Sukses

Ragam Tanggapan soal Warga di Bawah Usia 45 Tahun Boleh Beraktivitas

Hanya 11 bidang saja yang diperbolehkan bagi warga di bawah usia 45 tahun kembali beraktivitas di tengah pandemi Corona Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo memutuskan untuk memperbolehkan warga di bawah usia 45 tahun kembali beraktivitas di tengah pandemi Corona ini.

Alasannya adalah untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, hanya 11 bidang saja yang diperbolehkan bagi warga di bawah usia 45 tahun kembali beraktivitas di tengah pandemi Corona Covid-19.

"Kemudian memberikan kesempatan kepada kelompok usia 45 tahun ke bawah untuk bekerja kembali. Ini harus dilihat kembali konteksnya pada Permenkes Nomor 9 tahun 2020 yaitu, Pasal 13. Jadi ada 11 bidang kegiatan yang bisa diizinkan," kata Doni dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa, 12 Mei 2020.

Keputusan ini pun menuai beragam tanggapan. Misalnya menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio yang menyebut agar kebijakan tersebut tak hanya dilihat dari luar saja.

"Kita membaca statement itu harus lengkap, jangan cuma judulnya saja. Kita mesti lihat dalamnya, karena kalau kita cermati dalamnya tidak ada pertentangan," ujar Amin kepada Liputan6.com, Selasa, 12 Mei 2020.

Namun, ada pula yang menolak diizinkannya warga di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas. Salah satunya adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) .

Berikut ragam tanggapan terkait keputusan kebijakan diperbolehkannya warga di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas di tengah pandemi Corona Covid-19 dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

PKS Anggap Berbahaya

Pemerintah mengizinkan warga berusia di bawah 45 tahun untuk kembali bekerja di tengah pandemi Covid-19 dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan untuk mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang santer terjadi di sejumlah perusahaan.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik kebijakan tersebut. Langkah itu dinilainya berisiko.

"Yang pasti kebijakan ini bahaya sekali," kata Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati kepada Liputan6.com, Selasa, 12 Mei 2020.

Dia menuturkan, pemerintah harusnya belajar dari kasus klaster Sampoerna. Di mana sudah ada puluhan positif Corona, dan sudah ada yang meninggal, di saat mereka masih terus berproduksi.

"Harusnya pemerintah belajar dari kasus meninggalnya beberapa pekerja di beberapa perusahaan karena Covid-19, khususnya kasus terakhir di PT Sampoerna," ungkap Kurniasih.

Dia pun meminta jangan sampai mengorbankan nyawa pekerja lagi. "Jangan korbankan nyawa pekerja," pungkasnya.

 

3 dari 6 halaman

Ditolak KSPI

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kebijakan pemerintah untuk mengizinkan masyarakat berusia di bawah 45 tahun kembali bekerja di masa pandemi virus Corona.

Hal ini karena sesuai dengan protokol WHO mengenai pencegahan Covid-19, yaitu hal utama yang harus dilakukan adalah menghindari berkerumun.

"Di mana physical distancing adalah langkah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19," kata Presiden KSPI Said Iqbal melalui keterangan tertulisnya.

Menurut Said Iqbal, saat ini pemerintah membuat banyak kelonggaran. Bahkan di area PSBB, misalnya saja dengan tetap mengizinkan perusahaan tetap beroperasi, sehingga buruh tetap bekerja di tengah pandemi Corona.

"Mayoritas industri di manufaktur baru akan meliburkan buruh pada H-3 Lebaran sampai dengan H+3," tegas Said Iqbal.

Dia menilai, hal ini berdampak akan banyaknya pekerja yang dilaporkan meninggal dunia dan positif Corona. Mereka yang terdampak ada yang berusia di bawah 45 tahun.

"Dengan kata lain, usia 45 tahun ke bawah bukan jaminan kebal dengan Corona," tegas dia.

 

4 dari 6 halaman

Bukan Bom Waktu

Namun, apakah membiarkan kelompok usia tersebut terpapar virus Corona tidak menjadikan mereka bom waktu di kemudian hari?

"Kita membaca statement itu harus lengkap, jangan cuma judulnya saja. Kita mesti lihat dalamnya, karena kalau kita cermati dalamnya tidak ada pertentangan," ujar Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio kepada Liputan6.com.

Menurut dia, regulasi yang ada memang memberikan kesempatan kepada mereka yang memenuhi syarat untuk beraktivitas, namun dengan catatan tetap dalam skema penerapan PSBB.

"Jadi kalau usia 45 tahun, misalnya, secara statistik kita melihat ini yang tertular ada di usia muda, tapi yang fatal adalah usia lanjut. Jadi usia 45 ke bawah relatif lebih tahan dan sebagian besar sembuh sendiri," ucapnya.

Namun, lanjut dia, bukan berarti virus Corona itu memilih kelompok usia yang akan diserang.

Hanya saja tubuh manusianya yang merespons berbeda, karena untuk usia lanjut sudah ada underline desease atau ada penyakit-penyakit lain yang mnyebabkan dia menjadi lebi berat kondisinya.

