Sukses

Dituduh Kerja Sama dengan Gatot Nurmantyo Terima Pesanan Usut Heli AW-101, Ini Kata KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara soal tuduhan bekerja sama dengan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara soal tuduhan bekerja sama dengan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

KPK dan Gatot dituduh sengaja mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU. Tuduhan dilayangkan tim penasihat hukum Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh, terdakwa dalam perkara ini.

"Kami menyayangkan pernyataan penasihat hukum terdakwa tersebut. Sebagai penegak hukum yang punya peran penting, namun narasi yang dibangunnya di luar konteks yuridis," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/2/2023).

Meski demikian, Ali memastikan pihaknya tidak terpengaruh dengan pernyataan dari Pahrozi, penasihat hukum Irfan itu. Ali memastikan penanganan perkara ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

"Kami tidak terpengaruh dengan tuduhan semacam itu. Hal ini sudah biasa. Kami memastikan seluruh proses penegakan hukum di KPK tidak lepas dari aturan hukum yang harus ditegakkan dan semuanya dapat terukur dan diuji secara terbuka," kata Ali.

Ali menyebut, KPK sudah memberikan kesempatan kepada Irfan dan tim kuasa hukumnya untuk memberikan pembelaan dalam proses penyidikan. Saat ini, Irfan juga diberikan kesempatan membela di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor.

"Kami memberikan kesempatan yang sama pada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk melakukan pembelaan secara yuridis, tapi bukan dengan cara serampangan membangun narasi kontraproduktif dengan penegakan hukum itu sendiri," kata Ali.

Diberitakan, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dituntut 15 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan Jhon Irfan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Jaksa menyebut Jhon Irfan bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana dakwaan kesatu

"Menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh terbukti bersalah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa dalam tuntutannya, Senin (30/1/2023).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa menambahkan.

Selain pidana badan, jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 117.712.972.054. Dengan ketentuan apabila tak dibayar dalam jangka satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita dan dilelang.

"Jika hartanya tak cukup maka akan diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Didakwa Rugikan Keuangan Negara Rp 738,9 Miliar

Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000 atau Rp 738,9 miliar terkait pembelian Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Irfan terbukti bersalah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," ujar jaksa KPK Arif Suhermanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).

Jaksa menyebut, kerugian keuangan negara Rp 738,9 miliar berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) Tahun 2016 yang dilakukan ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022.

Jaksa menyebut Irfan melakukannya bersama-sama dengan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani, Direktur Lejardo Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode Januari 2015-Januari 2017 Agus Supriatna.

Kemudian Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015 - 20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko, Kadisasa AU dan PPK periode 20 Juni 2016 - 2 Februari 2017 Fachri Adamy, Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Supriyanto Basuki, dan Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Wisnu Wicaksono.

Jaksa menyebut, pada Mei 2015 hingga Februaei 2017, Irfan dan lainnya mengatur spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101, mengatur proses pengadaan helikopter angkut AW-101, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi.

"Serta memberikan uang sebesar Rp 17.733.600.000 sebagai Dana Komando (DK/Dako) untuk Agus Supriatna selaku KSAU dan KPA yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin ke-1," kata jaksa.

Jaksa menyebut, Irfan memperkaya diri sebesar Rp 183.207.870.911,13. Kemudian memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000.

Sedangkan korporasi yang diperkaya yaitu perusahaaan AgustaWestland sebesar US$ 29.500.000 atau senilai Rp 391.616.035.000 serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar US$ 10.950.826,37 atau sekitar Rp 146.342.494.088,87.

Atas perbuatannya, Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.