Sukses

HEADLINE: Lonjakan Kasus Covid-19 di Beberapa Daerah, Penanganannya?

Lebih dari 300 tenaga kesehatan di Kudus terpapar Covid-19, sementara IGD RSUD Syamrabu Bangkalan terpaksa lockdown karena tidak sanggup menampung lonjakan pasien.

Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dan Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur tengah menjadi sorotan. Terdapat 60 desa dari total 132 desa/kelurahan di Kudus masuk kategori zona merah risiko penularan virus corona.

Sementara di Bangkalan, Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Syarifah Ambami Rato Ebu (RSUD Syamrabu) terpaksa lockdown karena tidak sanggup menampung lonjakan pasien.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di dua daerah tersebut terjadi sangat cepat. Hanya dalam waktu sepekan lebih, keterisian tempat isolasi rumah sakit di daerah tersebut meningkat drastis. 

“Kudus yang sebelumnya rumah sakitnya hanya terisi sekitar 40-an, kemudian dalam satu setengah minggu terakhir naik cukup tinggi sampai sekitar 350-an. Demikian juga di Bangkalan, yang tadinya tempat tidur isolasinya terisi pasien sekitar 10-an, sekarang juga dalam satu setengah minggu naik ke angka 70 sampai 80-an,” kata Budi dalam keterangan pers virtual, Senin (7/6/2021).

Budi mengungkapkan, penyebab peningkatan kasus Covid-19 di Kudus yakni kegiatan ziarah. Sedangkan di Bangkalan dipicu banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru pulang ke kampung halamannya.

“Kenaikan yang tinggi ini karena ada peningkatan kasus secara spesifik di klaster ini karena Kudus memang adalah daerah ziarah. Sedangkan di Madura banyak pekerja migran Indonesia yang pulang dari negara tetangga,” ucapnya.

Untuk mengurai penuhnya rumah sakit di dua kabupaten tersebut, pemerintah telah melakukan rujukan pasien ke kota besar terdekat.

“Yang sudah kita lakukan nomor satu yang paling penting karena ini urusannya dengan nyawa kita mengurai tekanan beban yang ada di rumah sakit dengan cara kita merujuk pasien-pasien yang berat dan sedang ke kota terdekat. Untuk Kudus ke Semarang, untuk Bangkalan ke Surabaya,” ucapnya.

Pemerintah juga mengirimkan tenaga kesehatan tambahan ke dua daerah itu. “Kita juga sudah mengirimkan dokter bekerja sama dengan IDI dan perawat dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk mengisi dan mengurangi tekanan dari nakes yang cukup banyak terpapar,” katanya.

Tak hanya itu, pemerintah juga segera mengirimkan 50 ribu dosis vaksin tambahan ke dua daerah dengan ledakan kasus Covid-19 tertinggi tersebut.

"Khusus daerah Kudus kita sudah drop 50 ribu vaksin untuk daerah Kudus, supaya bisa segera disuntikkan, di Bangkalan kita akan drop segera 50 ribu supaya bisa mengurangi risiko penularan," kata Budi.

Budi menyebut di Kudus terdapat 300 lebih tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dan sudah divaksin.

"Alhamdulillah sampai sekarang kondisi mereka masih baik, termasuk satu orang dokter spesialis yang usianya 70 tahun yang juga terpapar Alhamdulillah kondisinya juga baik," ucap dia.

Selain vaksin, upaya lain untuk meredam kasus Covid-19 adalah meminta kepala daerah mengetatkan protokol kesehatan. Ia juga meminta pemerintah daerah menyediakan tempat isolasi tambahan bagi warga yang terpapar Covid-19.

"Kita mengurai tekanan di RS dengan rujukan dan melengkapi tenaga kesehatan, kedua minta tolong protokol kesehatan diterapkan dengan baik, tracing, treatment, isolasi mandiri, dan isolasi swadaya, dan terakhir vaksinasi sudah kirimkan," pungkas Budi.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto ikut turun tangan membantu menangani lonjakan kasus Covid-19 di dua daerah tersebut. Selain mengerahkan personel, Polri dan TNI juga menerjunkan delapan mobil water cannon untuk menyemprotkan disinfektan.

Kapolri juga memerintah Kapolda Jawa Tengah untuk lebih fokus menangani dan menjaga enam desa yang terpapar Covid-19 dengan menerjunkan satu SSK pasukan Brimob. Dengan begitu, tidak ada warga yang keluar kemana pun selama isolasi mandiri.