"Yang lebih muda bisa sembuh sendiri, tapi tentu juga ada yang bisa sampai fatal, itu tergantung dari jumlah virus yang masuk. Misal, tenaga kesehatan kan banyak juga yang berusia muda, mereka sebagian besar petugas kesehatan itu terpapar virus dalam jumlah relatif besar," ujar Amin.

Yang jelas, lanjut dia, di satu sisi kebijakan pemerintah ini memberikan kesempatan untuk bisa bergerak. Tetapi, dalam skema PSBB kalau usia 45 tahun tapi mau mulai bergerak, sedangkan bisnisnya dilarang dalam skema PSBB atau berisiko, aktivitas itu juga tak bisa dilakukan.

"Ada pertimbangan yang diperhitungkan terkait usianya, tapi tentu tidak bebas seluas-luasnya, karena pasti akan ada syaratnya dan tentu harus menjalankan rekomendasi awal seperti Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan, itu tetap harus dikerjakan," jelas Amin.

Sehingga, kata dia, tak perlu ada ketakutan kebijakan ini hanya akan menciptakan bom waktu di kemudian hari. Misalnya akan memunculkan pasien Covid-19 yang baru secara masif.

"Selama mereka melakukan dalam skema PSBB dan juga mematuhi semua protokol kesehatan, mereka tidak menularkan dan tak tertular, maka sesungguhnya tak ada yang perlu dikhawatirkan," tegas Amin.

Menurut dia, yang penting untuk dipahami adalah, kebijakan seperti relaksasi bukan berarti semua dibiarkan, melainkan bersyarat. Jika seseorang mau melakukan aktivitas dia harus melihat dulu aturan dalam PSBB, apa yang boleh dan tidak.

"Karena itu sama dengan ini, tidak dilonggarkan pun, kalau tidak disiplin ya sama saja, tidak menjaga PHBS dan tak pakai masker, menularkan kanan kiri, ya sama saja," Amin memungkasi.

 

5 dari 6 halaman

Merupakan Pilihan, Tapi Berisiko

Menurut Dr Nuning Nuraini, peneliti matematika epidemiologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), kebijakan pelonggaran yang diambil pemerintah hanyalah sebuah pilihan dari banyak pilihan lain yang juga punya risiko.

"Risiko itu tetap ada, jadi pilihan ada di pembuat kebijakan, atau mau memaksakan ekonomi kembali seperti awal dengan jalan tengah. Yang penting bagaimana tetap mengoptimalkan protokol kesehatan dengan baik supaya dapat mengontrol penyebaran yang harus dicegah," ujar Nuning kepada Liputan6.com.

Ditambah lagi, lanjut dia, meski masih berada dalam suasana PSBB, bukan berarti pergerakan ekonomi sepenuhnya mati.

Dalam cakupan wilayah tertentu, dia melihat ekonomi itu terus bergerak meski dibayangi meluasnya pandemi Covid-19.

"Namun, di sisi lain saya pikir kalau ekonomi lokal menurut saya masih berjalan seperti di daerah-daerah tertentu, warung-warung masih bisa buka dan usaha yang sifatnya lokal masih dapat melayani daerahnya. Jadi selama masih sifatnya lokal, itu masih mungkin untuk dijalankan, karena yang berbahaya kalau sudah lintas area dari yang endemik dan sebaliknya," Nuning menandasi.

 

6 dari 6 halaman

Dianggap Bisa Jadi Bom Waktu

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Slamet mengaku cemas dengan rencana kebijakan mengizinkan masyarakat di bawah usia 45 tahun kembali bekerja di masa pandemi Corona Covid-19.

"Saya mengkhawatirkan sebaliknya. Dengan PSBB saja, di daerah-daerah grafiknya belum menunjukan penurunan. Alasan khawatir terjadi penularan yang lebih luas lagi karena ada OTG (orang tanpa gejala) yang bisa menularkan ke yang lain," papar Slamet keada Liputan6.com, Rabu (13/5/2020).

Slamet menilai, dalam masa pandemi Covid-19 saat ini pemerintah hanya memikirkan sisi ekonomi saja. Dan melupakan sisi kesehatan masyarakat secara luas.

Padahal, amanat Undang-Undang Dasar 1945 menekankan bahawa tugas pemerintah adalah melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesai.

Dikatakan Slamet, semestinya Indonesia bisa belajar dengan Vietnam. Kendati ia sendiri ragu mengingat hal ini sudah telat.

"Vietnam langsung lockdown total tiga pekan. Ekonomi terhenti, tapi setelah itu aktivitas ekonomi bisa mulai berjalan, karena penularan bisa ditekan," ungkapnya.

Jika kebijakan diizinkannya masyarakat untuk kembali bekerja, Slamet menganggap hal ini akan menjadi bom waktu.

"Menurut saya ini adalah bom waktu. Karena ekonomi belum tentu pulih, tapi secara kesehatan pandemi ini semakin lama untuk bisa diatasi," ucapnya.

Dia meminta agar semua pihak dialog antara pemerintah , pengusaha dan pekerja (karyawan) untuk mencari titik temu di antara mereka.

"Bahwa Covid-19 adalah masalah bersama sehingga perlu kesepahaman dan win-win solution untuk semua pihak," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.