Sukses

Partai Garuda Minta Aparat Penegak Hukum Tak Terpengaruh Usai Sebut KPK Bakal Jadikan Anies Baswedan Tersangka

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi meminta penegak hukum agar tak terpengaruh dengan pernyataan Denny Indrayana yang menyebut KPK bakal segera menetapkan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan akan menjadi tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal segera menetapkan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan akan menjadi tersangka.

Hal itu pun turut ditanggapi Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi. Teddy meminta penegak hukum agar tak terpengaruh dengan pernyataan Denny Indrayana.

"Sewaktu Denny Indrayana membuat bualan tentang putusan MK, Partai Garuda telah membaca akan terjadi bualan selanjutnya, yaitu menekan hukum, dimana tersangka korupsi nantinya dianggap tidak bersalah dan aparat hukum yang memiliki bukti dianggap pelaku kejahatan," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Sabtu (24/6/2023).

Teddy menilai, apa yang dilakukan Denny Indrayana merupakan pola baru dengan tujuan tidak baik, yaitu menyelamatkan pelaku terduga korupsi.

"Kalau dulu ada isu bahwa untuk menyelamatkan pelaku korupsi melalui tekanan penguasa, maka saat ini dengan suara masyarakat. Aparat hukum yang bekerja menggunakan data dan bukti menjadi penjahat dan yang melakukan kejahatan menjadi orang baik," papar dia.

Tentunya, Teddy menegaskan hal tersebut tidak sehat karena kedepan nanti, pelaku terduga korupsi bisa membayar para pihak memainkan media sosial agar viral untuk menjadikan pelaku kejahatan sebagai orang yang terzolimi.

"Tujuannya untuk menekan aparat hukum agar tidak memproses kasus korupsi," ucap dia.

"Maka dari itu, aparat hukum jangan mau ditekan melalui suara viral, tegak lurus dengan bukti-bukti yang ada. Karena dalam pembuktian nanti, fitnah dan isu yang viral itu tidak akan menjadi alat bukti di pengadilan untuk menyelamatkan para pelaku korupsi," jelas Teddy.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Denny Indrayana Dapat Info Anies Baswedan Segera Dijadikan Tersangka oleh KPK

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, akan menjadi tersangka.

Kabar itu Denny dapatkan dari seorang anggota DPR. Menurut Denny, anggota DPR yang dia tidak sebutkan namanya mengatakan, seluruh pimpinan KPK sudah sepakat dan telah dilakukan 19 kali ekspos.

"Setelah KPK 19 kali ekspos, ini pemecah rekor, seorang anggota DPR menyampaikan, Anies segera ditersangkakan. Semua komisioner sudah sepakat," ujar Denny dalam keterangannya, Rabu 21 Juni 2023.

Upaya penetapan Anies menjadi tersangka menjadi bagian untuk menjegal mantan gubernur DKI Jakarta itu maju sebagai calon presiden (capres) pada pemilu 2024.

Menurut Denny, terbaca alasan pimpinan KPK era Firli cs diperpanjang satu tahun sampai 2024. Ia menuding, pimpinan KPK era saat ini ingin menyelesaikan tugasnya untuk melawan kelompok oposisi pemerintah.

"Makin terbaca, kenapa masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun. Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa status quo," ujar Denny.

 

3 dari 4 halaman

Minta Hentikan Cawe-Cawe

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) itu berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan cawe-cawe untuk menjegal Anies Baswedan. Ia menilai hal tersebut malah mengundang kegaduhan yang bisa berujung pada penundaan pemilu 2024.

"Saya berharap Presiden Jokowi menghentikan cawe-cawenya, termasuk mentersangkakan dan menjegal Anies," ujar Denny.

"Kalau masih diterus-teruskan, menjadi pertanyaan apa maksud dan tujuannya? Salah satu hipotesis yang tidak terhindar terlintas di kepala saya adalah, Presiden Jokowi justru mengundang ketidakpastian dan kegaduhan, yang ujungnya menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatannya sendiri. Semoga hipotesis saya keliru," tuturnya.

 

4 dari 4 halaman

Denny Indrayana Dapat Bocoran Putusan MK terkait Sistem Pemilu

Sebelumnya, Denny Indrayana juga sempat membuat pernyataan kontroversial. Dia mengaku mendapat bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Menurut Denny, pada putusannya nanti hakim MK akan memiliki pendapat yang terbelah soal putusan tersebut.

"Jadi putusan kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulis yang disiarkan via media sosial pribadinya, Minggu (28/5/2023).

Denny menyebut, informasi tersebut berasal dari orang yang kredibilitasnya dia percaya. "Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," tutur dia.

Dia meyakini, dengan pemilu sistem tertutup maka Indonesia akan kembali ke sistem pemilu di masa Orde Baru (Orba) yang otoritarian dan koruptif.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas," kata Denny.

Atas dugaan tersebut, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono pun telah menyampaikan bantahan.

Pada putusannya, Kamis 15 Juni 2023, Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka alias mencoblos caleg.

Keputusan MK itu menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sebagaimana diajukan pemohon.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang digelar terbuka pada Kamis 15 Juni 2023.

Hakim Anwar Usman menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Pemohon sebelumnya mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) di UU Pemilu bertentangan dengan Konstitusi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.