Namun saat operasi tangkap tangan (OTT) pada awal Januari 2020, Harun Masiku berhasil kabur.

Kemudian pada akhir Januari 2020, KPK memasukkan nama Harun Masiku sebagai buronan. Tak hanya itu, Harun Masiku juga menjadi buronan internasional setelah masuk dalam daftar red notice Interpol pada pertengahan 2021.

Kasus suap yang menyeret komisioner KPU ini bermula saat caleg PDIP dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.

Nazaruddin memiliki perolehan suara terbanyak. Sementara posisi kedua dari Dapil Sumatera Selatan II adalah Riezky Aprilia. Namun dalam rapat pleno PDIP menyatakan suara Nazaruddin akan dialihkan ke Harun Masiku.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini