Sukses

Curhat Helmy Yahya dengan DPR, Sajikan Hiburan Bola hingga Terlanjur Jatuh Cinta TVRI

Dalam rapat dengan Komisi I DPR, Helmy Yahya menjelaskan perihal penyiaran Liga Inggris yang turut dipersoalkan Dewan Pengawas TVRI.

Liputan6.com, Jakarta - Helmy Yahya dicopot dari posisinya sebagai Direktur Utama atau Dirut TVRI. Pemberhentian itu dilakukan secara sepihak oleh Dewan Pengawas (Dewas) TVRI.

Helmy Yahya pun melakukan perlawanan mengatakan Surat Keputusan atau SK pemberhentian dirinya tidak sah pada 5 Desember 2019. SK itu keluar pada 4 Desember 2019.

Komisi I DPR pun memanggil TVRI dan melakukan rapat dengar pendapat atau RDP. Dewas TVRI mengungkapkan alasan pemecatan direktur utama Helmy Yahya pada Komisi I DPR RI.

Dari beberapa poin penjabaran Dewas, salah satu alasannya adalah tayangan Liga Inggris dinilai berpotensi gagal bayar seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Tak hanya memanggil Dewas TVRI, Komisi I DPR juga melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Helmy Yahya. Dalam kesempatan itu, Helmy menjelaskan perihal penyiaran Liga Inggris yang turut dipersoalkan Dewan Pengawas TVRI.

Helmy juga membantah pernyataan Dewan Pengawas TVRI bahwa stasiun televisi yang dipimpinnya dipenuhi program asing.

"Tidak benar TVRI dikuasasi program asing. Program asing tidak lebih dari 10 persen," kata Helmy di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 28 Januari 2020.

Berikut curhatan Helmy Yahya saat RDPU dengan Komisi I DPR dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Bantah TVRI Dipenuhi Program Asing

Mantan Direktur Utama (Dirut) TVRI Helmy Yahya menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI pada Selasa, 28 Januari 2020.

Pada kesempatan itu, Helmy membantah pernyataan Dewan Pengawas TVRI bahwa stasion televisi yang ia pimpin dipenuhi program asing.

"Tidak benar TVRI dikuasasi program asing. Program asing tidak lebih dari 10 persen," kata Helmy.

 

3 dari 7 halaman

Jelaskan soal Siarkan Liga Inggris

Dalam kesempatan itu, Helmy Yahya juga menjelaskan perihal penyiaran Liga Inggris yang turut dipersoalkan Dewan Pengawas TVRI.

Dia mengingatkan, hiburan yang sangat digemari masyarakat di Indonesia adalah bulutangkis dan sepakbola, tak terkecuali Liga Inggris.

Apalagi Helmy menyebut, TVRI mendapatkan hak siar Liga Inggris dengan harga yang relatif murah.

"Hiburan murah yang sangat digemari di Indonesia itu badminton dan sepakbola. Dan kami mendapat kepercayaan harga sangat murah. Kami cuma bayar 2 juta dolar," ujar Helmy.

Apabila dihitung harga per tayangan dengan kurs rupiah, maka Liga Inggris hanya sebesar Rp 130 juta.

"Itu kami hitung per jam hanya Rp 130 juta. Hanya karena Liga Inggris, publik nonton TVRI. Jangan lupa bola itu hal yang sangat menghibur Indonesia," papar Helmy.

 

4 dari 7 halaman

Alasan Pilih Siarkan Liga Inggris

Helmy Yahya menuturkan mendapatkan siaran liga Inggris dengan harga murah. TVRI hanya perlu membayar 2 juta dollar dari total 3 juta dollar. Sebab, kata dia, sisa 1 juta dollarnya dibayar dengan slot iklan.

"Ini yang saya katakan rezeki anak saleh, mendapatkan kepercayaan untuk menayangkan Liga Inggris. Dengan harga yang sangat murah," kata Helmy.

Dengan harga tersebut, Helmy mengatakan TVRI mendapatkan 76 pertandingan. Helmy mengatakan, per episodenya hanya senilai Rp 130 juta. Menurutnya, pengeluaran tersebut terbayar dengan peningkatan rating dan share TVRI.

"Jangan lupa, hanya karena Liga Inggris publik menonton TVRI. Jangan lupa bola itu hal yang sangat menghibur di Indonesia," ucap dia.

Helmy menjawab mengapa tidak justru menayangkan liga Indonesia. Dia mengungkap, harganya bisa empat sampai lima kali lipat.

"Kalau ada yang bertanya kenapa tidak beli liga Indonesia? liga Indonesia harganya empat kali lipat lima kali lipat dari liga Inggris," pungkasnya.

 

5 dari 7 halaman

Tak Diberi Kesempatan Membela

Helmy Yahya mengaku menyiapkan 27 halaman pembelaan dan 1.200 halaman lampiran saat surat pemberitahuan rencana pemberhentian dari Dewas turun.

Menurut Helmy Yahya, sebetulnya ada waktu bagi Dewas TVRI memutuskan untuk menolak atau menerima pembelaan tersebut. Namun, hanya dalam satu bulan, Helmy langsung dipanggil.

"Saya tidak tahu apakah pembelaan saya dibaca atau tidak. Pembelaan saya ditolak, selesai. Saya resmi tidak lagi menjadi Dirut TVRI," terang Helmy.

Helmy mengaku tidak diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi. Permintaan untuk melakukan komunikasi dengan Dewas TVRI pun tidak diberikan ruang.

"Tidak ada hearing, tidak ada permintaan klarifikasi. Permintaan kami untuk berkomunikasi seperti arahan Komisi I DPR, Kominfo, BPK, Mensesneg, agar diselesaikan baik-baik tidak ada ruang," kata Helmy.

 

6 dari 7 halaman

Kontak Diblokir

Upaya rekonsiliasi telah dilakukan jajaran direksi TVRI. Namun, kata Helmy Yahya, tidak pernah terjadi. Malahan, anggota Dewan Pengawas memblokir WhatsApp (WA) Helmy Yahya.

"Seorang anggota Dewas malah mem-blok WA saya agar saya tidak bisa berhubungan. Saya bilang apa adanya. Saya tidak tahu. Tahu-tahu saya resmi diberhentikan jadi Dirut," kata Helmy.

Proses berikutnya, Helmy akan melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Saya akan melakukan pembelaan. Mungkin besok atau lusa saya akan melakukan gugatan melalui pengadilan mungkin PTUN. Saya membela nama baik saya. Saya adalah seorang profesional," jelas Helmy.

 

7 dari 7 halaman

Terlanjur Jatuh Cinta dengan TVRI

Suasana ruang rapat Komisi I DPR tiba-tiba berubah haru saat mantan Dirut TVRI Helmy Yahya hendak menutup keterangannya. Dengan suara bergetar, Helmy mengatakan dirinya sudah terlanjur jatuh cinta dengan TVRI.

"Saya terus terang, terlanjur jatuh cinta dengan TVRI. Saya menangis tadi," kata Helmy.

Helmy Yahya menutup keterangannya dengan mengatakan bahwa perjuangannya membahas pemecatan oleh Dewas adalah untuk memperjuangkan pegawai TVRI.

"Lihat di Balkon itu, untuk mereka saya berjuang," kata Helmy disusul tepuk tangan dan isak tangis pegawai TVRI yang berada di Balkon Komisi I.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.