Sukses

Kisah Penyintas Covid-19, Diusir dari Kontrakan hingga Terus Alami Perundungan

Aryo Budhi Wicaksono, pemuda 28 tahun yang kini sudah sepenuhnya sembuh dari virus Corona Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Aryo Budhi Wicaksono, pemuda 28 tahun kini sudah sepenuhnya sembuh dari virus Corona Covid-19. Pria yang tinggal di Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat itu berhasil menjadi penyintas Covid-19.

Dilansir Antara, Minggu (31/5/2020), kesembuhan Aryo hingga akhirnya berhasil jadi penyintas Covid-19 bukanlah perkara mudah.

Selama satu bulan terinfeksi Covid-19, Aryo pernah mengalami intimidasi dari lingkungan tempatnya tinggal. Ada perundung yang menyebut dirinya dan keluarganya sebagai pembawa virus.

Pada awal masa isolasi mandirinya, pemilik kontrakan bahkan menolak Aryo untuk melakukan karantina di rumah sewanya itu.

Tak cukup itu saja, bahkan ketika ada kerabat yang datang memberi kebutuhan sehari-hari kepada Aryo, beberapa tetangganya mencibir.

Berangkat dari pengalaman kurang menyenangkan itu, Aryo pun saat ini mempunyai misi mengubah stigma negatif masyarakat tentang pasien-pasien Covid-19 hingga bisa diterima oleh lingkungan sekitar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Awal Mula Kisah Aryo

Aryo menceritakan, pada awalnya, ia tak langsung dinyatakan sebagai pasien Covid-19. Kala itu, ia berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP) pada 15 April 2020.

"Awalnya saya berstatus ODP. Itu karena mertua saya harus dirawat di rumah sakit dan berstatus pasien dalam pengawasan (PDP). Saya lalu berinisiatif melakukan isolasi mandiri. Saya juga laporkan kegiatan saya itu ke RT sama RW tempat saya tinggal," cerita Aryo.

Tidak hanya Aryo, seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumahnya juga harus menjalani isolasi mandiri karena telah berinteraksi langsung dengan pasien PDP.

Aryo lalu melakukan pelaporan kepada pemimpin di lingkungan rumah agar keluarganya mendapatkan akses pengawasan kesehatan dari tenaga medis di kelurahan terdekat.

Kemudian, kegiatan isolasi mandiri keluarganya selama dua hari pun berjalan cukup lancar.

Pada hari ketiga, Ketua RW mendatangi kediaman Aryo untuk memberikan makanan serta kebutuhan sehari-hari bagi keluarganya.

Ternyata selain mengantarkan makanan, Ketua RW dan Ketua RT di tempatnya tinggal bahkan memberikan sosialisasi kepada tetangga lainnya.

Sosialisasi yang awalnya diharapkan dapat menggerakkan hati warga di sekitar dapat membantu memberikan bantuan kepada keluarga Aryo, justru berubah menjadi ketakutan.

"Sosialisasi bahwa keluarga saya melakukan isolasi mandiri itu ada, tapi ternyata warga sekitar menerima pesannya berbeda. Mereka tidak bisa menerima kondisi keluarga saya yang menjalankan isolasi mandiri," kata Aryo.

Sehari usai kedatangan Ketua RW-nya, Aryo dihubungi oleh Ketua RT yang memintanya dan keluarga melakukan isolasi mandiri di Rumah Dinas milik Lurah.

"Pemilik kontrakannya tidak mau kamu tinggal di situ. Jadi nanti isolasinya di rumah dinas Lurah atau RPTRA," ujar Aryo menirukan Ketua RT menyampaikan penolakan dari pemilik rumah yang disewa.

 

3 dari 7 halaman

Keluar Rumah Kontrakan dan Pindah ke Rumah Ayah

Aryo pun berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya. Mereka sepakat keluar dari rumah kontrakan dan tidak menjalani isolasi di rumah dinas milik Lurah atau RPTRA.

"Kami putuskan untuk tinggal di rumah Ayah saya. Kebetulan bisa untuk 10 orang karena itu tiga lantai," ucap Aryo.

Usai tinggal di rumah ayahnya, petugas medis mendatangi keluarga Aryo untuk melakukan tes swab, yakni pengambilan cairan di tenggorokan dan hidung.

Hasilnya menunjukkan bahwa lima dari sepuluh anggota keluarga yang menjalani isolasi mandiri itu positif Covid-19.

"Lima orang itu yang positif semuanya anak muda. Sepupu saya, anak saya usia empat bulan, saya, dan dua keponakan saya. Kami semua diberi catatan khusus sebagai orang tanpa gejala (OTG)," tutur Aryo.

Aryo yang mengetahui dirinya positif Covid-19 itu tetap disarankan menjalani isolasi mandiri oleh petugas medis dari Puskesmas setempat.

Dengan keadaannya itu, Aryo justru semangat melakukan konsultasi dengan dokter dari Puskesmas Kelurahan Pegangsaan terkait tata cara isolasi mandiri yang benar.

 

4 dari 7 halaman

Perundungan Terjadi

Aryo pun segera memberi kabar kepada teman-temannya melalui aplikasi pesan singkat terkait kondisinya.

Ia lalu bercerita tentang perundungan yang membuatnya melakukan adu mulut dengan tetangga.

"Saya sempat diteriakin, waktu ada tetangga yang nyinyir ke temen saya yang membawa kebutuhan saya sama keluarga. Saya bilang aja, kalau memang tidak mau tertular, di rumah aja, jangan kelayapan. Pake masker, bukan jalan-jalan," ucap Aryo.

Adu mulut itu merupakan puncak dari serangkaian penolakan warga terhadap Aryo yang saat itu berstatus pasien Covid-19.

