Sukses

Jokowi Beri KTP Bagi Warga Tanah Merah Jauh Sebelum Anies Baswedan Terbitkan IMB

Jauh sebelum penerbitan IMB oleh Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Jokowi telah menerbitkan KTP untuk 1.665 jiwa dan 715 Kartu Keluarga (KK) dikeluarkan bagi warga Tanah Merah.

Liputan6.com, Jakarta Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di permukiman Tanah Merah, Rawabadak, Jakarta Utara oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2021 menjadi sorotan usai kebakaran yang melanda Depo Pertamina Plumpang. Insiden kebakaran itu memakan banyak korban jiwa.

Namun, saat itu IMB yang dikantongi warga tersebut, bukanlah IMB perorangan, yang disebut Lurah Rawa Badak Selatan, Suhaena tidak ada kaitannya dengan kepemilikan lahan.

Perihal terbitnya IMB di kawasan dekat Depo Pertamina ini, diungkit anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak. Dia menyinggung janji politik Anies Baswedan terhadap Kampung Tanah Merah.

Namun rupanya jauh sebelum penerbitan IMB oleh Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Joko Widodo atau Jokowi telah menerbitkan KTP untuk 1.665 jiwa dan 715 Kartu Keluarga (KK) dikeluarkan bagi warga yang berada di wilayah tersebut pada 13 Maret 2013.

Hal ini terungkap saat beredar potret dokumen kontrak politik Jokowi saat kampanye sebagai balon gubernur pada pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 silam.

Namun, waktu sebelum KTP diserahkan, Jokowi pernah menyampaikan bahwa pemberian KTP di lokasi yang bersengketa dengan Pertamina itu ada syaratnya.

Mantan Wali Kota Solo itu menyatakan bahwa pemberian KTP tidak serta merta menjadi pegangan untuk mengklaim tanah itu menjadi milik warga. Kala itu, Jokowi juga mengakui bahwa dia belum memahami dan mengetahui status kepemilikan tanah yang ditempati warga.

"Pertamina juga belum punya pegangan. Jadi, tidak ada salahnya kami berikan KTP," kata Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, 14 Januari 2013.

Jokowi menandatangani kontrak politik tersebut di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu, 15 September 2012. Dokumen dibuat bersama Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Komunitas Juang Perempuan (KJP), dan Urban Poor Consortium (UPC).

 

Bertajuk Jakarta Baru: Pro Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan, dan Partisipasi Warga, setidaknya ada tiga poin utama dalam kontrak politik Jokowi tersebut. Adapun isinya antara lain mengenai keterlibatan warga dalam penyusunan pembangunan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga, serta keterbukaan dan penyebarluasan informasi.

Pada poin pertama kontrak itu, warga meminta Jokowi untuk dilibatkan dalam penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program pembangunan kota.

Lalu, kontrak politik selanjutnya berisi tuntutan pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota yang meliputi dua hal, yakni Jokowi diminta melegalkan kepemilikan tanah yang telah ditempati selama 20 tahun lebih dan diminta untuk tidak melakukan penggusuran terhadap permukiman kumuh.

"Legalisasi kampung ilegal yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa maka akan diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik," demikian bunyi kontak politik Jokowi tersebut, dikutip Senin (6/3/2023).

"Permukiman kumuh tidak digusur tapi ditata. Permukiman kumuh yang berada di atas lahan milik swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dilakukan negosiasi dengan pemilik lahan. Gubernur akan menjadi mediator supaya warga tidak kehilangan haknya. Pembangunan Jakarta akan dimulai dari kampung-kampung miskin," demikian isi kontrak politik Jokowi.

Poin terakhir, Jokowi diminta untuk melindungi dan menata ekonomi informasi terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL), becak, nelayan tradisional, pekerja rumah tangga, asongan, pedagang kecil, dan pasar tradisional.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Cari Kambing Hitam

Ketua Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menanggapi soal heboh sengketa lahan Tanah Merah usai kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Koja Jakarta. Ida meminta agar tak ada yang dikambinghitamkan atas persoalan itu.

Diketahui, buntut kebakaran Depo Pertamina Plumpang ini beredar dokumen kontrak politik Joko Widodo (Jokowi) dan Anies Baswedan kala kampanye untuk maju sebagai calon gubernur di pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.

"Kalau saya begini, ini kan sudah terjadi semua, ini ada musibah. Saya pikir tidak perlu cari kambing hitam atau kesalahan apa, tidak perlu," kata Ida.

Menurut Ida saat ini yang paling penting ialah mencari solusi tempat tinggal layak huni jangka panjang bagi warga yang rumahnya luluh lantak karena kebakaran. Terlebih, kata Ida adanya permukiman di dekat Depo Pertamina sangat berbahaya.

"Mencari solusi, ini yang pas, mencari solusi saja. Kan kemarin Pak Presiden sudah hadir ke sana. Pak presiden ada dua solusi, warga yang dipindahkan, direlokasi, atau Pertaminanya," terang Ida.

Ida menyampaikan bahwa dua opsi relokasi ini harus dipikirkan secara matang serta mempertimbangkan lama waktu pemindahan.

"Saya berpikir, kita cari solusi terbaiknya saja, kalau berbicara bahwa pertamina yang dipindahkan, butuh waktu berapa puluh tahun? butuh waktu berapa lama? itu yang musti kita lihat," kata dia.

Lebih lanjut, Ida juga mendukung apabila yang direlokasi adalah warga. Dia bahkan mengusulkan sejumlah lahan yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta hingga rumah susun sewa (Rusunawa) di Ibu Kota untuk dijadikan tempat relokasi.

Perihal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan, menurut Ida hal tersebut tidak ada kaitannya dengan kepemilikan lahan. Kendati demikian, Ida menyebut bahwa penerbitan IMB seharusnya memiliki acuan yang jelas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.