Sukses

Profil Anas Urbaningrum hingga Sejarahnya dengan Partai Demokrat dan Terjerat Kasus Korupsi yang Bebas Hari Ini

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat pada hari ini, Selasa (11/4/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat pada hari ini, Selasa (11/4/2023). Loyalis Anas Urbaningrum pun bakal berencana menyambut bebasnya dengan beberapa rangkaian kegiatan.

Kornas Sahabat Anas Urbaningrum, Muhammad Rahmad mengatakan saat penyambutan Anas nanti, para loyalis diimbau mengenakan pakaian berwarna putih. Dia juga mengimbau para loyalis Anas tak membawa atribut apa pun.

"Terkait penyambutan dan penjemputan Mas Anas Urbaningrum pada Selasa, 11 April 2023, jam 14.00 WIB, di Lapas Sukamiskin, Bandung, bersama ini kami infokan kepada Sahabat Anas, dresscode putih, kaus oblong, kaus berkerah, kemeja, koko, dan lain-lain, warna putih dan bawahan bebas," kata Rahmad dalam keterangan tertulis, Jumat 7 April 2023.

"Diimbau untuk tidak membawa atribut apa pun, termasuk tulisan tulisan. Tidak diperkenankan membawa senjata tajam atau bahan yang mudah terbakar," sambungnya.

Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti juga membenarkan jika Anas bebas pada hari ini, Selasa (11/4/2023). Rika menyebut Anas Urbaningrum akan dikeluarkan dari Lapas Sukamiskin usai persyaratan pembebasan dinyatakan lengkap.

"Kalau pun sudah memenuhi persyaratan, sudah dicek dari pihak Lapas juga, maka pengeluaran Anas akan dilaksanakan besok (Selasa, 11 April 2023), dalam rangka program integrasi Cuti Menjelang Bebas (CMB)," kata Rika saat dikonfirmasi, Senin 10 April 2023.

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Anas Urbaningrum? Berikut profil singkat hingga perjalanan politik dan kasus yang menjerat Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kehidupan Pribadi Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum lahir pada 15 Juli 1969 Lahir di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur. Anas menempuh pendidikan dari SD hingga SMA di Kabupaten Blitar.

Usai SMA, ia melanjutkan kuliah di lulusan jurusan FISIP Universitas Airlanga (Unair) pada 1992 dan pascasarjana atau master bidang ilmu politik pada 2000 di Universitas Indonesia (UI).

Saat menempuh pendidikan di UI, Anas tercatat aktif di organisasi gerakan mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dan itulah menjadi titik awal Anas mulai berkecimpung di dunia politik.

Anas juga sempat menjadi Ketua Umum Pengurus Besar atau PB HMI, tepatnya pada kongres HMI di Yogyakarta pada 1997. Selanjutnya, Anas melanjutkan studi doktor ilmu politiknya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Anas menikah dengan Athiyyah Laila Attabik atau Tia. Anas dan Tia pertama kali bertemu karena diperkenalkan teman-teman di HMI Yogyakarta.

Anas dan Tia tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur bersama keempat anak mereka yaitu Akmal Naseery (lahir 2000), Aqeela Nawal Fathina (lahir 2001), Aqeel Najih Enayat (lahir 2003), dan Aisara Najma Waleefa (lahir 2005).

 

3 dari 5 halaman

Karier Politik

Kiprah Anas di dunia politik dimulai dari organisasi gerakan mahasiswa. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.

Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998.

Pada era itu pula, Anas menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.

Pada pemilihan umum demokratis pertama 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik atau Tim Sebelas yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam Pemilu.

Selanjutnya, ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2005 yang mengawal pelaksanaan Pemilu 2004.

 

4 dari 5 halaman

Bergabung dengan Partai Demokrat

Setelah mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.

Anas lalu terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kota Kediri, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Tulungagung dengan meraih suara terbanyak, yaitu 178.381 suara, melebihi angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sebesar 177.374 suara.

Pada 1 Oktober 2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI. Tugas berat yang berhasil dijalankannya dengan baik adalah menjaga kesolidan seluruh anggota Fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.

Menyusul pemilihannya sebagai Ketua Umum Partai pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari DPR.

Sebagai partai pemenang Pemilu 2009, kongres kedua Partai Demokrat di Bandung pada 20-23 Mei 2010 menjadi peristiwa penting dalam politik Indonesia. Anas mendeklarasikan pencalonannya di Jakarta pada 15 April 2010.

Kompetisi di kongres berlangsung ketat dengan tiga kandidat kuat, yaitu Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng (yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga RI kala itu), dan Marzuki Alie (Ketua DPR RI kala itu) yang baru saja mendeklarasikan pencalonannya sehari sebelum kongres dimulai.

Dalam pemungutan suara putaran pertama, Anas unggul (236 suara) dari Marzuki Alie (209 suara) dan Andi Mallarangeng (82 suara). Karena tidak ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, pemungutan suara putara kedua dilakukan.

