Sukses

5 Respons Berbagai Pihak dari Polri, MUI, hingga Setara Institute Usai Viral Peneliti BRIN Ancam Muhammadiyah

Belum lama ini viral salah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin diduga mengeluarkan pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini viral salah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin diduga mengeluarkan pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah.

Ancaman tersebut berbunyi "perlu saya halalkan darahnya" ketika berkomentar terkait penentuan hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah yang dilakukan Muhammadiyah.

Tak hanya Muhammadiyah, sejumlah pihak pun turut merespons adanya dugaan pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah yang disampaikan seorang peneliti BRIN AP Hasanuddin.

Salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas meyakini bahwa pihak kepolisian akan segera mengusut ancaman pembunuhan dari seseorang yang diduga peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah hanya karena perbedaan penetapan 1 Syawal.

"Saya tahu pihak kepolisian akan berbuat sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia, maka saya hanya bersikap menunggu," ujar Anwar Abbas saat dihubungi dari Jakarta, Senin 24 April 2023 dikutip Antara.

Anwar Abbas memandang sikap dari seorang yang diduga peneliti BRIN bernama Andi Pangerang Hasanuddin yang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah hanya karena perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah, sudah masuk ranah tindak pidana.

Senada, SETARA Institute juga menegaskan pernyataan Andi bukanlah bentuk kebebasan berpendapat.

Berikut sederet respons berbagai pihak usai viral salah seorang peneliti BRIN Andi Pangerang (AP) Hasanuddin diduga mengeluarkan pesan bernada ancaman bagi Muhammadiyah dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. BRIN Sebut Akan Beri Sanksi Etik Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melakukan pengecekan atas informasi dan penulis komentar bernada ancaman terhadap jemaah Muhammadiyah yang viral di media sosial.

Ancaman tersebut berbunyi "perlu saya halalkan darahnya" ketika berkomentar terkait penentuan hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah yang dilakukan Muhammadiyah diduga dilakukan oleh seorang peneliti BRIN, Andi Pangerang (AP) Hasanuddin.

"Langkah konfirmasi dilakukan untuk memastikan apakah benar sivitas tersebut adalah ASN di BRIN atau bukan," tulis BRIN dalam siaran pers yang dikutip pada akun instagram resmi @brin_indonesia nomor 017/SP/HM/BKPUK/IV/2023.

Selain itu, apabila penulis komentar tersebut dipastikan ASN BRIN dimaksud AP Hasanuddin. Maka akan dilakukan tindaklanjut proses secara etik yang akan dilakukan Majelis Etik ASN.

"Sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021," sebutnya.

"Kepala BRIN mengimbau agar publik tidak terpancing. dengan isu yang beredar dan mengajak publik untuk merujuk pada sumber informasi yang terpercaya," tutup keterangan resmi BRIN.

 

3 dari 6 halaman

2. PP Muhammadiyah Beri Respons Elegan

Menyikapi komentar di media sosial (medsos) terkait diduga peneliti astronomi BRIN yang berisi kemarahan terhadap warga Muhammadiyah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad mengimbau agar warga Muhammadiyah agar tetap bijak, dewasa.

"Kami mengimbau agar warga tidak terpancing dengan berbagai cemoohan, sinisme, tudingan, hujatan, kritik yang menyerang, hingga ada oknum yang mengancam secara fisik terkait perbedaan pelaksanaan idul fitri 1444 H," tutur Dadang Kahmad, dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.

Dadang menambahkan, Muhammadiyah sudah kenyang pengalaman diperlakukan negatif atau buruk seperti itu sepanjang perjalanan sejarahnya hingga kini.

"Dulu ketika Kyai Ahmad Dahlan memelopori arah kiblat yang benar secara syariat dan ilmu disikapi serupa, dituding kafir dan dirobohkan masjid yang dibangunnya di Kauman. Kini perangai serupa tertuju ke Muhammadiyah oleh orang-orang yang boleh jadi berilmu, mungkin karena merasa benar sendiri atau memang bersikap kerdil yang tentu tak sejalan dengan khazanah dunia ilmu dan akhlak Islam," ucap Dadang.

