Sukses

3 Advokat Persoalkan Komisaris dari Pihak Luar dalam UU Perseroan Terbatas ke MK

Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 40/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Ignatius Supriyadi, Sidik, dan Janteri.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Kamis (26/8/2021) siang di ruang Sidang Pleno Gedung MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 40/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh Ignatius Supriyadi, Sidik, dan Janteri.

Dalam kedudukan hukum, para Pemohon menyebutkan berprofesi sebagai advokat dan juga sebagai pembayar pajak. Para Pemohon melakukan pengujian materiil Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT yang menyebutkan, "Komisaris Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang baik (code of good corporate governance) adalah 'Komisaris dari pihak luar'."

"Para Pemohon mengalami atau setidak-tidaknya sangat berpotensi mengalami kerugian konstitusional sebagai akibat berlakunya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 terkait hak atas dan pekerjaan dan penghidupan yang layak serta memperoleh kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945," kata Sidik, salah seorang Pemohon kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams didampingi Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.

Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT memuat frasa 'Komisaris dari pihak luar' dalam tanda petik. Menurut para Pemohon, adanya tanda petik tersebut menjadikan pengertian komisaris dari pihak luar tidak memiliki makna yang sebenarnya atau memiliki arti yang khusus. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut makna 'Komisaris dari pihak luar'.

Dikutip dari laman mk.ri, para Pemohon mempertanyakan, apakah artinya 'Komisaris dari pihak luar' tidak terafiliasi dari pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Jika demikian, menurut para Pemohon, tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut karena bunyi Pasal 120 ayat (2) UU PT memang memuat materi itu.

Selain itu, para Pemohon menyatakan memiliki kesempatan menjadi komisaris independen. Keahlian dan profesionalitas para Pemohon di bidang hukum merupakan modal awal atau bahkan nilai lebih karena latar belakang sarjana hukum membuat penerapan prinsip kepatuhan hukum perusahaan semakin terjamin.

Namun, kesempatan tersebut menipis atau bahkan hilang akibat multitafsirnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT, bahwa komisaris independen dapat ditafsirkan "dapat dijabat oleh aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara negara, atau pejabat negara".

Para Pemohon yang berprofesi sebagai advokat akhir-akhir ini menerima banyak pertanyaan terkait dengan Komisaris Independen. Pertanyaan yang dilontarkan kepada para Pemohon adalah apakah ASN dapat menjabat sebagai Komisaris Independen baik di BUMN maupun perusahaan swasta.

Multitafsirnya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT menyebabkan para Pemohon tidak dapat memberikan pandangan atau pendapat yang pasti, sehingga para Pemohon tidak dapat menjalankan tugas profesinya secara baik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Nasihat Hakim

Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mencermati cara penulisan permohonan para Pemohon. Salah satunya penulisan pasal dan ayat dalam undang-undang. Manahan menasihati agar penulisan pasal didahulukan dari ayat. Kemudian, Manahan menjelaskan format permohonan yang benar kepada Pemohon.

"Kewenangan Mahkamah sudah cukup lengkap dengan menyebutkan beberapa undang-undang. Kemudian pada kedudukan hukum, para Pemohon sudah menyebutkan sebagai advokat dan pembayar pajak. Namun para Pemohon jangan hanya mendasarkan pada Putusan MK bahwa kedudukan hukum didapat berdasar sebagai pembayar pajak," ujar Manahan yang juga menasihati para Pemohon agar lebih menguraikan argumentasi terkait kesempatan menjadi komisaris independen.

Selanjutnya Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan agar para Pemohon memperbaiki bangunan argumentasi terkait kerugian konstitusional yang dialami para Pemohon dengan berlakunya Penjelasan Pasal 120 ayat (2) UU PT.

Terakhir, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menegaskan bahwa penjelasan pasal dari undang-undang tidak mengandung norma. Artinya, penjelasan pasal dari undang-undang tidak boleh dijadikan dasar untuk menindaklanjuti dalam bentuk pengaturan.

"Oleh sebab itu selalu disebutkan bahwa penjelasan pasal tidak boleh memuat norma yang justru tambah menyelubungi bunyi pasal atau meluaskan ketentuan yang ada di pasal," tandas Wahiduddin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.