Menjelang putaran kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi pernyataan agar perwakilan DPD dan DPC memilih ketua umum Partai Demokrat sesuai dengan hati nurani, yang mengindikasikan berjalannya demokrasi internal di partai terbesar ini.

Pada putaran kedua, Anas unggul dengan perolehan 280 suara. Marzuki Alie memperoleh 248 suara, sementara dua suara dinyatakan tidak sah. Pemilihan ini membuat Anas menjadi salah seorang ketua umum partai politik termuda di Indonesia.

Pada 17 Oktober 2010, Anas melantik pengurus pleno DPP Partai Demokrat yang berjumlah 2.000 orang pada saat peringatan ulang tahun partai tersebut di Jakarta.

 

5 dari 5 halaman

Anas Urbaningrum dan Sejarahnya dengan Demokrat hingga Terjerat Kasus Korupsi

Mantan Wakil Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat Muhammad Rahmad pernah menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan kudeta terhadap Anas Urbaningrum lewat jalur hukum.

Diketahui, Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-2013. Anas diganti dari posisi tersebut setelah terjerat kasus korupsi Hambalang.

Dia bilang, SBY mengkudeta Anas lewat jalur hukum setelah gagal melalui cara politik.

Hal yang sama juga dikatakan mantan politikus Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun. Dia menuding SBY melakukan kudeta pada Kongres Luar Biasa (KLB) tahun 2013 yang menggantikan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum.

Anas, yang menjadi ketua umum hasil Kongres II tersandung masalah hukum. SBY yang ketika itu menjabat sebagai ketua dewan pembina dan Presiden RI mengambil kekuasaan Anas yang belum terjerat status tersangka. SBY membentuk presidium sebagai ketua dan Anas sebagai wakil ketua.

"SBY selaku ketua dewan pembina Partai Demokrat dan juga Presiden RI mengambil kekuasaan Anas Urbaningrum dengan cara membentuk presidium dimana ketuanya SBY, wakil ketua Anas Urbaningrum yang tidak memiliki fungsi lagi menjalankan roda partai Demokrat sebagai Ketum," kata Jhoni.

"Inilah kudeta yang pernah terjadi di Partai Demokrat," imbuhnya.

Kemudian KLB pertama digelar di Bali tahun 2013. SBY menggantikan Anas yang terjerat kasus hukum sebagai ketua umum. SBY mengatakan, hanya melanjutkan kepemimpinan Anas hingga 2015.

Ketika itu, Jhoni bercerita dirinya diperintah SBY untuk membujuk Marzuki Alie agar tidak maju sebagai kandidat ketua umum. Padahal, Marzuki mendapatkan suara terbesar kedua setelah Anas saat Kongres II.

"Beliau (SBY) mengatakan hanya akan meneruskan sisa kepemimpinan Anas Urbaningrum, sehingga saya, Jhoni Allen Marbun, diperintahkan oleh SBY untuk membujuk Marzuki Alie yang saat itu menjabat ketua DPR RI untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum Partai Demokrat. Padahal, pada Kongres II 2010 memperoleh suara kedua terbesar setelah Anas Urbaningrum," ungkapnya.

Namun, hal ini dibantah oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Ia mengatakan, sejarahnya SBY justru melindungi Anas.

"Kalau dibilang Bapak SBY kudeta Anas, sejarah Partai Demokrat justru melindungi Anas," katanya.

Herzaky bercerita, DPD dan DPC Partai Demokrat saat itu meminta Kongres Luar Biasa terhadap Anas. Namun, hak Anas dilindungi oleh majelis tinggi ketika itu, meski kasusnya menyebabkan elektabilitas Partai Demokrat terus turun.

"Permintaan DPD dan DPC agar Anas di KLB-kan justru haknya dilindungi oleh majelis tinggi waktu itu, meskipun elektabilitas Partai Demokrat turun terus waktu itu karena kasus Anas," jelasnya.

Anas masih diterpa isu dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Majelis Tinggi Partai Demokrat berupaya menyelamatkan hak Anas sebagai ketua umum, hingga akhirnya posisinya sulit karena menjadi tersangka.

"Karena Anas baru diterpa isu dan belum menjadi tersangka. Majelis Tinggi Partai lakukan penyelamatan hak Anas sebagai ketum sampai akhirnya Anas sulit diselamatkan karena posisi tersangka. Itu ada dalam AD ART," jelas Herzaky.

Anas sendiri pada 24 September 2014 divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Anas diseret ke meja hijau terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kasus pencucian uang, serta proyek lain.

Kemudian dalam perjalanannya, Anas mengajukan PK dan dikabulkan oleh MA. Dalam putusan PK itu Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 57 miliar, ditambah USD 5,261 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi uang pengganti.

Bila asetnya tidak cukup, hukuman Anas ditambah 2 tahun penjara. Hak politik Anas juga dicabut selama 5 tahun usai menjalani masa pidana pokok.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.