Sukses

Gempa di Morotai, BMKG: Lempeng Laut Filipina Ancam Bencana Tsunami di Malut

Minimnya aktivitas gempa susulan di Morotai disebabkan karakteristik batuan pada Lempeng Laut Filipina sangat homogen dan elastis (ductile).

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, merilis perkembangan gempa yang merusak di Morotai, Maluku Utara. Menurutnya, gempa berkekuatan M 6,8 dengan kedalaman 111 km yang terjadi pada Kamis (4/6/2020) lalu, pukul 15.49 WIB berdampak menimbulkan kerusakan pada ratusan bangunan di Kabupaten Pulau Morotai.

"Perkembangan hasil monitoring BMKG hingga Minggu pagi 7 Juni 2020 menunjukkan aktivitas gempa susulan yang terjadi hanya 5 kali," tulis Daryono dalam siaran pers diterima, Minggu (7/6/2020).

Daryono mengatakan, gempa susulan bermagnitudo terbesar mencapai M 4,8 dan terkecil M 2,9. Selain itu, gempa susulan terakhir tercatat pada hari ini pukul 10.58 WIB berkekuatan M 3,9.

Hasil analisis Daryono dan BMKG, minimnya aktivitas gempa susulan di Morotai disebabkan karakteristik batuan pada Lempeng Laut Filipina sangat homogen dan elastis (ductile).

"Sifat elastis pada batuan ini yang menjadikan batuan tidak rapuh, sehingga gempa susulan yang terjadi di Morotai sangat sedikit," jelas dia.

Daryono melanjutkan, hasil monitoring BMKG selama bulan Mei 2020 sudah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas seismisitas khususnya untuk aktivitas gempa menengah di kedalaman sekitar 100 km di wilayah Morotai. Sehingga, jika di zona aktif gempa yang terjadi sebulan sebelumnya, kini terjadi gempa kuat.

Sebagai informasi, wilayah Morotai Maluku Utara merupakan salah satu kawasan seismik aktif di Indonesia. Lokasi Pulau Morotai bersebelahan dengan zona subduksi Lempeng Laut Filipina.

"Di sebelah timur Pulau Halmahera melintas subduksi Lempeng Laut Filipina yang berarah utara-selatan dengan panjang mencapai sekitar 1.200 km, dari Pulau Luzon, Filipina, di Utara hingga Pulau Halmahera di selatan. Zona subduksi aktif ini memiliki laju penunjaman lempeng antara 10 hingga 46 milimeter per tahun," terang Daryono.

Diketahui, Zona megathrust Lempeng laut Filipina adalah ancaman terjadinya bencana gempa dan tsunami yang potensial bagi wilayah Maluku Utara, khususnya Halmahera, Morotai, dan Kepulauan Talaud.

"Segmen zona megathrust di Pulau Halmahera memiliki magnitudo tertarget M 8,2. Jika aktivitas gempa Kamis lalu berkekuatan M 6,8 maka masih jauh lebih kecil dari magnitudo tertargetnya," Daryono menandasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

6 Gempa Kuat dan Merusak

BMKG mencatat ada enam kali gempa kuat dan merusak di atas merupakan bukti bahwa zona Megathrust pada tunjaman Lempeng Laut Filipina, khususnya Segmen Halmahera-Talaud, sebagai salah satu sumber gempa yang patut diwaspadai dan tidak boleh diabaikan.

Tunjaman Lempeng Laut Filipina ini selamanya akan menjadi sumber gempa potensial di wilayah Halmahera, Morotai dan Kepulauan Talaud. Berikut catatannya:

1. Gempa merusak Kepulauan Talaud 23 Oktober 1914 (M 7,4).2. Gempa merusak Halmahera 27 Maret 1949 (M 7,0).3. Gempa merusak Kepulauan Talaud 24 September 1957 (M 7,2).4. Gempa merusak Halmahera Utara dan Morotai 8 September 1966 (M 7,7).5. Gempa merusak Kepulauan Talaud 30 Januari 1969 (M 7,6).6. Gempa merusak Maluku Utara dan Morotai Morotai pada 26 Mei 2003 (M 7,0).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • BMKG adalah singkatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang berstatus Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPN).

    BMKG

  • Gempa Morotai