Sukses

HEADLINE: Sentilan Megawati Soekarnoputri untuk Jokowi dan Puan, Bagian Autokritik?

Alih-alih ditujukan untuk Jokowi pribadi, pengamat ini menilai kritik Megawati diarahkan untuk para pembantu presiden yang kinerjanya tak memuaskan.

Liputan6.com, Jakarta Bukan sesuatu yang aneh jika Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyentil dan mengkritik seseorang atau lembaga setiap kali dia berpidato. Hanya saja, kali ini yang dikritik adalah kader partai sendiri, serta sang anak yang menjabat sebagai Ketua DPR.

Hal itu terjadi saat Megawati menyampaikan pidato politiknya pada Peringatan HUT ke-49 PDIP secara daring, di Jakarta, Senin (10/1/2022). Megawati memulai kritiknya terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok di pasaran.

"Pak Jokowi, bayangkan, saya kan sering lihat kemarin harga cabai sekian, harga minyak goreng sekian, harga bawang merah sekian. Aneh menurut saya, kok klasik amat ya?" kata Megawati.

Tak hanya Jokowi, Megawati juga menyentil Ketua DPR RI yang juga putrinya, Puan Maharani. Megawati menyebutkan, produk legislasi yang dibuat DPR kerap tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Padahal, UUD semestinya dijadikan acuan pembuatan undang-undang.

Namun, pengamat politik yang juga pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti melihat kritikan itu bukan sesuatu yang istimewa. Alasannya, ini bukan kali pertama Megawati melontarkan kritik terhadap Jokowi.

"Saya kira autokritik Megawati ke Jokowi ini bukan kali pertama, sebelumnya juga sempat soal harga PCR, saya kira ini masih lanjutan dari hal tersebut," ujar Ray kepada Liputan6.com, Selasa (11/1/2022).

Namun, alih-alih ditujukan untuk Jokowi pribadi, dia menilai kritik Megawati diarahkan untuk para pembantu presiden yang kinerjanya tak memuaskan.

"Megawati melihat adanya indikasi menteri-menteri Jokowi yang kewenangannya seperti Pak Jokowi, bahkan lebih. Jadi sebenarnya ini bukan ke Pak Jokowi, tapi pembantu-pembantunya Pak Jokowi yang dilihat Bu Mega sebagai pengambil keuntungan dalam kesulitan," jelas Ray.

Dia meyakini kritik yang dilontarkan itu bukan untuk Jokowi, karena terkait dengan persoalan naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok, bukan karena lemahnya Jokowi.

"Bukan di Pak Jokowi-nya, tapi di menteri-menteri kabinetnya, karena kan di (kabinet) bidang ekonomi di situ bukan PDIP, tapi Golkar. Jadi intinya, kritik Bu Mega justru membantu Pak Jokowi mengingatkan kinerja menteri-menterinya karena mungkin saja Pak Jokowi kelelahan mengingatkan mereka," tegas Ray.

Sementara terkait kritikan yang diarahkan kepada Puan Maharani, dia menilai tidak langsung kepada Ketua DPR itu, melainkan kepada lembaga DPR secara keseluruhan. Alasannya, baik atau buruk kinerja DPR akan berdampak pada PDIP.

"Jadi mau tidak mau Bu Mega konsen terhadap hal itu karena efek penyusunan UU di era Puan ini jadi merugikan ke PDIP karena dengan adanya putusan MK terhadap UU yang dibuat DPR mencoreng kredibilitas parpol di parlemen. Sedangkan kita tahu parpol paling banyak kursi di DPR kan PDIP, jadi akan berdampak," ungkap Ray.

Di sisi lain, lanjut dia, kritikan Mega juga menjadi peringatan bagi Puan, agar Ketua DPR itu bisa lebih bergerak untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas di 2024 yang tidak cukup hanya dengan memasang baliho saja.

"Karena menurut hemat saya, Puan belum memberikan suatu prestasi di DPR dan itu akan menjadi kendala bila nantinya benar dicalonkan PDIP di 2024 sebagai capres. Jadi otokritik ini juga ngingetin Puan," pungkas Ray.

