Sukses

Bentrok Warga Vs Aparat di Pulau Rempang, Mahfud Md Jelaskan Duduk Perkaranya

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md menyatakan tidak menutup mata dengan apa yang terjadi di Pulau Rempang, Kamis, 7 September 2023.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md menyatakan tidak menutup mata dengan apa yang terjadi di Pulau Rempang, Kamis, 7 September 2023.

Diketahui, pada hari itu terjadi kericuhan massa yang menolak kehadiran aparat gabungan TNI, Polri, dan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan merelokasi warga karena wilayah tersebut akan dikembangkan menjadi Kawasan Rempang Eco City.

"Saya berharap pada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," ujar Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (11/9/2023).

Mahfud meminta kepada pihak otoritas setempat untuk memberi penjelasan secara humanis tentang perjanjian antara pemda, pengembang, DPRD setempat dan masyarakat soal kesepakatan 6 September 2023.

Mahfud lalu menjelaskan apa yang dimaksud kesepakatan 6 September 2023. Menurut dia, hal itu diawali pada tahun 2004 terjadi MoU antara BP Batam atau Pemda untuk pengembangan kawasan wisata pulau-pulau yang terlepas dari pulau induk dengan warga setempat.

"Memang ada peraturannya. Salah satunya Pulau Rempang itu. Itu diputuskan pengembangan wisata tahun 2001, 2002, kemudian 2004 ada perjanjian. MoU antara pengembang dengan BP Batam," jelas Mahfud Md.

Mahfud melanjutkan, berdasarkan MoU maka izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU dibatalkan semua oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Kemudian, lanjutnya, dari sanalah terjadi perintah pengosongan, karena tahun ini akan masuk berbagai kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai kebijakan tahun 2001-2002.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penjelasan Mahfud Md soal Kesepakatan Pulau Rempang

Mahfud meyakini, penghuni yang menaungi kawasan terdampak pengembangan sudah sepakat untuk menjalankan kewajiban relokasi pada 6 September 2023.

Kemudian terhadap mereka yang terelokasi, setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp120 juta setiap kepala keluarga.

"Besar itu, daerah terluar. Lalu diberi uang tunggu sebelum relokasi setiap kepala sebesar Rp1.034.000. Diberi uang sewa rumah sambil menunggu dapat rumah masing-masing Rp1 juta, semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju," jelas Mahfud.

Pada diskusi soal kesepakatan dimaksud, menurut Mahfud, 80 persen warga menyetujuinya. Namun, informasi tersebut tidak tersampaikan, sebab adanya provokator, sehingga terjadi bentrokan. Aparat penegak hukum pun bertindak dan menangkap mereka.

"Ya ada provokatornya juga, buktinya 8 orang ditangkap," kata Mahfud.

Mahfud memastikan, perintah pengosongan tidak dilakukan tanpa adanya pertanggungjawaban. Dia menegaskan, relokasi warga dilakukan ke daerah terdekat yang berlokasi di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter dengan total jumlah 1.200 Kepala Keluarga (KK).

"Itu di atas tanah 2.000 hektare. Jadi yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare dan 1.200 KK dari situ diberi tadi ganti rugi, relokasi dan sebagainya," ujar Mahfud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.