“Selain itu, semua pasukan baik dari Babinsa, Bhabinkamtibmas, Batalyon dan Brimob serta tenaga kesehatan, semuanya kita floating di Kabupaten Kudus ini. Dengan harapan kita ingin Kabupaten Kudus kembali ke semula, target kita Covid harus hilang dari Kabupaten Kudus,” ucap Sigit, Minggu (6/6/2021).

Sigit mengungkapkan, dalam penanganan lonjakan virus corona di Kudus, pihaknya sudah menyiapkan beberapa manajemen kontijensi untuk menekan dan mencegah penyebaran virus corona.

Salah satu manajemen kontijensi adalah dengan menguatkan tes usap RT-PCR dan edukasi soal 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) serta 3T (testing, tracing dan treatment. Masyarakat yang hasil tes usap antigennya reaktif maka akan langsung dilakukan tes RT-PCR.

"Yang selesai di-tracing dan reaktif langsung diarahkan untuk tidak keluar rumah dan isolasi mandiri sampai dengan RT-PCR keluar," kata Sigit.

Nantinya, Sigit menekankan, masyarakat yang melakukan isolasi mandiri bakal diawasi ketat oleh aparat TNI-Polri. Hal itu demi mencegah penyebaran virus corona ke warga lainnya.

Selain itu, eks Kabareskrim Polri ini menyatakan, masyarakat yang positif virus corona melalui RT-PCR saat melakukan isolasi mandiri di rumah bakal langsung dipindahkan ke tempat rujukan yang telah disiapkan.

"Evakuasi yang saat ini melaksanakan isolasi mandiri di rumah digeser ke Asrama Haji Donoyudan sebagai rujukan isolasi mandiri pusat di Jateng dengan alokasi 800 tempat tidur, dilengkapi tenaga kesehatan dan penjagaan ketat dari TNI-Polri," ucap Sigit.

Di sisi lain, Sigit mengatakan, aparat keamanan bakal melakukan pengawasan untuk masyarakat yang keluar masuk di wilayah zona merah. Wilayah sekitar Kabupaten Kudus, juga diminta menyiapkan ancang-ancang manejemen kontijensi demi mencegah penyebaran virus corona.

"Untuk keluar masuk wilayah zona merah diawasi ketat, dan masyarakat di wilayah zona merah desa diimbau untuk tidak keluar rumah selama 5 hari, hasilnya akan dievaluasi. Yang lain mempersiapkan kontigensi plan utamanya yang berbatasan dengan Kudus," tutup Sigit.

Pemerintah Daerah Jawa Timur bersama TNI-Polri juga melakukan penutupan akses keluar masuk Bangkalan menuju Surabaya di pintu gerbang Jembatan Suramadu dan melakukan tes cepat antigen.

Selain itu, pada saat yang sama, Pemprov Jatim juga menurunkan tim mobil usap PCR ke Kecamatan Arosbaya Bangkalan guna melacak setiap warga, mengingat kasus Covid-19 di wilayah ini termasuk paling banyak.

"Kita kirim mobil usap PCR ke kecamatan yang kasusnya melonjak. Selain itu, di pintu Gerbang Suramadu bagi seluruh masyarakat yang akan ke Surabaya. Jika reaktif maka akan dilakukan tes usap," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana dikutip dari Antara, Minggu (6/6/2021).

Untuk tes usap antigen di Jembatan Suramadu, jika hasilnya reaktif akan dilakukan isolasi di rumah sakit yang sudah disiapkan dan tidak diperbolehkan pulang sebelum sembuh. "Jadi, masyarakat harus meminimalisasi mobilisasi, kalau mau ke Surabaya harus siap dites," katanya.

Lebih lanjut, Herlin menyebut terdapat dua cara untuk meminimalisasi angka kematian pasien Covid-19, yakni melalui pengobatan cepat dan benar serta penyediaan ruang perawatan yang cukup. Diketahui, kasus kematian akibat Covid-19 di wilayah tersebut cukup tinggi dalam dua pekan terakhir.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Banyak Kasus Tak Teridentifikasi

Pakar Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan, banyak faktor yang memicu terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah di Indonesia. Menurut dia, kasus yang paling besar terjadi di masyarakat dan tidak teridentifikasi.

"Permasalahannya kasus yang tidak teridentifikasi ini kan dia enggak diam, terus menyebar dan pada gilirannya akan mulai merambah menginfeksi orang-orang yang rawan di masyarakat, salah satunya lansia atau orang dengan komorbid yang artinya mereka lebih besar kecenderungannya untuk membutuhkan perawatan rumah sakit," kata Dicky saat dihubungi Liputan6.com, Senin (7/6/2021).

Sementara yang jadi masalah, kesadaran masyarakat untuk datang ke rumah sakit supaya mendapatkan penanganan medis masih sangat minim. Kondisi ini membuat kasus di masyarakat sulit teridentifikasi, apalagi tidak dibarengi dengan upaya testing yang masif.

