Sukses

Anggota DPR Kecam Seruan Tolak Bayar Pajak Imbas Kasus Anak Eks Pejabat Pajak Rafael Alun Trisambodo

Seruan menolak bayar pajak muncul sebagai reaksi masyarakat terhadap besarnya kekayaan eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. Publik menilai, tidak wajar Rafael pejabat eselon III memiliki kekayaan hingga Rp 56 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Aksi pamer kekayaan anak eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo berimbas munculnya seruan menolak bayar pajak. Namun, hal ini dikecam oleh anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno.

Menurut anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu, gerakan menolak bayar pajak bisa berdampak pada pembangunan nasional.

"Tidak boleh demikian. Boikot adalah tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum," kata Hendrawan dilansir dari Antara, Rabu (1/3/2023).

Seruan menolak bayar pajak muncul sebagai reaksi masyarakat terhadap besarnya kekayaan eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo. Publik menilai, tidak wajar Rafael pejabat eselon III memiliki kekayaan hingga Rp 56 miliar.

Hendrawan berhadap, dengan munculnya kasus Mario Dandy dan dugaan harta tak wajar Rafael Alun Trisambodo, membuat Kementerian Keuangan melakukan perbaikan internal.

"Kemenkeu harus menerjemahkan indikator tersebut disosialisasikan secara agresif," ucap Hendrawan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ramai Warganet Serukan Tolak Bayar Pajak

Sebelumnya, publik belakangan dikagetkan dengan kasus penganiayaan melibatkan seorang anak eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Menyusul terungkap kegemaran si anak eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang memamerkan barang mewah.

Kasus ini terus bergulir dan menyita perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Rafael Alun Trisambodo, si pegawai pajak akhirnya dicopot dari tugas dan jabatannya sebagai Eselon 3 di Ditjen Pajak. Selanjutnya harta Rp 56 Miliar akan diperiksa oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

Ternyata masih terdapat buntut lanjutan dari kasus yang menyita perhatian publik ini. Banyak warganet yang kemudian mempertanyakan besarnya harta seorang pejabat pajak. Ironisnya ada suara-suara yang merasa tidak perlu menyetorkan pajak imbas terbongkarnya kasus ini.

Meski beberapa netizen di media sosial tak sepakat dan memastikan tetap akan membayar pajak dengan alasan kewajiban dan kontrol penggunaan uang hasil pajak.

Liputan6.com mencoba menelusuri kata kunci 'stop bayar pajak' melalui platform Hoaxy. Platform berbasis web ini bisa menghitung berapa banyak cuitan mengenai kata kunci spesifik di media sosial Twitter.

Hasilnya, hingga Senin (27/2/2023), pukul 13.00 WIB, sudah ada 1.150 cuitan yang mengandung kata kunci 'stop bayar pajak'. Ini terjadi sejak 23 Februari 2023 lalu.

"Hahaha, stop bayar pajak. Berhenti memperkaya dan memperbesar perut bara pejabat korup," tulis salah satu warganet, tanggapi unggahan akun Ditjen Pajak RI.

"Perlukah kita stop bayar pajak dulu, pegawai pajak aja gak taat bayar pajak, giliran rakyat kecil aja disuruh taat bayar pajaknya. @DitjenPajakRI," cuit warganet lainnya.

Namun, banyak juga warganet yang hanya menuliskan 'stop bayar pajak' tanpa menambahkannya dengan kalimat yang lebih panjang. Kebanyakan, membalas cuitan dari akun Twitter Kemenkeu atau Ditjen Pajak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.