Sukses

Kubu Firli Sebut Valas Rp 7,4 M Tak Bisa Jadi Barang Bukti, Ini Kata Polda Metro

Ade menegaskan penyelidikan hingga sejauh ini telah sesuai dengan ketentuan KUHAP yang berlaku. Termasuk penyitaan valas yang dijadikan barang bukti penyidik.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro buka suara perihal tudingan kuasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar yang menyebut dokumen penukaran valuta asing (valas) senilai Rp 7,4 miliar tidak bisa dijadikan barang bukti dalam kasus dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Sebab menurutnya valas tersebut hanyalah data resi penukaran uang asing pada money changer.

Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mempersilakan tudingan itu. Ia hanya menyebut bukti yang telah didapatnya akan dibuktikan di meja persidangan.

"Nanti akan dibuktikan saat di muka sidang pengadilan," ungkap Ade Safri kepada wartawan, Senin (4/12/2023).

Ade menegaskan penyelidikan hingga sejauh ini telah sesuai dengan ketentuan KUHAP yang berlaku. Termasuk penyitaan valas yang dijadikan barang bukti penyidik.

“Sekali lagi saya tegaskan bahwa penyidik tidak akan mengejar pengakuan tersangka atau penyidik tidak akan menggantungkan pembuktian hanya kepada keterangan tersangka saja,” pungkas dia.

Sebelumnya, tersangka pemerasan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri buka suara soal barang bukti yang menunjukan adanya pencairan valas senilai Rp7,4 miliar, jadi salah satu dasar penetapan tersangka.

“Tentu saya percayakan ke rekan-rekan penyidik kepada seluruh rakyat Indonesia yang bisa memonitor dan mengikuti proses ini sampai selesai,” kata Firli usai pemeriksaan di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (1/12/2023).

Firli pun menyatakan setiap persoalan hukum haruslah diselesaikan dengan jelas dan dapat dibuktikan sampai akhir. Termasuk soal bukti valas yang telah menjadi barang bukti, terkait proses hukum yang berjalan.

“Awali proses hukum itu berjalan maka juga harus ada ujungnya yaitu selesai. Karena kita mengenal prinsip the sunrise in the sunset principal itulah sejatinya hukum,” katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Valas Disebut Bukan Barang Bukti

Secara terpisah, pengacara Firli, Ian Iskandar yang mengklaim kalau itu bukan valas, melainkan data resi penukaran uang asing pada money changer.

“Terkait barang bukti antara lain berupa katanya voucher valas itu ternyata bukan voucher valas. Tapi berupa resi penukaran uang asing kepada money changer,” katanya.

“Dan salah satu barang bukti itu cuma berupa rekapan yang dibuat oleh petugas money changer. Tidak didukung oleh bukti-bukti yang konkret memenuhi kualifikasi sebagai bukti secara hukum,”tambah dia.

Sementara dalam pemeriksaan tadi, Penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri ternyata telah menanyakan total 40 pertanyaan kepada Firli, dengan salah satu titik berat soal valas.

Dimana dalam kasus ini penyidik telah menyita dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar pecahan Dolar Singapura dan Amerika Serikat.

"Tersangka diperiksa sebanyak 40 pertanyaan yang dititikberatkan terhadap transaksi penukaran valas," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa dalam keterangan tertulis.

 

3 dari 3 halaman

Dalami Pertemuan Firli dengan SYL

Selain itu, Arief menyebut penyidik juga turut mendalami peristiwa pertemuan Firli dengan SYL yang diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji.

"Peristiwa pertemuan dan penerimaan hadiah atau janji; komunikasi yang menggunakan bukti digital," jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan pemeriksaan juga dilakukan seputar kewajiban dan larangan terkait jabatan Pimpinan KPK yang sempat diemban Firli. Terakhir, kata dia, penyidik turut mendalami aset dan kekayaan Firli termasuk LHKPN.

"Pemeriksaan harta kekayaan dan lhkpn; aset atau harta kekayaan lainnya yang masih dimiliki," kata dia.

Perlu diketahui dalam pemeriksaan kali ini, penyidik tidak memutuskan menahan Firli setelah diperiksa kurang lebih 10 jam. Sebagaimana, pendalaman atas Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini