Sukses

Harapan Baru Obat Covid-19 ala Unair

Universitas Airlangga Surabaya disebut telah menemukan racikan obat yang tepat untuk pasien Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Harapan baru percepatan penanganan Corona (Covid-19) datang dari Surabaya. Universitas Airlangga (Unair) Surabaya disebut telah menemukan racikan obat yang tepat untuk pasien Covid-19. 

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga (Unair) Purwati mengklaim obat baru Covid-19 buatan Indonesia memiliki efektivitas tingkat kesembuhan yang tinggi bagi pasien Covid-19. Obat tersebut diyakini mampu membunuh virus mencapai 90 persen setelah diberikan kurun waktu 1-3 hari.

Obat Covid-19 yang belum diberi nama tersebut merupakan hasil penelitian Universitas Airlangga (Unair) Surabaya bersama TNI Angkatan Darat (AD), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.

"Efikasi obat tadi sudah kami paparkan. Untuk perbaikan klinis dalam 1 sampai 3 hari itu 90 persen," katanya dalam acara penyerahan hasil uji klinis fase 3 di Mabes AD, Jakarta Pusat, Sabtu (15/8/2020).

Dia menyebut efektivitas obat ini diuji berdasarkan hasil pemeriksaan PCR. Bahkan dalam sejumlah kondisi, efektivitas obat ini bisa mencapai 98,9 persen yang artinya hampir seluruh virus bisa mati dalam waktu singkat.

Purwati memastikan obat tersebut telah melalui uji klinis. Untuk uji klinis tahap 4 dilakukan setelah obat dipasarkan secara masal.

"Jadi uji klinis itu 1, 2, 3 dan 4. Dan 4 itu pos marketing evaluation obat-obat yang sudah dapat izin edar maka setelah itu dilakukan kajian. Jadi untuk memperoleh izin edar itu jenisnya sampai 3," ujar dia.

Dia menyebut obat Covid-19 ini tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Kendati tak berbahaya, dia mengaku obat ini memiliki efek samping seperti obat lainnya.

"Setiap sesuatu obat pasti ada efek sampingnya. Setidaknya uji toksisitas dari kombinasi obat yang kita lakukan, maka di situ efek samping ditemukan tidak terlalu toksit," ujarnya.

Meski demikian, dia mengungkapkan, dosis obat ini lebih rendah dibanding tiga obat tunggal yang dikombinasikan oleh Unair. Kemudian hasil rekam jantung, liver, dan ginjal pasien selama tujuh hari terbilang aman.

"Alhamdulilah terjadi perbaikan daripada fungsi liver. Jadi relatif aman untuk digunakan," pungkas Purwati.

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih bakal segera menyerahkan hasil uji klinis fase ketiga lima kombinasi obat penawar Covid-19 ke Jakarta.

"Rencananya besok, kami menyerahkan hasil uji klinis fase ketiga lima kombinasi obat penawar Covid-19 kepada mitra kami yang ada di Jakarta," ujar dia, Jumat (14/8/2020).

Nasih mengungkapkan semua proses uji klinis lima kombinasi obat penawar Covid-19 yang diminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seperti inklusivitas, etik dan lain telah dipenuhi. Hasilnya cukup menggembirakan.

"Kami telah menguji coba lima kombinasi obat penawar Covid-19 kepada sebanyak 700 pasien. Sementara BPOM hanya memberi persyaratan uji klinis diuji coba kepada 600 pasien," ujar dia.

"Dari proses tersebut akan kami berikan ke pemberi pekerjaan yakni mitra kami. Proses selanjutnya terserah mereka. Karena Unair telah menyelesaikan tugasnya," ia menambahkan. 

Setelah proses tersebut, agar lima kombinasi obat penawar Covid-19 bisa diedarkan harus terlebih dahulu mendapat izin edar dan produksi dari BPOM.

Jika izin produksi maupun izin edar telah didapat dari BPOM, Nasih optimistis lima kombinasi obat penawar Covid-19 akan dapat diedarkan pada September.