"Itu kan berpotensi membuat ledakan lebih besar karena mereka tidak teridentifikasi, sehingga tidak bisa diputus. Kecepatan untuk memutus penyebaran Covid ini (terhambat), karena mereka tidak menjalani isolasi karantina," tuturnya.

Belum lagi pengaruh varian baru virus corona yang sudah terdeteksi masuk ke wilayah Indonesia. Dicky menduga, varian alpha/B117 (sebelumnya disebut varian Inggris) mempengaruhi kecepatan risiko paparan di masyarakat.

Di sisi lain, keberadaan varian delta/B1617.2 (sebelumnya disebut varian India) yang disebut-sebut 40 persen lebih menular ini juga tak kalah mengancam. 

"Karena ada potensi puncak berikutnya yang bisa jauh lebih besar kalau kita tidak mitigasi. Ini yang terjadi saat ini. Artinya sulit kita hindari karena sudah matang dalam secara pasarnya seperti itu, sehingga kita harus mitigasi supaya tidak meledak besar," ucap Dicky.

Sejauh ini, kata dia, strategi pengendalian Covid-19 yang dilakukan pemerintah sudah tepat. Hanya saja kualitas dan kuantitas penerapannya masih belum memadai.

"Permasalahan klasik pengendalian pandemi kita, terletak di manajemen dan strateginya. Manajemen pengendalian pandemi harusnya di lead sector kesehatan, sebagai komandonya Menkes. Dan strateginya harus fokus di penguatan testing, tracing, treatment, isolasi karantina dibantu vaksinasi dan 5M. Semua dimuat dalam satu rencana yang komprehensif dengan indikator yang tepat dan terukur," katanya membeberkan.

Dicky menegaskan, penanganan Covid-19 di Indonesia masih belum terkendali, meski terkadang jumlah kasus di beberapa daerah melandai. Hal itu lantaran kapasitas testing dan tracing masih belum mumpuni. 

"Dan tes posivity rate kita ini rata-rata di atas 10 persen, sehingga kalau disebut terkendali ya enggak seperti itu. Kalau terkendali itu posivity rate-nya maksimal 5 persen. Jadi enggak memenuhi kriteria," ujarnya.

Bahkan sudah lebih dari satu tahun Indonesia berada dalam level community transmision. "Yang artinya kita tidak bisa mendeteksi kasus infeksi dan sebagian besar klaster. Artinya kasus di masyarakat jauh lebih tinggi," kata Dicky memungkasi.

3 dari 4 halaman

Tak Ada Wilayah Terkendali

Hal senada juga disampaikan Laura Navika Yamani. Epidemiolog dari Universitas Airlangga Surabaya itu menilai, lonjakan kasus disebabkan daerah-daerah tersebut tidak mengantisipasi potensi penularan Covid-19 akibat mobilisasi masyarakat saat momen mudik Lebaran Idul Fitri 2021. 

"Seperti yang terjadi di Madura (Bangkalan) itu kan ditemukan kasus awalnya memang dari TKW, TKI kan yang datang dari luar negeri. Nah karena di daerahnya tidak dilakukan mekanisme untuk karantina atau pun juga tidak dilakukan testing, ini kan kemudian menyebar di komunitas di daerahnya itu sehingga banyak orang yang tertular," kata Laura saat dihubungi Liputan6.com.

Selain perilaku masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan (Prokes) pencegahan Covid-19, lonjakan kasus corona juga diduga akibat adanya varian baru. "Kalau di Bangkalan sendiri saya rasa juga sudah ada data terkait varian baru, jadi ditemukan satu varian dari Afrika. Ini kan juga secara karakteristik perilaku virusnya berubah dibandingkan dengan yang asli."

Dia pun mengingatkan agar pemerintah daerah dan otoritas terkait terus memasifkan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) untuk memutus rantai penularan corona. Dia mewanti-wanti Pemda tidak menurunkan intensitas testing hanya supaya kasus tidak terlihat naik, karena justru berbahaya.

"Karena enggak menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Jadi lebih baik kita tahu kondisi sebenarnya penyebaran di masyarakat itu seperti apa. Kita bisa melihat bagaimana, berapa jumlah kapasitas testing yang bagus, pastinya dari indikator positivity rate," tutur Laura.

Laura meminta pemerintah pusat tetap memperketat akses pelaku perjalanan luar negeri masuk wilayah Indonesia, meski mobilitas sudah mulai berkurang seiring berlalunya masa libur lebaran. Selain itu, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro juga harus benar-benar melibatkan jajaran di level bawah, seperti pengurus RT dan RW.   