 

Infografis Sentilan Megawati Soekarnoputri untuk Jokowi. (Liputan6.com/Abdillah)

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, selama kritik yang dilontarkan Megawati objektif, hal itu bagus-bagus saja, karena dilakukan sebagai bentuk masukan terhadap Presiden dan Ketua DPR.

"Tapi harus dilihat, mereka itu keduanya petugas partai, anak buah Beliau, kenapa nggak bisa dikondisikan langsung saja oleh Beliau dan harus dikritik begitu? Artinya bisa saja itu kritik untuk dirinya sendiri," ujar Ujang kepada Liputan6.com, Selasa (11/1/2022).

Terkait kemungkinan kritikan itu dimaksudkan untuk para pembantu atau orang-orang dekat Jokowi, dia tak menampiknya. Alasannya, sebelumnya Mega juga mengatakan banyak orang yang memanfaatkan situasi pandemi untuk mencari keuntungan pribadi.

"Itu terjadi pada menteri, tapi menteri tidak bermain sendiri tapi juga anggota dewan. Jadi, bisa jadi itu kritik ke Jokowi dan bawahannya dan Puan juga di jajarannya," ujar Ujang.

"Tapi satu hal, kalau kritik tidak ada perubahan dan tanpa solusi ya hanya sebatas kritik. Jadi selain kritik, Mega harus memberi perintah, sebagai pemegang mandat PDIP harus memerintahkan petugas partainya untuk tidak melakukan apa yang mejadi bahan kritik," imbuh dia.

Yang jelas, lanjut dia, hingga kini belum terlihat langkah pemerintah yang konkret dan konsisten, misalnya dalam hal naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok.

"Saya rasa belum, karena banyak mafia yang bermain. Bukan hanya hukum ekonomi soal suplai dan demand, tapi juga permainan mafia yang harus ditertibkan pemerintah. Karena itu harus action dong dari kritik itu tadi, implementasi kritikan Mega, eksekusi di lapangan," tegas Ujang.

Soal kinerja Puan sebagai Ketua DPR, dia melihat tak ada yang istimewa. Di bawah pimpinan Puan, dia melihat DPR hanya menjadi stempel pemerintah untuk berbagai kebijakan dan regulasi yang keluar dari Senayan.

"Menurut saya standar, biasa saja, lebih mengikuti apa yang dimau pemerintah, UU KPK, Omnibus Law, UU Minerba dan sebagainya, itu kan mengikuti maunya pemerintah dan mengecewakan rakyat. Oleh karena itu mohon maaf elektabilitasnya nggak naik-naik. Jadi kritikan Mega ini momentum bagi Puan, agar membuat kebijakan yang pro rakyat sehingga rakyat bersimpati ke Puan," tandas Ujang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Cerita Lama Kenaikan Harga

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Utut Adianto menampik dugaan kalau kritikan Megawati soal kenaikan harga sejumlah bahakan kebutuhan pokok ditujukan kepada Presiden Jokowi.

Apalagi Presiden Jokowi juga punya kerisauan yang sama, sampai memerintahkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk meredam gejolak harga minyak goreng yang dalam beberapa bulan ini melonjak tajam.

"Soal minyak goreng, saya minta Menteri Perdagangan menangani stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri, harga minyak goreng harus tetap terjangkau, jika perlu Mendag melakukan operasi pasar agar harga terkendali," seru Jokowi dalam pernyataannya, Senin (3/1/2022) pekan lalu.

Dengan alasan itu, menurut Utut, ucapan Megawati itu bisa ditujukan kepada siapa saja, karena dia punya keresahan yang sama dengan Presiden terkait kenaikan harga tersebut.

"Ibu kan juga bilang 'saya ini kasihan dengan Pak Jokowi, orangnya baik begini, bekerja untuk rakyat masih dibilang kodok'. Itu kan artinya Ibu sebagai Ibu kita di usia yang sudah lanjut masih ingat soal itu," ujar Utut kepada Liputan6.com, Selasa (11/1/2022).

Ucapan Utut ada benarnya. Saat menyampaikan pidato politik HUT ke-49 PDIP, Megawati memang menyebut masih ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan di tengah pandemi Covid-19. Menurut Mega, pihak-pihak tertentu mendiskreditkan kinerja pemerintah dan memanfaatkan pandemi untuk menyerang pemerintah.