"Jika itu sudah dapat akan diproduksi. Kami yakin BPOM melihat bahwa masalah ini sangat mendesak sehingga mereka berbesar hati memberikan izin produksi dan izin edar. Jika itu diberikan, September bisa diproduksi. Tapi itu bukan ranah Unair," ujarnya.

Nasih meminta dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung lima kombinasi obat yang telah ditemukan peneliti Unair sehingga obat tersebut dapat dimanfaatkan sebelum ditemukannya vaksin Covid-19.

"Mohon doanya, dalam satu dua hari ini kami akan rilis temuan-temuan itu. Paling tidak sampai vaksinnya ada, obat ini bisa dimanfaatkan," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kajian Etik dan Uji Klinis

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito menuturkan, transparansi publik sangat diperlukan dalam upaya menemukan obat Covid-19. Pihaknya meminta Unair dapat menjelaskan kajian etik dan uji klinis yang dijalankan terkait penemuan obat Covid-19.

"Unair dukungan dari BIN dan TNI pasti tak keberatan jelaskan kaji etik berlangsung, uji klinis yang dijalankan,” ujar Wiku saat konferensi pers, Selasa (18/8/2020).

Wiku mengatakan, upaya menemukan obat yang tepat untuk Covid-19 telah dilakukan berbagai pihak di dunia termasuk di Indonesia baik bentuk single dan regimen (kombinasi). Salah satunya Universitas Airlangga (Unair).

"Unair dalam jalankan testing atau uji klinis yang dikembangkan regimen telah melalui kaji etik dilakukan di universitas, tentu transparansi publik sangat diperlukan," kata dia.

Ia mengatakan, uji klinis yang dijalankan tentu dengan protokol benar sesuai dengan standar internasional sehingga berikan perlindungan aman, efektif yang menyembuhkan. Hingga kini belum ada izin edar dari obat tersebut karena masih proses uji klinis.

"Sampai sekarang belum ada izin edar, uji klinis, tentu disampaikan dengan pihak Universitas Airlangga kepada pemerintah dalam hal ini BPOM, mungkin bisa menjadi bahan review untuk selanjutnya perizinan edar, prinsip yang harus dipenuhi aman, dan efektif. WHO belum tentukan obat yang standar paling efektif untuk bisa sembuhkan COVID-19," kata dia.

Kepala BPOM RI Penny Lukito menyatakan, pihaknya telah mengulas hasil uji klinik terkait kombinasi obat baru untuk penderita Covid-19 temuan Unair yang didukung TNI-Polri dan BIN.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan gap atau celah yang sifatnya critical, major maupun minor yang sangat berdampak pada validitas dari proses uji klinik tersebut.

"Itu menjadi perhatian dari Badan POM sebagaimana pelaksanaan uji klinik. Jadi betul-betul diperhatikan ketaatan terhadap aspek validitas dari hasil riset ini," ujar dia, Rabu (19/8/2020).

Penny menjelaskan beberapa temuan kritis di antaranya pasien sebagai subyek yang dipilih masih belum mempersentasikan randomization sesuai dengan protokol yang ada dikaitkan dengan variasi dari demografi, serta derajat keparahan.

"Kita lakukan untuk derajat ringan, sedang dan parah tapi subjek yang diintervensi dengan uji ini tidak mempresentasikan keberagaman tersebut. Kemudian ada OTG yang diberikan terapi obat padahal sesuai dengan protokolnya OTG tidak perlu diberikan obat," ujar dia.

Menurut Penny, hasil uji klinik juga belum menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan bila dibandingkan denga terapi yang standart dalam hal ini pemberian asprosin. 

Selain itu, peneliti belum memberitahukan dampak dari pemberian dosis. Seharusnya, dicantumkan karena ini merupakan obat keras sehingga kemungkian ada resikonya jika dikaitkan dengan efek, resistensi terhadap antiviral.

"Jadi saya kira kita perlu kita tindaklanjuti lebih jauh lagi jadi kalau aspek said efek. Ada said efek sehingga kita tidak bisa memberikan pada sembarangan orang apalagi orang tidak sakit," ujar dia.