"Karena RT RW yang sebetulnya harus tahu siapa warga yang datang dari luar kota, datang dari luar negeri. Kebijakan terkait karantina fasilitas pengetesan itu juga harus diaktifkan. Apalagi kondisi saat ini mobilisasi sudah berkurang, jangan sampai ketika arus balik berkurang dirasa sudah aman terus tidak dijalankan lagi. Ini akhirnya kecolongan," katanya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyatakan bahwa peningkatan kasus Covid-19 di beberapa daerah pascalibur Lebaran 2021 ini masih belum mencapai puncaknya. Kata dia, semua daerah di tanah air kini tengah menghadapi lonjakan kasus corona.

"Semuanya meningkat. Tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang terkendali, termasuk Jakarta. Cuma Jakarta lebih siap untuk hadapi itu, rumah sakitnya siap semuanya enggak panikan. Kalau daerah lain belum siap," ujar Pandu saat dihubungi Liputan6.com.

Pandu mengaku tidak tahu apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani lonjakan kasus yang kerap terjadi tiap usai musim liburan ini. Dia juga enggan memberikan masukan terhadap pemerintah.

"Pemerintah sudah tahu, saya tidak mau ngajarin pemerintah lagi, sudah enggak mau diajarin," katanya.

Kendati, dia mengingatkan tiap-tiap individu agar selalu mematuhi protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir atau hand sanitizer, dan menjaga jarak) supaya tidak tertular.

"Semuanya harus kembali 3M-nya dijaga. Kan susah masyarakat sudah tidak patuh dengan pemerintah, karena pemerintahnya juga tidak konsisten," ucap Pandu.

Terakhir, Pandu mendorong agar program vaksinasi Covid-19 saat ini difokuskan kepada orang lanjut usia (lansia). Sebab, lansia merupakan salah satu kelompok rentan dan berisiko tinggi.

"Yang paling penting sekarang cuma satu, vaksinasi lansianya dipercepat, yang lainnya ditunda," katanya menandaskan.

4 dari 4 halaman

Zona Merah Meningkat Pascalibur Lebaran

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penaganan Covid-19 Wiku Adisasmito melaporkan terjadi peningkatan zona merah (risiko tinggi) dan zona oranye (risiko sedang) penularan virus corona di Indonesia usai libur Lebaran Idul Fitri 2021. 

Wilayah dengan kategori zona merah naik dari 10 menjadi 13, sedangkan zona oranye naik dari 302 menjadi 322. Kondisi ini membuat jumlah wilayah zona kuning (risiko rendah) turun dari 194 menjadi 171 kabupaten/kota. Sementara zona hijau atau tidak terdampak masih 7 kabupaten/kota dan tidak ada kasus baru tetap 1 kabupaten/kota.

"Ini adalah perkembangan yang tidak diharapkan. Karena semakin banyak kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki risiko penularan tingkat sedang dan tinggi," ujar Wiku Adisasmito dalam keterangan tulis, Sabtu (5/6/2021).

Wiku mengingatkan, yang perlu menjadi perhatian, penambahan daerah masuk zona merah merupakan kontribusi dari 9 kabupaten/kota yang berpindah saat libur Idul Fitri. Daerah-daerah ini didominasi dari Pulau Sumatera.

Perpindahan ke zona merah, kata Wiku, menandakan penanganan di wilayah tersebut butuh segera diperbaiki. Adapun sembillan wilayah yang dimaksud meliputi Bengkulu Utara, Kota Solok, Pasaman Barat, Solok, Kota Prabumulih, Dairi, Kota Batam, Melawi, dan Kudus. 

Wiku mengingatkan 322 kabupaten/kota zona oranye untuk melakukan mitigasi dan penanganan yang baik agar tidak naik menjadi zona merah. Hal itu belajar dari kasus yang dialami Kudus, bahwa selama 3 pekan sebelumnya berada di zona oranye, namun karena tidak ditangani dengan baik, maka berubah ke zona merah. 

Dia mengimbau Pemda yang masuk zona merah agar meningkatkan testing pada warganya yang baru pulang dari bepergian. Testing juga dapat dilakukan kepada warga yang baru dikunjungi keluarga dari luar wilayah tempat tinggalnya selama periode libur Idul Fitri 2021.

Pemerintah daerah juga harus memastikan fasilitas pelayanan kesehatan memadai dan siap menangani pasien Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat.

"Ingat, zonasi risiko ini bukan sekedar zonasi yang bisa diabaikan dan dianggap enteng. Kepala daerah harus memantau perkembangan kabupaten/kota di daerahnya masing-masing," tegas Wiku.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.