Sukses

Survei: 41 Masjid di Kantor Pemerintahan Terindikasi Sebar Radikalisme

Sebanyak 41 masjid yang ada di kantor pemerintahan terindikasi sebagai tempat penyebaran paham radikal.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 41 masjid yang ada di kantor pemerintahan terindikasi sebagai tempat penyebaran paham radikal. Puluhan masjid ini berada di kementerian, lembaga negara, dan BUMN.

Temuan ini merupakan hasil survei Rumah Kebangsaan dan Dewan Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) sepanjang 29 September sampai 21 Oktober 2017.

Ketua Dewan Pengawas P3M, Agus Muhammad menyampaikan survei dilakukan di 100 masjid kementerian, lembaga negara, dan BUMN pada saat salat Jumat. Indikasi radikalisme itu ditemukan dari materi khotbah salat Jumat yang disampaikan para khatib.

"Dari 100 masjid sebanyak 41 masjid itu terindikasi radikal," ungkap Agus di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (8/7/2018).

Indikator konten radikal ini dilihat dari tema khotbah Jumat yang disampaikan seperti ujaran kebencian, sikap negatif terhadap agama lain, sikap positif terhadap khilafah, dan sikap negatif terhadap pemimpin perempuan dan nonmuslim. Dari temuan ini, Agus mengatakan pihaknya kemudian membuat peringkatan dan dari 41 masjid, ada tujuh masjid yang level radikalnya paling rendah.

Hal itu diukur dari pendapat khatib yang tidak setuju tindakan intoleran tapi memakluminya. Sedangkan ada 17 masjid yang tingkat radikalnya pada level sedang yang diukur dari sikap setuju dengan tindakan intoleransi dan ide-ide khilafah atau pendirian negara Islam.

"Paling tinggi ada 17 masjid masuk level radikal tinggi. Bukan hanya setuju gagasan radikal tapi juga memprovokasi umat agar melakukan hal sama agar ikut berjuang mendirikan Hizbut Tahrir atau khilafah Islamiyah," ungkap Agus.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bukti Rekaman

Agus mengatakan, penelitian dilakukan enam bulan setelah Pilkada DKI Jakarta dan empat bulan setelah keluarnya Perppu Ormas yang kemudian membubarkan HTI. Data yang dikumpulkan dari para surveyor yang turun ke 100 masjid selama sebulan yaitu audio dan video khotbah salat jumat, buletin, brosur, kalender, dan majalah dinding. Namun yang paling signifikan dalam penelitian ini ialah rekaman khotbah jumat.

"100 relawan yang terjun ke setiap masjid saat salat jumat juga merekam video dan merekam suara saat khotbah dimulai. Perekaman dilakukan untuk verifikasi khotbah betul-betul asli. Kami wanti-wanti relawan agar hati-hati dan audio bisa terdengar jelas dan untuk membuktikan otentisitas khotbah kami minta relawan rekam videonya," paparnya.

"Kalau kita lihat dari total audio yang berhasil kita rekam ada 357 khotbah dan kami ada rekamannya lengkap. 357 audio dan 274 video khotbah jumat," imbuh Agus.

Tak semua surveyor bisa berhasil merekam karena berbagai kendala baik teknis maupun keamanan. Setelah rekaman terkumpul maka dilakukan analisis oleh tim yang memiliki pemahaman agama. Setelah itu baru dikategorisasikan.

 

3 dari 3 halaman

Masukan Bagi BUMN

Agus mengatakan penelitian ini untuk menjawab kegelisahan sejumlah kalangan terhadap masjid-masjid BUMN, lembaga negara dan kementerian yang ditengarai disusupi paham-paham radikal. Dari 100 masjid, survei dilakukan di 35 masjid kementerian, 28 masjid lembaga negara dan 37 masjid BUMN.

Direktur Rumah Kebangsaan, Erika Widyaningsih mengatakan hasil survei diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah baik BUMN, kementerian dan lembaga negara bahwa masih ada kelonggaran dan kurangnya pengawasan di dalam rumah ibadah yang ada di dalam kawasan mereka.

"Kami harap ini bisa didengar pemerintah perwakilan BUMN dan lembaga bersangkutan supaya bersih-bersih bisa dilakukan. Bukan sekadar reformasi birokrasi tapi bersih-bersih juga dilakukan di rumah ibadah," jelasnya.

Erika menambahkan dari 100 masjid yang disurvei, bentuknya tak selalu berupa masjid. Ada juga kantor kementerian, lembaga dan BUMN yang mengubah aula sebagai tempat salat jumat.

"Dan tetap kita hitung itu sebagai tempat ibadah," Erika memungkasi.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.