Sukses

Kasus Suap Wali Kota Medan, KPK Cegah Legislator Sumut ke Luar Negeri

KPK menyatakan, pencegahan ke luar negeri untuk anggota DPRD Sumatera Utara itu dilakukan berkaitan dengan kasus dugaan suap Wali Kota Medan Teuku Dzulmi Eldin.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi atas nama Akbar Himawan Buchari. Pencegahan ke luar negeri untuk anggota DPRD Sumatera Utara itu dilakukan berkaitan dengan kasus dugaan suap Wali Kota Medan Teuku Dzulmi Eldin.

"Pelarangan dilakukan selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 5 November 2019," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (6/11/2019).

Akbar Himawan merupakan saksi dalam kasus ini. Akbar sempat dijadwalkan diperiksa tim penyidik pada Kamis 31 Oktober 2019 namun mangkir dengan alasan tengah berobat ke Malaysia.

"Pelarangan ke luar negeri ini dilakukan karena kebutuhan penyidikan. Agar ketika nanti yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi bisa memenuhi panggilan penyidik dan tidak sedang berada di luar negeri," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun anggaran 2019.

Selain Dzulmi, KPK juga menjerat dua orang lainnya, yakni Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar (SFI).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ke Jepang

Dzulmi diduga menerima suap untuk menutupi ekses perjalanan dinas wali kota ke Jepang. Dalam perjalanan dinas, Dzulmi membawa serta keluarga dan beberapa kepala dinas. Dzulmi dan keluarganya memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.

Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Walikota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.

Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi. Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan dana, termasuk diantaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.