Sukses

KPK Bakal Panggil Direksi Summarecon Agung Terkait Kasus Eks Walkot Yogyakarta

KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap pengurusan IMB Apartemen di kawasan Malioboro yang melibatkan eks Wali Kota Yogyakarta dan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan bakal memanggil dan memeriksa jajaran direksi di PT Summarecon Agung Tbk. Pemanggilan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin apartemen di Malioboro yang menjerat bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

"Kalau kemudian dibutuhkan keterangannya, ya, siapapun dari pihak SA (Summarecon Agung) pasti kami panggil," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/6/2022).

Dalam kasus ini, selain mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, KPK juga menetapkan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono. Oon diduga menyuap Haryadi sebesar USD 27.258 demi memuluskan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Ali menegaskan pemanggilan terhadap saksi menyesuaikan kebutuhan proses penyidikan. Oleh sebab itu, KPK berpeluang memeriksa para saksi yang diduga mengetahui ihwal perbuatan pidana para tersangka.

"Sama dengan perkara yang lain, saya kira pemanggilan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan," kata Ali.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

KPK menyangkakan dengan dua sangkaan berbeda. Pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara sebagai penerima disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Konstruksi Suap IMB Apartemen di Malioboro

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," beber Alex.

 

3 dari 4 halaman

Serahkan Uang USD 27.258

Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

4 dari 4 halaman

KPK Temukan Uang di Kantor Summarecon Agung

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah uang usai menggeledah kantor PT Summarecon Agung Tbk di Jakarta Timur. Penggeledahan dilakukan penyidik pada Senin, 6 Juni 2022.

Penggeledahan berkaitan dengan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta yang menjerat Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

"Tim penyidik selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Jakarta Timur yaitu kantor PT SA Tbk (Summarecon Agung). Di lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai bukti di antaranya dokumen hingga sejumlah uang yang saat ini masih dilakukan penghitungan yang diduga kuat berkaitan dengan perkara," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/6/2022).

Ali mengatakan, barang bukti tersebut akan dianalisis mendalam oleh tim penyidik KPK. Tim penyidik saat ini tengah menunggu keputusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk kemudian disita.

"Bukti-bukti tersebut, akan dianalisa kembali dan disita untuk melengkapi berkas perkara dari para tersangka," kata Ali.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.