Dadang mengajak kepada para pihak yang tak sejalan dengan pandangan keislaman Muhammadiyah agar kedepankan akal sehat, sikap ilmiah yang objektif, dan keluhuran adab Islam layaknya orang beragama dan berilmu.

"Bila di negeri ini para petinggi negeri selama ini begitu gencar menyuarakan moderasi dan toleransi dalam beragama dan berbangsa serta ajakan jangan radikal dan intoleran," tegas Dadang.

Maka Muhammadiyah hanya ingin bukti apakah hal tersebut dipraktikkan secara autentik dan nyata, bukan hanya ditujukan kepada pihak lain, tetapi di lingkungan sendiri-sendiri agar tidak sekadar retorika dan sepihak seperti pepatah:

"Kuman di seberang lautan tampak, Gajah di pelupuk mata tak tampak” atau pepatah lain “Tiba di mulut dimuntahkan, Sampai di perut dikempiskan," ucapnya.

"Muhammadiyah secara organisasi tetap elegan dalam menyikapi sikap maupun pernyataan negatif seputar perbedaan idul fitri karena sudah biasa dan terbiasa," imbuh Dadang.

Dadang mengimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah agar tidak bersikap yang sama dengan mereka yang kerdil pemikiran dan sikapnya dalam beragama dan berbangsa. Tunjukkan bahwa warga Muhammadiyah berkeadaban, berilmu, berbangsa, dan bahkan beragama lebih baik di dunia nyata.

"Bila dari pernyataan-pernyataan buruk orang-orang itu terhadap Muhammadiyah ada yang sudah melewati batas dan dapat masuk ke ranah hukum, tentu jalan hukum itu selalu terbuka untuk dilakukan sejalan dengan koridor yang dijamin konstitusi dan terhormat dalam berbangsa. Sekali lagi warga Muhammadiyah agar tetap mengedepankan pemikiran dan sikap luhur, serta tidak mengambil langkah sendiri-sendiri," jelas Dadang.

Terakhir, Dadang bergarap kepada para elite negeri dan cerdik cendekia untuk bersama-sama menciptakan suasana beragama dan berbangsa yang lebih kondusif dan bermartabat luhur, seraya menjauhkan diri dari hal-hal tidak atau kurang terpuji yang dapat meretakkan hidup berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia milik bersama.

 

4 dari 6 halaman

3. Polri Selidiki Kasus Peneliti BRIN Ancam Warga Muhammadiyah

Pihak kepolisian akan menyelidiki kasus terkait ancaman yang disampaikan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang kepada warga Muhammadiyah. Ancaman tersebut buntut dari adanya perbedaan dari penetapan Idul Fitri 1444 H.

"Polri merespons adanya ancaman segala macam dengan melakukan penyelidikan," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan melansir Antara, Selasa (25/4/2023).

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid A. Bachtiar pada Senin 24 April 2023 kemarin mengatakan, pihaknya melakukan profiling terkait pernyataan ancaman tersebut.

"Sedang kami profiling tentang pernyataan tersebut," ujarnya.

Diketahui, pengurus Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah telah mendatangi Bareskrim Polri Jakarta pada Selasa. Hal ini dilakukan dalam rangka membuat laporan polisi terkait komentar ancaman tersebut.

Perwakilan PP Pemuda Muhammadiyah itu berjumlah tiga orang dan didampingi oleh pengacara. Mereka langsung menuju ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri.

Adapun saat ini peneliti BRIN tersebut telah secara resmi dilaporkan dengan dugaan tindak pidana fitnah, pencemaran nama baik, dan ujaran kebencian.

Laporan tersebut telah terdaftar dengan nomor LP/B/IV/2023/SPKT/Bareskrim Polri, tanggal 25 April 2023. Pelapornya adalah Nasrullah yang merupakan Ketua Bidang Hukum dan HAM Pemuda Muhammadiyah.