Terlepas dari itu, Penny menyampaikan apresiasi kepada semua pihak terlibat. Ini adalah tentunya upaya bersama untuk menemukan obat untuk menghadapi krisis pandemi Covid-19.

"Tugas dari Badan POM tentunya adalah untuk mendampingi, memastikan obat dan vaksin yang diproduksi izinkan diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat adalah obat dan vaksin yang aman bermutu dan berikan efek, memberikan khasiat," tandas dia.

3 dari 3 halaman

DPR Minta Uji Pembanding

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan temuan obat Covid oleh Unair memunculkan dinamika di masyarakat.

"Kami memonitor memang ada dinamika dan polemik di masyarakat. Tapi memang segala macam upaya yang ditempuh untuk mendapatkan vaksin, itu memang harus dilakukan," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/8/2020).

Dasco menyebut pembuatan obat maupun vaksin Covid-19 tentu lewat lembaga yang terpercaya.

"Yang membuat vaksin ini juga bukan lembaga yang tidak kredibel. Di situ ada lembaga akademis seperti Unair ada TNI dan BIN," ucapnya.

Untuk menghindari polemik, Dasco mengusulkan dilakukan uji pembanding terhadap obat Covid-19 temuan Unair.

"Supaya polemiknya tidak berkepanjangan kami sarankan memang ada nanti semacam uji pembanding agar kemudian apa yang akan kemudian dicapai dengan vaksin ini bisa tercapai, tanpa menuai polemik lebih banyak lagi di masyarakat," ujarnya.

Uji Pembanding untuk Meyakinkan MasyarakatPolitikus Gerindra itu menyebut dengan adanya uji pembanding maka dapat lebih meyakinkan masyarakat terhadap khasiat obat Covid-19. 

"Memang kalau sudah diadakan uji banding, lalu kemudian kita sudah benar yakin. Apalagi ini kan produk dari bangsa kita yang memang mungkin sudah memperhatikan karateristik dari manusia di Indonesia. Ya mungkin kalau memang itu sudah diyakini kenapa tidak diuji coba lebih dulu," tandasnya.

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid menyatakan apresiasinya saat sosialisasi uji klinis fase 3 kombinasi obat Covid-19 di Mabes AD, Jakarta, Sabtu (15/8/2020).

"Kami terharu melihat hasil karya anak bangsa yang insyaAllah menjadi salah satu obat Covid -19 temuan pertama di dunia," ujarnya.

Menurut Meutya, selain diberi apresiasi dan dukungan, kombinasi obat itu pun perlu diberi kesempatan. Ia berharap, setelah laporan uji klinis fase 3 masuk, maka Pemerintah, terutama BIN dan TNI AD dapat dengan cepat menindaklanjutinya.

Meutya mengatakan, Covid-19 harus dilawan bersama-sama dengan protokol kesehatan, termasuk temuan kombinasi obat baru yang insyaAllah bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Sestama BIN Komnjen Pol Bambang Sunarwibowo menjelaskan bahwa penemuan obat Covid-19 di Indonesia sebenarnya dilatarbelakangi perkembangan pandemik yang tidak hanya berdampak pada kondisi ekonomi, melainkan sektor lain termasuk masalah sosial. Terpenting, menurutnya, bagaimana menemukan obat dan vaksin guna menyembuhkan dan mencegah Covid-19.

Oleh karena itu, Bambang mengatakan, BIN juga bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dalam menemukan vaksin. Namun, diperlukan waktu dan proses penelitian yang benar.

"Sedangkan kaitan dengan obat ini sendiri, kami bekerja sama dengan Unair sebagai inisiasi melakukan kerja sama agar bisa segera menemukan obat ini sehingga diharapkan adanya penurunan angka kematian Covid-19," ujar Bambang, dilansir Antara.

Bambang menjelaskan, diperlukan beberapa tahapan agar obat bisa diproduksi dan diedarkan, salah satunya melalui uji klinis sesuai syarat Badan POM. Karenanya uji klinis tersebut dilakukan dengan bekerja sama dengan TNI AD.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.