Sukses

Tolak Perppu Cipta Kerja, AHY: Tidak Ada Kegentingan yang Memaksa

AHY mengatakan, Partai Demokrat meminta pemerintah untuk kembali berpikir jernih terkait Perppu Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) angkat suara soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Menurut dia, beleid itu muncul dalam situasi yang tidak seharusnya dan harus ditolak.

"Saya tegaskan kembali bahwa Partai Demokrat menolak dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja. Perppu seharusnya hanya digunakan untuk keadaan genting dan memaksa," kata AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Kamis (12/1/2023).

AHY menilai, saat ini tidak ada situasi sangat memaksa agar revisi peraturan ini terkait lekas diterbitkan. Karenanya, Partai Demokrat meminta pemerintah untuk kembali berpikir jernih terkait Perppu tersebut.

"Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan segelintir golongan. Jangan sampai kepentingan bisnis tertentu mengalahkan kepentingan hajat hidup yang lebih besar," kata AHY.

AHY memastikan, Perppu Ciptaker berdampak pada kondisi sosial-politik, lingkungan dan ekonomi masyarakat kita. Dia mendorong agar pemerintah dapat menempatkan kepentingan rakyat, termasuk para buruh dan pekerja di atas kepentingan golongan.

"Jadi wajar jika banyak elemen masyarakat sipil yang juga tidak setuju, menilai langkah ini sebagai pembangkangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi," tandas AHY.

Dalam rekam jejaknya, Partai Demokrat menjadi salah satu partai yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Saat itu, Demokrat walk-out pada sidang paripurna DPR RI, 5 Oktober 2020. Demokrat menilai, selain cacat secara formil, materi Undang- Undang ini juga cacat secara materiil. Demokrat mencatat setidaknya ada 4 kelemahan.

Pertama, UU Ciptaker tidak memuat substansi hukum dan kebijakan yang mengandung kegentingan memaksa. Kedua, UU Ciptaker ini berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air. Ketiga, Demokrat mempertanyakan prinsip keadilan sosial (social justice) dari UU Ciptaker. Keempat, proses pembahasan hal-hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mahfud Md: Saya Tanggung Jawab Bahwa Perppu Cipta Kerja Itu Sah

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan dirinya bertanggung jawab bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Cipta Kerja sah.

"Iya sah kalau urusan sah. Saya yang tanggung jawab bahwa ini (Perppu Cipta Kerja) sah," kata Mahfud saat menjelaskan penerbitan Perppu Cipta Kerja kepada wartawan di Jakarta, Minggu 8 Januari 2023.

Mahfud untuk kesekian kalinya menegaskan bahwa Perppu Cipta Kerja diterbitkan pemerintah sebagai antisipasi ancaman situasi ekonomi global.

Dia menyatakan apabila dirinya tidak mengikuti sidang kabinet, mungkin dirinya sudah ikut mengkritik penerbitan Perppu Cipta Kerja tersebut.

Namun, karena dirinya mengikuti sidang-sidang kabinet, maka dirinya mengetahui situasi global yang mengancam, perlu direspon atau diantisipasi pemerintah dengan sebuah kebijakan strategis lewat perundang-undangan.

"Saya bicara dunia global seperti di sidang-sidang kabinet, saya katakan kalau saya tidak ikut sidang kabinet mungkin saya ikut mengkritik Perppu Cipta Kerja. Tapi karena saya ikut sidang kabinet, saya tahu ada hal-hal yang harus segera dikeluarkan tanpa harus melanggar undang-undang meskipun tidak membuat undang-undang, yaitu Perppu Cipta Kerja," paparnya yang dilansir dari Antara.

Dia menegaskan pada tahun 2023 dunia internasional sudah dipastikan akan menghadapi badai ekonomi di mana akan terjadi resesi, inflasi, stagflasi, krisis energi dan sebagainya. Bahkan, kata dia, empat lembaga keuangan internasional yakni Bank Dunia, IMF, IDB dan OECD menilai Indonesia akan mengalami masalah di dalam pertumbuhan, terkait perkembangan ekonomi global.

Empat lembaga internasional itu memperkirakan pertumbuhan Indonesia tahun 2023 hanya akan berkisar antara 4,7-5 persen. Sementara proyeksi atau target pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi adalah minimal 5,3 persen.

Kemudian, dari sisi geopolitik, kata Mahfud, perang Rusia-Ukraina juga akan menyebabkan terjadinya krisis energi, lonjakan harga-harga, serta inflasi, sehingga pemerintah harus melakukan antisipasi berdasarkan hitungan-hitungan lembaga ekonomi dunia tersebut.

"Antisipasi nya harus membuat kebijakan strategis dari sekarang untuk menyelamatkan rakyat, untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Alasan Mendesak

Dia menjelaskan kebijakan strategis itu tidak bisa dikeluarkan sebelum UU Cipta Kerja diundangkan, di mana putusan Mahkamah Konstitusi menyebut UU Cipta Kerja harus diperbaiki pemerintah dan DPR RI dalam waktu dua tahun dengan cara memasukkan lebih dulu sistem omnibus law dalam tata hukum Indonesia.

"Nah sistem omnibus law itu sudah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022. Sudah diuji ke MK oleh masyarakat, (sudah) sah, sekarang tinggal UU Cipta Kerjanya. Maka cara lain harus ditempuh yaitu UU Cipta Kerja itu harus disahkan dulu dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan undang-undang. Maka dikeluarkan lah Perppu," tegasnya.

Dia menekankan alasan mendesak dikeluarkannya Perppu adalah situasi global, di mana berbagai lembaga internasional meramalkan Indonesia akan mengalami persoalan ekonomi, dan dunia pada umumnya akan mengalami krisis ekonomi, resesi, krisis energi hingga geopolitik yang akan mengguncang.

Sementara itu terkait adanya penolakan dari buruh atas Perppu Cipta Kerja, Mahfud menilai hal itu biasa terjadi, dan merupakan suatu kemajuan dalam tata hukum Indonesia.

"Kalau pertentangan buruh ada yang menentang ada yang tidak, ahli hukum tata negara ada yang setuju ada yang tidak, itu silakan saja, kita berdemokrasi. Yang penting kita adu argumen bukan masuk ke soal-soal pribadi yang tidak ada hubungannya. Adu argumen saja, mari," jelasnya.

"Makanya saya katakan seandainya saya dosen, yang bukan anggota kabinet, mungkin saya ikut mengkritik, karena saya tidak tahu. Tapi sesudah saya sudah tahu peta dunia yang dipresentasikan di berbagai sidang kabinet, untuk memilih apakah ini Perppu atau undang-undang, perdebatannya dalam, oh iya ini sah. Nah isinya disetujui nanti di DPR," imbuhnya.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.