Sukses

Obral Bebas Bersyarat Para Koruptor, Begini Respons Kejagung

Banyak Napi Korupsi Bebas Bersyarat, Kejagung: Itu Kewenangan Mutlak Kemenkumham

Liputan6.com, Jakarta Narapidana kasus korupsi kelas 'kakap' banyak yang mendapatkan remisi bebas bersyarat dari kurungan penjara beberapa waktu lalu. Banyak penggiat antikorupsi yang menyesalkan pemberian remisi ke koruptor tersebut. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke depannya akan menuntut para koruptor dengan kurungan penjara lebih berat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, untuk banyaknya koruptor yang mendpatkan remisi bebas bukan menjadi kewenangannya. Melainkan itu kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Itu pembebasan bersyarat adalah kewenangan mutlak dari pada Kemenkumham. Kami enggak ada kaitannya dengan pembebasan bersyarat dan kita hormati semua," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, di Lobi Menara Kartika, Kejaksaan Agung RI, Jumat (16/9/2022).

Ketut juga tidak berkomentar lebih lanjut apakah pembebasan tersebut dianggap melemahkan institusinya atau tidak. Dia hanya mengaku, menhargai keputusan Kemenkumham yang memberikan remisi ke para koruptor.

"Saya tidak bisa berpendapat lemah atau tidak. Kita menghormati keputusan institusi lain," tambah Ketut.

Ketut juga menyampaikan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari tidak ada kaitannya lagi dengan Kejagung. Pasalnya, Pinangki telah dipecat sejak 2020 silam.

"Jadi udah kami sampaikan sebenarnya itu, bahwa dengan satu narapidana atas nama P itu sudah tidak ada kaitannya lagi dengan Kejagung karna ditahun 2020 yang bersangkutan dipecat baik sebagai jasa maupun sebagai PNS," kata Ketut.

Sebelumnya, sebanyak 23 narapidana kasus korupsi bebas dari penjara pada hari Selasa, 6 September 2022 kemarin. Para koruptor itu menghirup udara bebas setelah menerima program pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Ke-23 nama itu, di antaranya, Pinangki Sirna Malasari bebas dari Lapas Kelas IIA Tangerang. Bersamaan dengannya ada mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Selain itu, ada juga Patrialis Akbar, Zumi Zola Zulkifli, serta Suryadharma Ali yang bebas dari Lapas Kelas I Sukamiskin.

Merujuk Pasal 1 ayat 6 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022, pembebasan bersyarat merupakan program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

KPK Akan Perberat Tuntutan ke Koruptor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal memperberat tuntutan yang dilayangkan terhadap terdakwa kasus korupsi. Keputusan ini bakal diambil buntut dari banyaknya narapidana kasus korupsi alias koruptor yang menerima program pembebasan bersyarat (PB).

"Mungkin ke depan kalau misalnya ada terdakwa korupsi yang tidak kooperatif dan lain-lain misalnya, dalam tuntutan mungkin akan kita tambahkan, kalau itu pejabat publik, yaitu tadi mencabut hak dipilih dan mencabut supaya terdakwa tidak mendapatkan haknya selaku terpidana. Itu bisa dicabut," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu, 7 September 2022. 

Menurut Alex, yang memiliki kewenangan dalam memberikan hak pembebasan bersyarat memang bukan pihak lembaga antirasuah. Namun tim jaksa KPK bisa menuntut agar hakim mencabut hak para koruptor sebagai narapidana.

"Prinsipnya pembebasan bersyarat dan remisi itu hak (narapidana). Bisa enggak hak itu dicabut? Bisa. Siapa yang mencabut? Hakim. Atas apa? Atas tuntutan dari JPU (jaksa penuntut umum)," kata Alex.

Alex mengatakan, regulasi dalam PB bersyarat kali ini berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya KPK dilibatkan sebelum memberikan PB kepada koruptor, namun kini tidak lantaran putusan Mahkamah Agung (MA).

"Dulu kalau tahanan itu perkaranya dari KPK, itu dari rutan minta rekomendasi KPK. Sekarang dibatalkan itu PP itu oleh Mahkamah Agung (MA)," ucap Alex.

Anggota Komisi III, Santoso, menyayangkan bebas bersyarat para koruptor yang semula adalah pejabat negara.

