Sukses

Bahas Polusi Udara Jabodetabek, Komisi IX DPR RI Gelar Rapat Bareng Perhimpunan Dokter Paru

Komisi IX DPR RI menggelar rapat audiensi bersama Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Liputan6.com, Jakarta - Komisi IX DPR RI menggelar rapat audiensi bersama Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Audiensi itu untuk membahas polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang semakin parah.

"Hari ini kita audiensi dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan juga sekelompok masyarakat dari bicara udara untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan polusi udara yang terjadi di Jabodetabek," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (24/8/2023).

Menurut Charles, para ahli dan dokter paru memberikan sejumlah rekomendasi dan paparan mengenai polusi udara Jabodetabek yang makin parah.

Ia menyebut penyebab bukan hanya kendaan bermotor melainkan juga industri dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

"Polusi udara ini tak hanya 1 sektor saja tetapi melibatkan berbagai sektor. Kalau kita lihat penyebabnya itu bisa dari polusi transportasi, bisa juga dari pembangkit listrik yang menggunakan batubara. Sehingga untuk menghadapi atau menyelesaikan masalah ini juga membutuhkan solusi yang komprehensif yang melibatkan berbagai sektor lainnya," jelas Charles.

Sementara itu, perwakilan PDPI Agus Dwi Susanto mengatakan, untuk menyelesaikan permasalahan polusi udara harus lintas sektor dan dilakukan secara berkelanjutan.

"Yang terpenting preventionnya, mencegah. Mencegah supaya tidak timbul penyakitnya, apa yang upayanya, polutan nya itu diturunkan, dikontrol. Itu yang paling penting. Nah pengontrolan itu di luar ranahnya kesehatan dan kita enggak bisa menjangkau itu," kata dia.

Agus menegaskan, PDPI siap membantu mengatasi polusi udara dengan riset-riset yang menunjukkan bahwa polusi berdampak kepada kesehatan.

"Tolong dibantu supaya polutannya diturunkan. Karena itu bukan ranah kami. Kalau itu bisa diturunkan berbagai upayanya apa? Tentunya harus diajak juga praktisi kesehatan lingkungan, ahli kesehatan masyarakat apa yang bisa dilakukan buat menurunkan itu," tegas Agus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Nyata Polusi Udara Jakarta, Menkes Budi: Penyakit Pernapasan Naik 200 Ribu Kasus

Sebelumnya, polusi udara yang melanda Jakarta rupanya turut menyumbang atas peningkatan kasus penyakit pernapasan. Sejumlah penyakit pernapasan atau respirasi yang dimaksud seperti kanker paru, tuberkulosis, sampai pneumonia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa penyakit pernapasan di Jakarta sebelum pandemi Covid-19 saja sudah di angka 50.000 orang.

Seiring dengan kondisi kualitas udara Jakarta yang memburuk, masyarakat yang terkena penyakit pernapasan jumlahnya naik menjadi 200.000 kasus.

"Kanker paru, tuberkulosis (TB), paru kronis, asma, dan pneumonia merupakan penyakit pernapasan. Di kita sendiri, khususnya di Jakarta, sebelum pandemi Covid-19 sekitar 50.000 orang yang mengalami penyakit tersebut," kata Budi Gunadi Sadikin saat ditemui Health Liputan6.com di sela-sela acara 'ASEAN Finance and Health Ministerial Meeting' di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis (24/8/2023).

"Dan sekarang naik hingga 200.000 kasus. Itu ada akibatnya juga karena polusi udara," ujarnya.

Kelima penyakit pernapasan di atas juga memakan biaya klaim BPJS Kesehatan. Diperkirakan, dengan semakin banyaknya pasien yang terpapar polusi udara, pembiayaan klaim BPJS Kesehatan untuk menanggung penyakit pernapasan juga tinggi.

"Total klaim di BPJS Kesehatan tinggi. Jadi pasti karena tahun ini lebih banyak yang kena akan naik, maka semakin tinggi (pembiayaan klaim BPJS Kesehatan)," lanjut Budi Gunadi.

 

3 dari 4 halaman

Kasus Kejadian Penyakit Pernapasan di Indonesia

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per April 2023, dari 10 penyakit di Indonesia dengan kasus terbanyak per 100.000 penduduk, 4 di antaranya merupakan penyakit respirasi atau pernapasan.

Yaitu antara lain Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 145 kejadian dengan 78,3 ribu kematian, kanker paru 18 kejadian dengan 28,6 ribu kematian, pneumonia 5.900 kejadian dengan 52,5 ribu kematian, dan asma 504 kejadian dengan 27,6 ribu kematian.

Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, penyakit respirasi juga memberikan tekanan pada anggaran BPJS Kesehatan untuk menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.

Faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi ini pun cukup tinggi. PPOK memiliki risiko 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen, kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen.

 

4 dari 4 halaman

Pembiayaan BPJS Terkait Penyakit Pernapasan Naik

Sebagaimana data BPJS Kesehatan, selama periode 2018 - 2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi juga mencapai angka yang signifikan dan memiliki kecenderungan peningkatan tiap tahunnya.

Pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Rp1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Pemerintah terus mendorong upaya promotif preventif untuk mencegah masyarakat mengalami dampak dari polusi udara.

Ada 4 faktor risiko penyakit paru yang pertama adalah polusi udara, riwayat merokok, infeksi berulang dan genetik, dimana polusi udara menyumbang 15 sampai 30 persen.

“Upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor. Karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama," kata Budi Gunadi dalam keterangannya 4 April 2023.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.