Sukses

Pukat UGM: Kejar Aliran Uang Dugaan Korupsi BTS Kominfo dengan UU TPPU

Zaenur optimistis Kejagung takkan berhenti mengusut kasus ini di penetapan tersangka mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Plate. Sebab, pihak-pihak yang diduga turut bermain belum dijerat.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada mendorong Kejaksaan Agung menerapkan tersangka kasus dugaan korupsi megaproyek pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 BAKTI Kominfo 2020-2022, dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU. Pasalnya, proyek bernilai Rp 10 triliun itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 8 triliun. Pukat UGM berharap dengan penerapan pasal TPPU dapat mengembalikan kerugian negara. 

"Saya pikir, kejaksaan dapat menggunakan UU TPPU, melakukan perampasan aset secara optimal sehingga kerugian negara dapat dipulihkan secara optimal mungkin," kata peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Di sisi lain, Zaenur optimistis Kejagung takkan berhenti mengusut kasus ini di penetapan tersangka mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Plate. Sebab, pihak-pihak yang diduga turut bermain belum dijerat.

"Ini tidak menutup kemungkinan lintas partai pelakunya. Pertama, dari subkontraknya diduga ada terkait partai lain. Jadi, saya melihat memang kasus ini harus dikembangkan terus," ucapnya.

"Kemungkinan pelaku di internal Kementerian Kominfo sendiri masih sangat potensial adanya pihak-pihak lain yang bisa dijerat. Juga dari para penyedia barang dan jasanya, khususnya para subkon-subkon, subkontraktor-subkontraktor yang turut terlibat," sambungnya.

Kepala BPKP, M. Yusuf Ateh, sebelumnya menyampaikan, penghitungan kerugian negara dalam kasus pengadaan BTS 4G dilakukan dengan berbagai pendekatan. Misalnya, audit, verifikasi pihak terkait, dan observasi fisik ke beberapa lokasi proyek bersama tim ahli.

"Kerugian keuangan negara terdiri dari tiga hal. Yaitu, biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun," ujarnya, beberapa waktu lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menkopolhukam: Saya Tak Boleh Mendahului Pengadilan

Pelaksana tugas (Plt) Menkominfo Mahfud MD menanggapi soal aliran uang dugaan korupsi menara Base Transceiver Station (BTS) apakah mengalir ke partai NasDem. Dia menyebut, hal itu biarkan pengadilan yang membuka.

"Enggak tahu, nanti pengadilan saja. Saya kan tidak boleh mendahului pengadilan," kata Mahfud usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Mahfud enggan blak-blakan soal dugaan korupsi proyek BTS ini. Yang jelas, penegak hukum tidak pandang bulu mengenai siapa saja yang terlibat dalam kasus itu.

"Ya kan bocoran tidak harus dibocorkan lagi. Biar pengadilan aja yang nanti akan. Anda ikuti aja pengadilannya itu akan terbuka dan fokusnya pada masalah hukum. Tidak peduli siapa pelakunya, ini hukum," tuturnya.

Mahfud menegaskan, diusutnya masalah proyek BTS bukanlah politisasi. Dia menuturkan, penyidikan pada proyek itu sudah dilakukan sejak bulan Juni tahun 2022 dan proses hukum terus berjalan.

"Jadi engga ada kaitannya dengan pemilu, dengan calon pilpres atau apapun semua tahu itu karena dulu ketika mulai diselidiki itu juga sudah disiarkan di media massa," terang Mahfud.

Mahfud mengakui juga mempelajari hal khusus terkait dengan munculnya kasus korupsi Base Transceiver Station (BTS) di Kementerian Kominfo. Perihal itu, Mahfud menyampaikan proyek BTS adalah proyek yang sudah direncanakan sejak lama dan penting bagi rakyat.

"Jadi harus diteruskan. Itu (BTS) berlangsung sejak tahun 2006 sampai tahun 2019 berjalan bagus. Baru muncul masalah sejak anggaran tahun 2020," kata dia.

Mahfud menambahkan, masalah terjadi saat proyek senilai lebih dari Rp28 triliun tersebut cair sebesar lebih dari Rp10 triliun di tahun 2020-2021.

Namun celakanya, pada Desember saat laporan harus disampaikan penggunaan dananya dan harus dipertanggungjawabkan, nyatanya hingga Desember 2021 barangnya nihil.

"Alasannya Covid, jadi minta perpanjangan, padahal uangnya sudah keluar 2020-2021," kata Mahfud.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini