Sukses

Pemprov Sebut Kualitas Udara Jakarta Buruk Saat Lebaran Terjadi Selama 4 Tahun Ini

Pemprov menyebut 68-70 persen polusi di Jakarta disebabkan oleh sumber bergerak. Ini merupakan tipikal dari kota besar.

Liputan6.com, Jakarta - Tak banyak kendaraan yang melintas di jalanan Ibu Kota pada libur Lebaran lalu. Namun, kualitas udara di DKI Jakarta justru buruk saat Lebaran.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago mengungkap, kondisi ini sudah berlangsung selama empat tahun terakhir. Pemprov pun telah membaca polanya.

Jajarannya kemudian membuat data per jam untuk memantau kualitas udara. Hasilnya, grafik konsentrasi partikulat (PM10) dan (PM2.5) tinggi usai salat Id.

"Turun setelah siang atau sorenya," kata Dasrul, di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin 10 Juni 2019.

Menurut dia, konsentrasi PM2.5 atau partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer) pada Senin 3 Juni 2019 sebesar 44,7 mikrogram per meter kubik (μg/m3). Ini berdasarkan hasil pemantauan Air Quality Monitoring System (AQMS ) yang dimiliki KLHK.

Angka ini melonjak pada Selasa 4 Juni hingga mencapai 70,8 μg/m3. Angka tersebut ada di atas bakumutu PM2.5 yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999, yakni sebesar 65 μg/m3.

Lalu, apa penyebabnya?

“Bisa dijawab sendiri ini. Kira-kira bagaimana kondisi jalan ketika malam takbiran?” ujar Dasrul.

Sementara, Rabu 5 Juni atau hari Lebaran, grafik konsentrasi PM2.5 berada pada angka 37,5 μg/m3. Kondisi tersebut terus menurun pada Kamis 6 Juni ke 27,2 μg/m3, sedangkan pada Jumat 7 Juni menjadi 26,6 μg/m3.

Berdasarkan AQMS Kedubes AS di Jakarta Pusat pada Sabtu 8 Juni, kualitas udarakembali menurun. Konsentrasi PM2.5 naik menjadi 32,71 μg/m3. Begitupula pada Minggu 9 Juni yang meningkat ke 38,27 μg/m3.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Hilang, Hanya Berpindah

Dasrul mengatakan 68-70 persen polusi di Jakarta disebabkan oleh sumber bergerak. Sisanya  berasal dari sumber lain. Ini, lanjut dia, merupakan tipikal dari kota besar.

Menurut dia, sebenarnya, polusi udara tidak berkurang, hanya berpindah. Bahkan kecenderungannya konsumsi bahan bakar justru meningkat saat hari raya.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan PPKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK MR Karliansyah juga menolak jika turunnya kualitas udara DKI Jakarta menjelang Lebaran disebut akibat dari asap buangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

"Kalau PLTU tidak, karena yang di Jakarta semua sudah pakai gas. PLTU (batu bara) adanya di Cilegon dan Cirebon, jauh, harus dilihat arah anginnya juga," ujar Karliansyah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.