Sukses

Epidemiolog UI: Varian Lambda Belum Jadi Ancaman di Indonesia

Sebagai langkah pencegahan, ia meminta pemegang kebijakan untuk memutus penerbangan dari negara-negara yang telah terjangkit varian Lambda tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai varian lambda yang ditemukan di Peru itu kini telah menyebar di negara-negara Amerika Latin. Varian ini disebutnya menjadi masalah lantaran penularannya yang cepat.

"Lambda berbeda dengan B1617.2 dan B1617.1 beda variannya karena yang titik dua dan satu ini masuk ke varian top of concern," ujar Miko kepada Liputan6.com, Rabu (7/7/2021).

Dia menambahkan, varian lambda termasuk kategori varian of interest. Jenis ini masih akan terus bermutasi.

"Varian of concern itu variasinya ke gejala itu. Tapi kalau varian of interest, masih ada potensi untuk bermutasi lagi dan lambda masih di kategori itu," imbuh dia.

Miko menyebut varian  ini tidak perlu dikhawatirkan lantaran belum ditemui kasusnya di Indonesia.

"Jadi menurut saya, karena varian lambda ini belum ditemukan di Indonesia, jadi belum jadi ancaman," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

WHO Masih Concern Varian Lambda

Badan Kesehatan Dunia atau WHO, kata dia, belum fokus menangani varian lambda tersebut. Saat ini, varian delta masih menjadi perhatian dunia karena sudah menyebar ke beberapa negara.

"WHO masih me-warning varian delta di semua negara yang ada, varian delta akan menjadi varian dominan di suatu negara. Jadi varian Lambda masih menjadi concern WHO, belum menjadi interest untuk saat ini," ujar dia.

Sebagai langkah pencegahan, ia meminta pemegang kebijakan untuk memutus penerbangan dari negara-negara yang telah terjangkit varian lambda tersebut.

"Menurut saya, diblok negara yang punya varian Lambda, jangan boleh masuk. Tapi kalau tidak bisa blok, harus karantina 14 hari dari negara yang ada varian lambdanya, jadi jangan cuma Peru saja," ujar dia.

"Kemudian 10 hari karantina, diperiksa PCR lalu di akhir hari karantina, dites lagi," imbuh Miko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.