Sukses

Abraham Samad: Jaksa Tuntut Peneror Novel Baswedan 1 Tahun, Aneh

Sebelumnya, jaksa menuntut dua terdakwa teror air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan hukuman satu tahun penjara.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai tuntutan satu tahun penjara yang dilayangkan jaksa penuntut umum ke dua terdakwa teror air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan aneh. Dia menganggap tuntutan ini melukai rasa keadilan dalam hukum.

"Menurut saya tuntutan ini aneh dan melukai rasa keadilan hukum, khususnya NB (Novel) dan keluarga," ujar Abraham Samad dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (13/6/2020).

Dia menyebut, ada beberapa hal yang janggal dalam tuntutan terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Pertama, Rahmat dan Ronny merupakan anggota Polri aktif yang menyerang seorang penyidik di lembaga antirasuah.

"Ini adalah kejahatan penegak hukum terhadap penegak hukum. Seyogyanya hukum melindungi penegaknya yang berintegritas dengan menuntut pelaku dengan tuntutan maksimal," kata Samad soal kelanjutan sidang kasus Novel Baswedan.

Kedua, lanjut dia, kejadian yang menimpa mantan bawahannya itu berkaitan dengan kinerja dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dengan begitu, tuntutan rendah jaksa terhadap penyerang Novel sama saja tak mendukung pemberantasan korupsi.

"Tuntutan itu sangat tidak berpihak kepada NB dan keluarga sebagai korban, serta tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi," kata Samad.

Ketiga, menurut Samad, jaksa gagal mengurai motif utama pelaku penyerangan air keras. Motif ketidaksukaan pelaku kepada Novel Baswedan sangat subyektif dan lemah secara hukum.

"Ada motif utama yang gagal dimunculkan," kata Samad.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kejanggalan Selanjutnya

Keempat, Samad menyebut jaksa gagal membongkar jaringan pelaku penyerangan dengan hanya menjadikan Rahmat dan Ronny sebagai tersangka tunggal. Padahal advokasi masyarakat sipil menyebut ada aktor intelektual yang sengaja dilindungi.

"Ini kejahatan hukum yang sangat sistematis," kata dia.

"Kelima, patut juga dipertanyakan sikap pimpinan KPK yang mestinya melayangkan protes atau keberatan atas tuntutan itu. Tapi diamnya mereka seolah mengamini," Samad menambahkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.