"Saya juga melihat masih saja ada kelompok politik memancing di air keruh, mereka memanfaatkan pandemi untuk mendiskreditkan pemerintah," ujar Megawati.

Selain itu, Megawati juga mengaku heran masih ada pihak yang menghina Presiden Jokowi. Meski demikian, dia meminta Jokowi tidak perlu memasukkan ke hati, sebab Megawati dan PDIP selalu berada di belakang Jokowi.

"Saya kan ngomong spontan saja, bayangkan presiden kita loh dibilang Pak Jokowi kodok lah apalah, tapi saya bilang sama Beliau, sudah Bapak nggak perlu masukkan ke hati. "Saya berada di belakangmu dengan seluruh yang namanya anak-anak dari PDIP," tegas Megawati.

 

Infografis Kritik Jokowi, Megawati Tetap Dukung Penanganan Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Karena itu, Utut mengatakan apa yang disampaikan Megawati bukan bentuk kekecewaan pada Presiden yang kebetulan kader PDIP, melainkan hanya sekadar mengingatkan. Dia membuat analogi ibarat nasihat orangtua kepada anaknya.

"Kalau saya punya anak, saya ingatkan kenapa misalnya enggak pulang jam 12 malam, itu namanya biasa ngingetin. Kalau Ibu ngingatin ya namanya Ibu, begitulah Ibu. Dan yang bisa menyatukan PDIP itu kan Ibu. Orang bisa punya legalitas, tapi legitimasi belum," tegas Utut.

Selain itu, lanjut dia, terkait adanya kenaikan harga kebutuhan pokok, itu bukan cerita baru. Sehingga apa yang terjadi sekarang hanyalah pengulangan.

"Bahan pokok naik turun itu di mana-mana pernah terjadi. Dari kamu masih kecil sampai sekarang pasti ada situasi barang naik. Itu sebabnya, konsep idealnya ada Bulog yang jadi penyangga harga.

Memang kita semua kan inginnya kehidupan sosial yang baik, komunal. Faktanya UU kita semuanya sangat kapitalis," ujar Utut.

Sementara, terkait kritikan terhadap DPR yang dinilai kerap melahirkan UU yang bertentangan dengan UUD 1945, pihaknya dengan sangat terbuka akan memperhatikan peringatan itu.

"Termasuk adanya catatan Beliau bahwa ada UU ini sama enggak spiritnya dengan UUD 45 dan Pancasila, sebagai anak buah kita resapi dan kita jalankan. Nanti kita periksa mana-mana yang tidak sesuai (dengan UUD 1945)," jelas Utut.

Sebenarnya, lanjut dia, standar baku nomor satu perumusan UU itu mesti ada ketentuan umum, kedua asas Pancasila dan UUD 45. Karena itu pihaknya akan menanyakan langsung kepada Megawati UU dimaksud.

"Kalau saya rasa, Ibu ngomong ini mungkin lebih banyak bagian (undang-undang) bidang ekonomi, itu dugaan saya. Tapi nanti saya akan minta yang Ibu maksud itu UU apa," pungkas Utut.

 

3 dari 3 halaman

Minyak Goreng hingga Legislasi

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengkritisi kenaikan harga bahan pokok, seperti minyak goreng, cabai dan lainnya belakangan ini. Kritik terhadap pemerinrtah itu disampaikan Megawati saat menyampaikan pidato politiknya pada Peringatan HUT ke-49 PDIP secara daring, di Jakarta, Senin (10/1/2022).

"Pak Jokowi, bayangkan, saya kan sering lihat kemarin harga cabai sekian, harga minyak goreng sekian, harga bawang merah sekian. Aneh menurut saya, kok klasik amat ya?" kata Megawati.

Menurut dia, Indonesia sudah merdeka 76 tahun, namun permasalahan serupa masih saja terus terjadi. Dia berpendapat ungkapannya itu sebagai autokritik kepada pemerintah.

"76 tahun merdeka masa sih begitu aja, gimana salahnya, ini autokritik. Saya juga mengkritik ketika (masih) di DPR," kata Presiden Kelima RI ini.

