Sukses

KPK Bakal Beberkan Kaitan Dirut Airnav Indonesia dalam Kasus Korupsi PT Amarta Karya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal membeberkan kaitan Direktur Airnav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal membeberkan kaitan Direktur Airnav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya. KPK akan mengungkapnya di persidangan.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan materi pemeriksaan terhadap Polana akan dibuka di persidangan. Diketahui Polana sempat diperiksa pada Rabu, 2 Agustus 2023.

"Materi pemeriksaan pasti nanti dibuka di hadapan majelis hakim," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Ali mengatakan, materi pemeriksaan terhadap Polana tak bisa dia sampaikan dalam proses penyidikan. Namun, Ali memastikan pemeriksaan Polana dilakukan untuk memperjelas tindak pidana korupsi yang disangkakan KPK terhadap para tersangka.

"Prinsipnya kami konfirmasi kepada pihak-pihak sebagai saksi dalam rangka memperjelas dugaan perbuatan tersangka dalam perkara yang terus kami selesaikan penyidikannya ini," kata Ali.

Berdasarkan informasi, Polana diduga menerima barang mewah seperti sepeda Brompton, jam Rolex serta sejumlah dana dari PT Amarta Karya. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ali memastikan hal itu menjadi kewenangan penyidik.

"Apakah juga ada penerimaan barang, seperti sepeda Brompton dan lain-lain tentu nanti kami akan konfirmasi dulu kepada tim penyidik KPK," kata Ali.

Diketahui, KPK menduga aliran uang korupsi pengadaan proyek fiktif pada PT Amarta Karya tahun 2018-2020 mengalir ke Airnav Indonesia. Dugaan itu diketahui saat tim penyidik lembaga antirasuah memeriksa Direktur Utama Airnav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti.

Polana Pramesti diperiksa tim penyidik di gedung KPK pada Rabu, 2 Agustus 2023 kemarin.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT AK (Amarta Karya) ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (2/8/2023).

Sumber Liputan6.com di internal KPK membenarkan adanya dugaan uang korupsi proyek fiktif Amarta Karya mengalir ke Airnav Indonesia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

KPK Tahan Mantan Dirut PT Amarta Karya

KPK menahan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo. Catur ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero Tahun 2018 hingga 2020.

"Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka CP (Catur Prabowo) untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 hingga 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, Rabu 17 Mei 2023.

Dalam kasus ini KPK menjerat Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna. Trisna sudah lebih dahulu ditahan di Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan TS (Trisna Sutisna untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei 2023 hingga 30 Mei 2023," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis 11 Mei 2023.

Johanis menyebut kasus ini bermula pada 2017 saat Catur Prabowo memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi Catur Prabowo. Sumber uang diambil dari pembayaran nlberbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.

"CV tersebut digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif," kata Johanis.

3 dari 3 halaman

Pembentukan CV Fiktif sebagai Vendor

Kemudian pada 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.

Johanis menyebut untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.

Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur Prabowo.

Johanis menyebut diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur Prabowo dan Trisna Sutisna. Di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety level 3 Universitas Padjajajran.

Akibat perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp46 miliar.

"Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," pungkasnya.

Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.