Sukses

Gerindra Sebut Jokowi Akan Hapus Kebijakan PPDB Sistem Zonasi Tahun Depan

Muzani mengatakan bahwa Jokowi tengah mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan PPDB sistem zonasi pada tahun depan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan persoalan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi saat bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (8/9/2023).

Muzani mengatakan bahwa Jokowi tengah mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan PPDB sistem zonasi pada tahun depan.

"Presiden sedang mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan (PPDB sistem zonasi) ini tahun depan. Tapi ini sedang dipertimbangkan," kata Muzani usai pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/9/2023).

Dia menjelaskan bahwa kebijakan PPDB sistem zonasi menimbulkan masalah baru di banyak daerah. Muzani menilai, tujuan kebijakan PPDB sistem zonasi untuk pemerataan sekolah-sekolah unggul bagi peserta didik justru tak tercapai.

"Yang terjadi justru sekolah unggul jadi unggul, yang enggak unggul malah tidak unggul," ujarnya.

Tak hanya itu, Sekjen Partai Gerindra itu juga mengungkapkan bahwa ditemukan ketidakadilan dalam pelaksanaan PPDB sistem zonasi. Salah satunya, kecurangan di sejumlah provinsi.

"Bahkan ada menimbulkan ketidakadilan di beberapa tempat. Presiden mengatakan memang ini menjadi catatan bagi pemerintah," tutur dia.

"Nyatanya memang maksud luhur, maksud mulia, maksud baik dari diselenggarakan kebijakan PPDB ternyata belum terjadi, bahkan terjadi persoalan-persoalan hampir di semua provinsi," sambung Muzani.

Pengawasan Bermasalah?

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menegaskan bahwa kecurangan yang muncul dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau PPDB sistem zonasi bukan karena kesalahan sistemnya.

"Kalau kecurangan numpang kartu keluarga (KK) itu kan bukan salahnya sistem, tapi pengawasannya yang tidak jalan," kata Muhadjir seusai menutup Seminar National Cooperative Summit 2023 di SMA Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta, Sabtu 22 Juli 2023.

Menurut Muhadjir, untuk mencegah kecurangan, pemerintah daerah semestinya dapat mengantisipasi dengan merencanakan dan memetakan jumlah kursi di sekolah negeri, enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.

Ia mencontohkan jumlah kursi saat PPDB SMP mendatang seharusnya sudah dapat dihitung berdasarkan jumlah siswa yang saat ini duduk di bangku kelas 6 SD di zona setempat.

"Paling tidak enam bulan sebelumnya. Tidak hanya mendadak karena intake-nya sudah jelas yang mau masuk SMP itu kan anak kelas 6 SD di zona itu yang harus diprioritaskan," ujar dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sistem Zonasi Perlu Dievaluasi

Muhadjir menilai sistem zonasi sejatinya lebih bagus dibandingkan kembali pada sistem lama yang telah melahirkan banyak masalah seperti pemalsuan nilai hingga jual beli kursi.

"Nanti balik kompetisi bebas, siapa yang punya duit, sebagian memang karena pintar, sebagian karena punya jabatan. Kan dulu wakil rakyat banyak yang dapat kuota, punya kursi, punya hak memasukkan siapa saja di sekolah yang disebut favorit," kata dia.

Bahkan, menurut dia, belajar dari sistem lama guru juga ikut berlomba-lomba untuk dapat mengajar di sekolah negeri favorit.

Muhadjir menuturkan pemberlakuan sistem zonasi memiliki semangat perbaikan, terutama untuk menghilangkan fenomena "kastanisasi" sekolah negeri.

"Ada sekolah-sekolah tertentu yang diperebutkan habis-habisan sementara ada sekolah yang sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Itu yang dulu kita hilangkan dengan basis zonasi," ujar dia yang dilansir dari Antara.

Lebih lanjut, menurut Muhadjir, kebijakan itu juga bertujuan mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah.

"Kalau sampai sekarang masih ada pandangan orang tua berebut sekolah tertentu ya berarti jangan salahkan sistemnya, yang salah itu mestinya pemerintah daerahnya kenapa sudah enam tahun kok belum bisa menciptakan pemerataan pendidikan di tempatnya," kata Muhadjir Effendy.

Meski demikian, Muhadjir menyatakan tidak masalah apabila ada sebagian pihak yang menilai kebijakan zonasi perlu dievaluasi atau bahkan diganti.

"Kalau mau kembali ke sistem lama silakan. Kalau menurut saya perbaikilah sistem yang ada ini, silakan diubah kalau sudah tidak cocok dan memang seharusnya begitu, harus selalu ada evaluasi dan perbaikan," kata dia.

Dia menekankan bahwa munculnya sistem zonasi bukanlah keputusan pemerintah secara sepihak, melainkan berdasar hasil kajian Balitbang Kemendikbud serta rekomendasi dari ombudsman.

"Jadi bukan perorangan, sehingga kalau memang mau dihilangkan silakan tapi juga harus melalui prosedur yang benar. Tidak ada klaim bahwa itu (sistem zonasi) karya siapa," ujar Muhadjir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.