Dia menilai masalah kenaikan harga bahan pokok telah terjadi sejak dirinya masih menduduki kursi DPR. Megawati pun kerap menanyakan kenaikan itu kepada para petani.

"Makanan saya tiap hari, saya musti ke mana itu karena petani-petani minta ibu Mega datang, karena kenapa kok harga bawang ini kelihatannya akan jatuh. Karena daerah saya Jawa Tengah ya saya larilah ke Jawa Tengah, saya menanyakan kenapa dan kenapa," katanya.

Tak hanya Jokowi, Megawati Soekarnoputri pada kesempatan yang sama juga menyentil Ketua DPR RI yang juga putrinya, Puan Maharani. Megawati menyebutkan, produk legislasi yang dibuat DPR kerap tak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Padahal, UUD semestinya dijadikan acuan pembuatan undang-undang.

Mulanya, Megawati menjabarkan soal perumusan UUD 1945 pada masa pra-kemerdekaan. Ia mengatakan, batang tubuh dan mukadimah UUD dirumuskan dengan sangat visioner. Megawati lantas menyinggung banyaknya UU yang kini tak sesuai dengan UUD.

"Sekarang saya sering, kebetulan kan putri saya Ketua DPR, saya suka bilang begini, sebetulnya kita ini apa sudah lupa sama UUD 1945 ya," kata Megawati.

Megawati mengatakan, UUD merupakan sumber segala perundangan. Oleh karenanya, pembuatan UU harus selalu mengacu pada UUD. Ia menyayangkan banyaknya UU yang tak berpedoman pada konstitusi.

"UUD 1945 itu di situ katanya sumber segala perundangan, tapi terus di bawahnya seperti kayak tidak berhubungan atau kurang berhubungan menurut saya," ujarnya.

Kendati tak menyebut UU mana saja yang tak sesuai dengan UUD, Megawati meminta fraksinya di DPR untuk selalu berpegang teguh pada konstitusi dalam menyusun undang-undang.

"Saya selalu mengatakan kepada fraksi saya, mbok ya kalau apa pun yang mau dituangkan ke dalam undang-undang itu selalu melihat dulu UUD 1945 itu," kata Megawati.

 

Infografis Poin Penting Pidato Politik Jokowi di HUT ke-49 PDIP. (Liputan6.com/Abdillah)

Presiden Joko Widodo sendiri dalam sambutannya pada acara HUT ke-49 PDI Perjuangan tak menanggapi kritikan Megawati. Dia hanya menyampaikan terima kasih kepada PDIP atas dukungan pada masa sulit pandemi Covid-19.

"Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan bantuan PDI Perjuangan dalam menyiapkan kebijakan-kebijakan dalam menghadapi masa-masa yang tidak mudah, masa-masa yang sulit akibat pandemi Covid-19," kata Presiden.

Lain halnya dengan Puan. Sehari setelah pidato Megawati, Dia menyatakan DPR RI akan mengesahkan draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai inisiatif DPR.

"Pimpinan DPR RI akan menindaklanjuti RUU TPKS sesuai ketentuan mekanisme yang ada di DPR RI," ujar Puan Maharani dalam rapat paripurna, Selasa (11/1/2022).

"Sehingga, insyaAllah minggu depan hari selasa tanggal 18 Januari RUU TPKS dapat disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI," tegasnya.

Tak hanya itu, Puan juga mengatakan sejumlah agenda strategis DPR RI pada masa sidang ini telah menunggu pelaksanaan program pemulihan melalui fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

"Dalam menjalankan fungsi legislasi, DPR RI akan menuntaskan 40 RUU sebagai Prolegnas Prioritas Tahun 2022. Beberapa agenda legislasi yang menjadi perhatian luas dari rakyat Indonesia saat ini antara lain adalah RUU TPKS," ungkap Puan.

Agenda strategis DPR RI lainnya dalam bidang legislasi menurut Puan termasuk Revisi UU No 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang Undangan, sebagaimana diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"DPR RI berkomitmen untuk segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bersama Pemerintah sesuai dengan kewenangan konstitusional DPR RI," tegasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.