"Terlapor AP Hasanuddin, untuk pengembangan penyelidikan kami serahkan ke penyidik. Intinya, beberapa hari ini viral dan cukup menyakitkan bagi warga Muhammadiyah; sehingga mau tidak mau kami mengambil langkah hukum tersebut," ujar Adi.

 

5 dari 6 halaman

4. MUI Angkat Suara Sebut Masuk Ranah Pidana

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meyakini bahwa pihak kepolisian akan segera mengusut ancaman pembunuhan dari seseorang yang diduga peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah hanya karena perbedaan penetapan 1 Syawal.

"Saya tahu pihak kepolisian akan berbuat sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia, maka saya hanya bersikap menunggu," ujar Anwar Abbas saat dihubungi dari Jakarta, Senin 24 April 2023 dikutip Antara.

Anwar Abbas memandang sikap dari seorang yang diduga peneliti BRIN bernama Andi Pangerang Hasanuddin yang mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah hanya karena perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah, sudah masuk ranah tindak pidana.

Kendati demikian, ia meminta kepada warga persyarikatan Muhammadiyah untuk tetap sabar dan bijak dalam menyikapi kasus ini. Anwar mendorong warga untuk menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian.

"Oleh karena itu sikap yang baik dan terbaik kita lakukan dalam masalah ini adalah mari kita tunggu dan kita serahkan sepenuhnya urusan penyelesaian masalah ini kepada pihak kepolisian," jelas dia.

 

6 dari 6 halaman

5. SETARA Institute Juga Sebut Masuk Ranah Pidana

SETARA Institute juga menegaskan pernyataan Andi bukanlah bentuk kebebasan berpendapat.

"Pernyataan itu disertai ancaman pembunuhan mengafirmasi dan mendukung pernyataan provokatif Professor BRIN Thomas Djamaludin, yang juga rutin menyebarkan pendapat terkait perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri, tetapi sangat tendensius dan sinikal pada ijtihad Muhammadiyah," tulis Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan dalam keterangan pers diterima, Selasa (25/4/2023).

Menurut Halili, berdasar pernyataan A.P Hasanuddin cuitannya di media sosial menegaskan bahwa akun yang bersangkutan bukan di-hack karenanya dia meminta maaf melalui pernyataan terbuka. Meski permintaan maaf dan pengakuan Hasanuddin boleh diapresiasi, tetapi tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah.

"Perbuatan Hasanuddin telah memenuhi unsur pidana, baik dari sisi tindakan penghasutan, ujaran kebencian, maupun dampak perbuatannya yang menimbulkan kegaduhan," kata Halili.

"Pernyataan Hasanuddin bukanlah bentuk kebebasan berpendapat bukan pula kebebasan bagi seorang peneliti," terang Halili lagi.

Halili memandang, cara beberapa pemikir merespons perbedaan Hari Raya menunjukkan penerimaan atas perbedaan dan keberagaman begitu rapuh dan miskin perspektif. Alih-alih menjadi penyeru toleransi atas perbedaan, sejumlah pemikir justru melakukan bullying terhadap kelompok yang berbeda.

"Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana," urai Halili.

Halili menyatakan, SETARA Institute sudah sejak lama memperkenalkan istilah condoning dan pelarangannya bagi pejabat publik. Condoning diartikan sebagai pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan berpotensi menimbulkan kekerasan.

"Secara etis ini adalah pelanggaran serius, sekalipun condoning belum dikualifikasi sebagai tindak pidana," tutur Halili.

Halili yakin, jika tindakan seperti yang dilakukan A.P Hasanuddin dibiarkan, maka atas nama pluralisme pula orang bisa melakukan represi terhadap yang lain. Karena itu, SETARA Institute mendesak Kapolri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini.

"Respons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan oleh beberapa pihak. Pembiaran tindakan seperti yang dilakukan oleh A.P Hasanuddin akan mendorong terjadinya normalisasi kebencian," dia menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.