Sukses

Kasus Korupsi Tambang Nikel Antam di Sultra, PT KKP Klaim Tak Pernah Kena Sita Rp75 Miliar

AA selaku Dirut PT KKP membantah adanya penyitaan uang sebesar Rp75 miliar yang disebut dalam bentuk pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) menyatakan telah melakukan penyitaan barang bukti uang tunai sebesar Rp75 miliar dari tersangka AA selaku Direktur Utama (Dirut) PT Kabaena Komit Pratama (KKP), terkait kasus tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Terkait hal tersebut, AA selaku Dirut PT KKP membantah adanya penyitaan uang sebesar Rp75 miliar yang disebut dalam bentuk pecahan rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD) itu.

“Klien kami AA selaku Dirut PT KKP hanya menandatangani surat sita atas 11 rekening dan penyitaan atas 11 lembar rekening koran dari 11 rekening milik PT KKP dan pribadi dari tersangka AA, selain dari itu tidak ada,” tutur Kuasa Hukum AA, Aloys Ferdinand kepada wartawan, Kamis (10/8/2023).

Aloys menyatakan, penyitaan yang dilakukan pihak Kejati Sultra terhadap AA hanya dalam bentuk rekening koran, bukan uang tunai. Dari 11 rekening koran PT KKP, bila dijumlahkan saldonya kurang lebih sekitar Rp53 miliar, serta dipastikan tidak ada rekening lain ataupun uang tunai dalam pecahan mata uang asing.

Tidak ketinggalan, PT KKP memastikan tidak pernah menerima uang dari hasil penjualan ore nikel yang diduga diambil di lokasi IUP PT Antam. Bahkan, perusahaan mengklaim tidak mengetahui apakah nikel yang dijual pada periode tahun 2022 lalu menggunakan dokumen PT KKP merupakan hasil tambang IUP Antam, sebab perusahaan hanya meminjamkan dokumen saja.

"Jangankan menerima (uang korupsi), mengetahui nilai jual (ore nikel) pun nggak, jadi KKP dalam dokumen yang diberikan itu tidak mencantumkan ke rekening mana itu pembayaran ditransfer, karena masuk ke rekening peminjam dokumen," jelas dia.

Atas dokumen tersebut, sambung Aloys, PT KKP juga tetap melakukan pembayaran PNBP sesuai dengan nilai yang telah dikeluarkan oleh Surveyor. Perusahaan juga disebutnya hanya menerima fee atau bayaran atas dokumen tersebut sebesar 3 sampai dolar per metrik ton-nya.

“Klien kami baru menjabat tiga bulan sebagai direkur PT KKP. Bahwa klien kami sama sekali tidak mengetahui kegiatan penambangan yang dilakukan PT Lawu sebagai KSO dari Antam," Aloys menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ridwan Djamaluddin Jadi Tersangka Baru

Sebelumnya, Kejati Sultra merilis hasil sita barang bukti di kasus tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan menyampaikan, pihaknya mengamankan uang senilai Rp75 miliar dari mata uang rupiah, USD dan SGD dari tersangka berinisial AA selaku Dirut PT KKP serta tersangka lainnya. Barang bukti lainnya yakni ore nikel sebanyak 161.740 MT dari stock field PT LAM, ore nikel dari stock field PT KKP sebanyak 50.000 MT, rumah milik WAS di Kota Bekasi, 1 unit Mobil Honda Accord milik PT LAM yang dikuasai oleh GL, hingga dokumen dari Kantor PT LAM dan PT Antam di Blok Mandiodo.

“Penyitaan beberapa aset yang masih dalam proses persetujuan penyitaan di PN. Saat ini penyidik dan tim pelacakan aset masih melakukan penelusuran terhadap aset lainnya guna pengembalian kerugian negara,” kata Ade kepada wartawan, Selasa 8 Agustus 2023.

Menyusul dari itu, Kejati Sultra menetapkan Ridwan Djamaluddin selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai tersangka baru di kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Pantauan Liputan6.com, Rabu (9/8/2023), Ridwan keluar dari Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung sekitar pukul 17.53 WIB. Dia yang telah mengenakan rompi tahanan merah muda dan tangan diborgol itu dibawa petugas menuju mobil tahanan.

Selain itu, satu tersangka lagi adalah HJ selaku Sub Koordinasi RKKB Kementerian ESDM. Total sudah ada 10 tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut.

 

3 dari 3 halaman

Penetapan Dua Tersangka Korupsi

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) menetapkan dua tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. salah satunya Kepala Geologi Kementerian ESDM dan langsung dilakukan penahanan terhadap keduanya.

“Bertempat di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Tim Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara kembali menetapkan dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa 25 Agustus 2023.

Kedua tersangka adalah SM selaku Kepala Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang merupakan mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM; dan EVT selaku Evaluator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kementerian ESDM.

Menurut hasil penyidikan, kata Ketut, tersangka SM dan tersangka EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.

“Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit atau cadangan nikel di IUP-nya, sehingga dokumen RKAB tersebut dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain,” jelas dia.

Tentunya, hal itu berakibat pada kekayaan negara berupa ori nikel milik negara dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain.

Adapun berdasarkan perhitungan sementara auditor, keseluruhan aktivitas pertambangan di blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 Triliun. Dengan penetapan dua tersangka ini, maka total sudah ada tujuh tersangka dan penyidikan masih berlanjut, serta dalam tahap pengembangan.

“Selanjutnya, Tim Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menitipkan tersangka SM dan Tersangka EVT untuk dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Kemudian pada esok harinya, penahanan akan dipindahkan ke Rumah Tahanan Negara Kendari, Sulawesi Tenggara untuk menjalani proses hukum selanjutnya,” Ketut menandaskan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini