Sukses

Wakil Ketua KPK: Korupsi Seperti Penyakit Pandemi

Menurut Ghufron, memberantas tindak pidana korupsi tidak cukup dengan hanya mengisolasi orang yang sudah terjangkit virus korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut korupsi layaknya penyakit bagi masyarakat. Bahkan, menurut Ghufron, korupsi seperti pandemi, penyakit yang terjadi di tiap daerah.

"Korupsi itu bukan penyakit perorangan, tetapi penyakit sistemik. Apa maknanya? Kalau di sini terjadi, di tempat lain terjadi, di tempat lain lagi terjadi, berarti penyakitnya itu penyakit pandemi," ujar Ghufron dalam acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), Rabu (26/8/2020).

Pernyataan Ghufron itu sekaligus menanggapi tudingan lembaga antikorupsi itu hanya mementingkan pencegahan tanpa adanya penindakan.

Menurut Ghufron, memberantas tindak pidana korupsi tidak cukup dengan hanya mengisolasi orang yang sudah terjangkit virus korupsi. Tidak menutup kemungkinan, virus tersebut telah menyebar dan menjangkit ke orang lainnya.

"Kalau pandemi tidak bisa hanya kemudian disuntik satu orang, ditangkap atau dipenjarakan satu orang sementara kemudian di tempat lain muncul lagi, muncul lagi," kata Ghufron.

Selain mengisolasi orang yang terjangkit virus dengan menangkap dan menjebloskannya ke penjara, KPK perlu menyelamatkan orang-orang yang belum terjangkit dengan menggenjot upaya pencegahan.

"Oleh karena itu, yang sudah jadi virus harus diisolasi ke penjara, tapi yang masih sehat maka kemudian dipakaikan masker, ada social distancing itu dalam rangka pencegahan," Ghufron menambahkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pencegahan Seimbang

Maka dari itu, menurut Ghufron pencegahan yang dilakukan KPK harus seimbang dengan penindakan, dan juga pendidikan kepada masyarakat.

Jika pencegahan dan pendidikan tak diindahkan, maka penindakan akan dilakukan.

"Kepada pelaku, berarti bukan pencegahan lagi, dia sudah tertular, sudah reaktif. Maka kalau enggak bisa dicegah lagi, diambil oleh penindakan, diproses kemudian dipenjara, diisolasi. Itu proses penindakan. Kalau yang belum (tertular) baru pencegahan," kata Ghufron.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.