“Karena statusnya baik sebagai aparatur negara/jabatan publik lainnya, tapi malah melakukan pelanggaran korupsi dengan menyalahgunakan jabatannya,” kata Santoso kepada Liputan6.com.

Ia menilai, pemotongan hukuman Jaksa Pinangki juga telah melukai hati nurani masyarakat. “Putusan bertentangan dengan nurani masyarakat adalah terhadap terdakwa Pinangki,” kata dia.

Menurut Santoso, negara dan masyarakat harus memberi ruang terbatas agar koruptor tidak mudah memasuki jabatan publik.

“Negara ini tidak akan menjadi lebih baik jika para pelaku kejahatan yang tergolong besar dan merugikan rakyat banyak sudah sepantasnya diberi batasan jabatan oleh para penentu kebijakan/penguasa, parpol. Karakter bangsa ini adalah bangsa pemaaf, namun sampai kapan sifat pemaaf ini terus diberikan pada para koruptor,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

23 Koruptor Bebas Bersyarat, MAKI: Korupsi Tak Berefek Hukum Menakutkan

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa atas banyaknya narapidana koruptor yang mendapatkan remisi berujung bebas bersyarat. Hal itu ini menjadi pesan kepada masyarakat bahwa melakukan korupsi tidak menakutkan, karena tak memiliki efek jera terhadap hukumannya.

Tanggapan tersebut menyusul bebas bersyaratnya 23 terpidana korupsi, termasuk Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai penghuni Lapas Kelas IIA Tangerang, Selasa 6 September 2022.

"MAKI menyatakan kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Ini menjadi pesan bagi masyarakat, korupsi tak berefek hukum menakutkan. Pesan efek jera tidak sampai karena nampak hukumannya sudah ringan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada merdeka.com, Rabu 7 September 2022.

Menurutnya, keringanan potongan remisi berujung putusan bebas bersyarat itu tidak sesuai dan membuat hukuman menjadi ringan. Lantaran, syarat bebas bersyarat 2/3 turut berlaku setelah dilakukan potongan remisi.

"Misalnya 6 tahun, kan 2/3nya mestinya 4 tahun. Selama ini dihitung, dipotong dulu remisi 1 tahun sehingga 2/3nya tinggal 3 tahun lebih dikit. Itu cara menghitung yang salah, remisi itu dari keseluruhan hukuman, bukan setelah dipotong remisi. Saya menyesalkan potongan remisi itu digabung, potong remisi dulu baru bebas bersyarat," kata Boyamin.

"Pesan jera sampai ke masyarakat sehingga hukuman biasa saja untuk korupsi, orang sudah tidak takut lagi. Ini disesalkan," tambah dia.

 

 

4 dari 4 halaman

Nama 23 Koruptor yang Dapatkan Bebas Bersyarat

Berikut nama-nama ke-23 koruptor yang menerima program pembebasan bersyarat: 

Lapas Kelas IIA Tangerang:

1. Ratu Atut Choisiyah binti almarhum Tubagus Hasan Shochib;

2. Desi Aryani bin Abdul Halim;

3. Pinangki Sirna Malasari; dan

4. Mirawati binti H Johan Basri.

 

Lapas Kelas I Sukamiskin:

1. Syahrul Raja Sampurnajaya bin H Ahmad Muchlisin;

2. Setyabudi Tejocahyono;

3. Sugiharto bin Isran Tirto Atmojo;

4. Andri Tristianto Sutrisna bin Endang Sutrisno;

5. Budi Susanto bin Lo Tio Song;

6. Danis Hatmaji bin Budianto;

7. Patrialis Akbar bin Ali Akbar;

8. Edy Nasution bin Abdul Rasyid Nasution;

9. Irvan Rivano Muchtar bin Cecep Muchtar Soleh;

10. Ojang Sohandi bin Ukna Sopandi;

11. Tubagus Cepy Septhiady bin TB E Yasep Akbar;

12. Zumi Zola Zulkifli;

13. Andi Taufan Tiro bin Andi Badarudin;

14. Arif Budiraharja bin Suwarja Herdiana;

15. Supendi bin Rasdin;

16. Suryadharma Ali bin HM Ali Said;

17. Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan;

18. Anang Sugiana Sudihardjo; dan

19. Amir Mirza Hutagalung bin HBM Parulian. 

 

Reporter: Lydia Fransisca 

Sumber: merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.