Kejadian itu dipicu pada saat Aryo yang berada di lantai dua dan akan menerima bantuan dari temannya.

Ia menurunkan keranjang yang terikat agar temannya dapat menaruh kebutuhan Aryo selama menjalani isolasi mandiri.

Tetangganya yang tak suka justru mencibir, melirik tidak suka teman Aryo yang memberi bantuan. Akibat adu mulut tersebut, tetangga lainnya justru malah semakin menganggap Aryo sebagai gangguan.

"Saya yang saat itu sakit, disebut tukang berisik. Padahal nada saya meninggi karena membela diri," kata Aryo.

Selama 14 hari sejak kejadian itu, petugas medis kembali melakukan tes swab untuk mengetahui kondisi terbaru dari Aryo dan keluarga.

 

5 dari 7 halaman

Sembuh Namun Perundungan Masih Terjadi

Berkat kedisiplinannya menjalani isolasi mandiri, hasilnya Aryo pun dinyatakan negatif. Meski sudah dinyatakan sembuh, namun perundungan tidak berhenti diterima oleh keluarga Aryo.

Ia mencontohkan, salah satunya ketika ayah Aryo ingin melakukan salat Subuh di musala yang mengadakan salat berjemaah di lingkungannya dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Ketika ayah Aryo datang, tiba-tiba seluruh jemaah keluar meninggalkan ayahnya.

"Ayah saya sejak saat itu tidak lagi pergi ke musala. Dia kaget dengan perlakuan itu," kata Aryo.

Aryo pun akhirnya menjadi tidak percaya diri, ia mengaku kesehatan mentalnya tertekan karena penolakan warga pada orang-orang yang terkena Covid-19.

Aryo lalu menceritakan momen putus asa menghadapi perundungan warga di lingkungannya.

"Saya bahkan sampai minta sama dokter Puskesmas yang nanganin saya. Bisa tidak saya dibuatkan surat keterangan, kalau saya bebas Covid-19 biar masyarakat itu mau nerima saya lagi," cerita Aryo.

Untungnya pada saat putus asa, Aryo diberikan saran oleh temannya untuk berkonsultasi daring melalui program Sapa Kamu untuk menghadapi masalah perundungan yang dialaminya.

"Saya jujur saja masih kadang tidak percaya diri kalau beraktivitas di luar ruangan. Apalagi kalau ingat diintimidasi itu kan. Saya bete (bosan), tapi saya jadi punya misi buat edukasi masyarakat, gimana caranya orang kayak saya (penyintas Covid-19) tidak dicap buruk," kata Aryo.

 

6 dari 7 halaman

Kini Punya Misi baru

Sebelum terkena Covid-19, Aryo sudah aktif melakukan hal-hal untuk mendukung lingkungannya terhindar dari virus yang menyerang sistem pernafasan itu.

Ia mengajak tiga temannya yang merupakan pemuda aktif di lingkungannya untuk membuat tempat-tempat cuci tangan di setiap titik-titik masuk menuju lingkungannya yang merupakan pemukiman padat penduduk.

"Saya juga sosialisasi di Puskesmas dekat rumah saya, sebelum ada arahan tempat cuci tangan. Saya sama teman saya, pakai masker, menyemprotkan handsanitizer ke pengunjung Puskesmas mengingatkan agar rajin cuci tangan, biar tidak kena Covid-19," terang Aryo.

Usai menjadi penyintas Covid-19, Aryo mengaku dirinya memang sempat kecewa kepada warga sekitar. Namun dia semakin semangat ingin menyosialisasikan beragam hal tentang Covid-19.

Misi Aryo saat ini di RW-nya tidak ada lagi keluarga pasien Covid-19 yang mengalami perundungan.

Ia memulai pendekatan kepada keluarga yang masih menjalani isolasi mandiri karena Covid-19.

"Saya sempat datangi keluarga lain yang kena Covid-19, mereka juga takut. Tapi begitu saya bilang, saya mau bantu keluarga itu jika ada kebutuhan yang perlu diantarkan mereka akhirnya menerima," kata Aryo.

 

7 dari 7 halaman

Pendekatan Sosial Media

Langkah lainnya, Aryo memaksimalkan tren sosial media dengan melakukan siaran langsung.

"Saya sempat bersama selebgram diwawancara juga. Saya live, saya buka kondisi dan cerita saya sama penonton. Saya mau membuka pandangan baru bahwa pasien Covid-19 ini bukan aib. Dari situ mungkin orang-orang di lingkungan saya melihat dan mulai komunikasi sama saya," kata dia.

Dari komunikasi itu, Aryo mengetahui bahwa dirinya masih berstatus positif Covid-19 di situs corona.jakarta.go.id.

"Mungkin dari situs itu orang-orang masih ngira saya positif. Karena di situ kan terlihat berapa kasus dalam satu kelurahan. Padahal cuma tercantum umur dan jenis kelamin tapi orang-orang mengira saya masih positif. Mungkin dari situ juga orang-orang jadi masih takut," ucapnya.

Ia berharap dengan segera status Covid-19 di situs itu cepat dihapuskan karena saat ini dirinya telah sembuh.

Selanjutnya, ia berharap juga agar para pemilik kekuasaan di wilayahnya dapat membantu idenya untuk kembali menggalakkan sosialisasi pencegahan dan penanganan Covid-19.

Sehingga, nantinya tak ada lagi stigma buruk bagi keluarga terkait virus yang merebak pertama kali di Negeri Tirai Bambu itu.

"Saya sebenarnya sangat berharap ide saya ini bisa sampai ke birokrasi lebih tinggi. Saya mau banget. Namun karena saya pernah berkomunikasi dengan RW setempat namun tidak direspons, ya saat ini saya cari cara lain," tutup Aryo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.